Terkuak Alasan Mulyono Berganti Nama Jadi Joko Widodo, Mahfud MD Bilang Masyarakat Berhak Cek Dokumen Mantan Presiden

Menko Polhukam Mahfud MD. foto: indopos.co.id

Presiden ke-7 Joko Widodo alias Jokowi menjadi sorotan setelah isu soal ijazah palsu baik SMA di SMA Negeri 6 Solo maupun Sarjana Strata Satu (S1) dari Universitas Gajah Mada (UGM) terangkat kembali ke publik.

semarak.co-Jokowi sendiri sudah membantah segala tudingan yang menyebut ijazah sekolah dan kuliahnya palsu. Bahkan Jokowi sudah mempersiapkan tim untuk menghadapi pihak-pihak yang terus menerus mempermasalahkan ijazahnya.

Bacaan Lainnya

Saat isu ijazah palsu ramai dibicarakan, nama Mulyono kembali diungkit. Seperti diketahui, saat lahir, ayah dari Kaesang itu bernama Mulyono. Seperti yang pernah diungkapkan Bambang Tri, penggugat ijazah palsu Jokowi yang kemudian dipenjara gegara pengungangkapan ijazah palsu Jokowi ini.

Bambang Tri bahkan menuding Jokowi mengunakan nama Joko Widodo demi kepentingan ijazah sekolah. Belakangan Jokowi mengakui bahwa dulunya dirinya memang bernama Mulyono sejak dilahirkan di Solo, 21 Juni 1961.

Saat itu Jokowi tidak langsung diberi nama Joko Widodo, melainkan Mulyono oleh orang tuanya. Namun demikian, nama Mulyono diubah oleh orang tua Jokowi karena dianggap berpengaruh buruk pada anak mereka saat itu.

Ketika dinamai Mulyono, anak sulung Widjiatno Notomihardjo itu sering sakit-sakitan. Dianggap arti nama Mulyono terlalu berat atau tinggi, Jokowi kecil tidak sanggup menanggung nama itu. Lalu apakah arti nama Mulyono?

Ternyata dalam masyarakat Jawa, nama Mulyono sering digunakan untuk menamai anak laki-laki. Arti nama Mulyono adalah mulia, kemuliaan, atau memiliki kemuliaan. Sementara nama Joko Widodo memiliki arti Selamat dan Sejahtera.

Sehingga diharapkan Joko Widodo menjadi manusia yang selamat dan sejahtera. Sebagai informasi Jokowi terlahir dengan nama Mulyono, namun kemudian diganti karena sering sakit. Namun, belum ada keterangan di usia berapa Mulyono berganti nama menjadi Joko Widodo

Pendidikannya diawali dengan masuk SD Negeri 112 Tirtoyoso yang dikenal sebagai sekolah untuk kalangan menengah ke bawah. Dengan kesulitan hidup yang dialami, ia terpaksa berdagang, mengojek payung, dan menjadi kuli panggul untuk membiayai sendiri keperluan sekolah dan uang jajan sehari-hari.

Saat anak-anak lain ke sekolah dengan sepeda, ia memilih untuk tetap berjalan kaki. Mewarisi keahlian bertukang kayu dari ayahnya, ia mulai bekerja sebagai penggergaji di umur 12 tahun. Jokowi kecil telah mengalami penggusuran rumah sebanyak tiga kali.

Penggusuran yang dialaminya sebanyak tiga kali pada masa kecil mempengaruhi cara berpikirnya dan kepemimpinannya kelak setelah menjadi Wali Kota Surakarta saat harus menertibkan permukiman warga. Setelah lulus SD, ia kemudian melanjutkan pendidikan di SMP Negeri 1 Surakarta.

Ketika ia lulus SMP, ia sempat ingin masuk ke SMA Negeri 1 Surakarta, namun gagal sehingga pada akhirnya ia masuk ke SMA Negeri 6 Surakarta. Singkatan nama Jokowi sendiri baru didapat Joko Widodo saat menjadi pengusaha kayu.

Di mana koleganya yang saat itu orang Prancis kesulitan menyebut nama Joko Widodo dan kemudian menyatukan namanya menjadi Jokowi. Nama Jokowi kemudian dijadikan nama panggung pengusaha kayu di berbagai Pilkada hingga Pilpres yang diikutinya.

Nama Jokowi berasal dari sahabat dan koleganya dari Perancis yakni Bernard Chene. “Nama saya Joko Widodo, dipanggil Jokowi dan nama panggilan ini melekat bukanlah dari saya kecil, tapi semenjak mengenal Bernard Chene. Dia kawan saya. Orang Prancis,” kata Jokowi dalam unggahan Instagram, pada 10 November 2019.

Bernard Chene dalam unggahan video pun mengungkapkan alasan menyingkat nama Joko Widodo menjadi Jokowi. “Alasannya sangat sederhana, di Perancis kami terbiasa punya nama panggilan singkatan dan nama Joko Widodo terlalu panjang buat saya,” kata Bernard Chene.

Dia kemudian bertanya kepada Joko Widodo untuk memastikan apakah sang pemilik nama merasa keberatan dengan panggilan tersebut. Setelah mengetahui tak ada keberatan, Bernard Chene pun memanggil pria asal Solo ini dengan panggilan Jokowi.

Adapun, Bernard Chene adalah mitra usaha Jokowi ketika masih menjadi pengusaha mebel. Dia pertama kali bertemu Jokowi pada 1999 di Solo. Melalui unggahan video tersebut, disebutkan bahwa Jokowi merambah ekspor mebel ke Eropa melalui Bernard.

Sementara Kepala Sekolah SMA Negeri 6 Solo Munarso mengaku sudah mendapatkan surat dari Pengadilan Negeri (PN) Surakarta terkait laporan soal ijazah SMA palsu eks Presiden Jokowi. Munarso pun siap hadir untuk membuktikan Jokowi memang benar pernah sekolah di SMAN 6 Solo dan lulus

Munarso menyebut, foto ijazah Jokowi yang beredar adalah asli. “Hari Rabu (16/4/2025) mendapatkan surat dari Pengadilan Negeri Surakarta panggilan sidang merespon adanya gugatan atas nama Muhammad Taufiq. Bagi saya saya siap-siap saja. Saya mewakili SMA 6 memiliki data yang valid dan komplit. Masih lengkap,” jelasnya.

Seperti telah diketahui, seorang advokat Muhammad Taufiq resmi mendaftarkan gugatan dugaan ijazah palsu Jokowi di Pengadilan Negeri Surakarta pada Senin (14/4/2025). Pihaknya menggugat karena Jokowi belum pernah menunjukkan ijazah aslinya di hadapan publik.

Munarso juga menjelaskan, sejumlah saksi teman hingga guru juga saat ini dapat memberi kesaksian untuk meyakinkan majelis hakim bahwa Jokowi benar-benar lulus dari SMAN 6 Solo. “Juga ada saksi berupa teman dan guru yang masih sehat. Saya akan melaporkan atasan saya. Dinas akan membantu saya,” tuturnya.

Meski begitu, karena tidak melihat ijazah yang dipersoalkan, maka ia juga tidak bisa menyatakan keabsahan dari ijazah yang dipegang Jokowi. Namun, ia memastikan Jokowi telah mendapatkan haknya memperoleh ijazah yang diterbitkan secara legal oleh SMAN 6 Solo.

“Saya tidak bisa mengatakan absah dan tidak. Yang jelas Pak Jokowi masuk SMA 6, lulus dari SMA 6 dan punya ijazah SMA 6,” jelas Taufik dilansir wartakotalive.com melalui laman berita msn.com, Senin (21/4/2025).

Saat ini sedang ramai soal ijazah palsu mantan Presiden RI Joko Widodo alias Jokowi. Untuk kasus ijazah palsu ini tampaknya serius, karena Jokowi digugat di Pengadilan Negeri (PN) Surakarta, Jawa Tengah, terkait perkara perbuatan melawan hukum.

Gugatan tersebut terdaftar dengan nomor perkara 99/Pdt.G/2025/PN Skt. Humas PN Surakarta, Bambang Ariyanto, mengungkapkan bahwa gugatan tersebut diterima pada hari Senin (14/4/2025). “Majelis Hakim yang ditunjuk untuk menangani atau mengadili adalah Ketua Majelis Hakim Putu Gde Hariadi,” ujar Bambang dikutip dari Kompas.com.

Anggota Majelis Hakim dalam perkara ini adalah Sutikna dan Wahyuni Prasetyaningsih. Selain Jokowi, terdapat tiga tergugat lainnya, yaitu KPU Solo, SMA Negeri 6 Surakarta, dan Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta.

Gugatan ini dilayangkan sejumlah pengacara yang tergabung dalam kelompok bernama Tolak Ijazah Palsu Usaha Gakpunya Malu (TIPU UGM). Gugatan juga diajukan terhadap UGM karena telah mengeluarkan ijazah untuk Jokowi.

Koordinator Tim, M Taufiq menambahkan bahwa SMA 6 turut menjadi tergugat karena sering mengeklaim bahwa Jokowi merupakan lulusannya. “Lalu, KPU itukan harus memverifikasi data saat pencalonan. Kelemahan utama KPU adalah hanya mendasarkan pada fotokopi yang dilegalisir,” ujarnya.

“Universitas Gadjah Mada ini kan juga mengeluarkan ijazah dan gelar kepada orang yang SMA-nya tidak beres sehingga tidak menutup kemungkinan, insinyurnya tidak beres. Kita gugat di PN Solo karena mayoritas tergugat ada di Solo,” demikian Taufiq menambahkan.

Proses hukum ini menjadi sorotan publik, mengingat posisi Jokowi sebagai presiden dan implikasi dari gugatan tersebut terhadap kredibilitasnya. Tim Kuasa Hukum Jokowi enggan menunjukkan ijazah asli kepada publik, di tengah maraknya kabar ijazah palsu yang beredar di media sosial (medsos).

Kuasa hukum Jokowi Rivai Kusumanegara beralasan, berdasarkan asas hukum, pembuktian harus dilakukan oleh pihak yang menuding ijazah Jokowi palsu. Lagipula ia melihat, permintaan pembuktian ijazah oleh penyebar rumor bukan untuk menguji kebenaran.

“Karena memang dari awal kami sudah melihat permintaan ini bukan untuk menguji kebenaran, lebih kepada untuk memojokkan dan kepentingan-kepentingan lainnya,” kata Rivai dalam konferensi pers di Senayan, Jakarta Pusat, Senin (14/5/2025).

Rivai menuturkan, hal ini makin terbukti ketika pihak rektor dan dekan UGM menunjukkan salinannya. Bukannya selesai, masalah ijazah Jokowi justru menimbulkan isu baru dan ramai di medsos. Kendati begitu ia memahami, UGM melakukannya dengan iktikad baik agar tidak ada lagi perdebatan panjang.

“Yang terjadi bukan selesai, tapi yang terjadi adalah muncul isu baru. Font lah, foto lah, jadi ini sudah sesuai dengan dugaan kami, sehingga kami melihat ini hanya sekadar jebakan Batman,” ucap Rivai.

“Tapi apapun itu kami menghormati, menghargai langkah yang dilakukan oleh pihak UGM, sebagai lembaga penerbit, mungkin itikadnya baik, agar isu ini selesai. Tapi betul, dugaan kami yang terjadi adalah semakin snowball,” imbuhnya.

Lebih lanjut ia menyatakan, kuasa hukum hanya akan menunjukkan ijazah asli Jokowi jika memang diminta secara hukum. Hal ini kata dia, sebagai pembuktian di ranah hukum, utamanya ketika gugatan kembali dilayangkan.

“Kami bukan tidak mau menunjukkan, tapi sepanjang diminta oleh perintah pengadilan, oleh penegak hukum, termasuk misalnya andai kata kita juga melakukan upaya hukum, maka dengan sendirinya kami secara aktif akan menunjukkan itu kepada penegak hukum terkait,” tandasnya.

Sebelumnya diberitakan, isu soal ijazah palsu Jokowi kembali ramai di media sosial. Masalah ijazah palsu ini mulai dibicarakan sejak dua tahun lalu hingga membuatnya tiga kali digugat ke pengadilan. Namun, sepanjang tiga kali itu pula, kasus ini dimenangkan oleh Jokowi.

Sementara itu, Pakar Hukum Tata Negara Mahfud MD menyebut bahwa masyarakat dilindungi undang-undang untuk melihat ijazah Jokowi. Menurut Mahfud MD, hak masyarakat melihat ijazah kepala negara atau presiden yang pernah memimpin negaranya.

Hal itu juga menurut Mahfud MD sudah diakui secara konstitusi. Mahfud MD bilang masyarakat berhak mengecek dokumen-dokumen mantan Kepala Negara atau presiden karena sebagai bentuk transparansi publik.

Mantan Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam) itu lantas memakai UU Keterbukaan Informasi Publik untuk membenarkan sikap warga yang menuntut diperlihatkannya ijazah S1 Jokowi ke publik.

“Ndak salah. Karena ada Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik. Kalau tidak mau buka, ada pengadilan yang namanya Komisi Informasi,” jelas Mahfud MD dalam acara Terus Terang yang dimuat di Youtube pribadi Mahfud, Selasa (15/4/2025).

Menurutnya, cara transparansi dokumen-dokumen tersebut bisa lewat KPU. “Itu dia bisa mengadili, semacam peradilan yang keputusannya mengikat. (Kalau keputusannya) harus dibuka. Buka. Siapa? Nanti dibuka aja di KPU,” jelas Mahfud.

Pernyataan itu bertentangan dengan sikap Jokowi yang ogah menunjukan ijazahnya ke para demonstran yang menyambangi rumahnya di Solo Rabu (16/4/2025). Jokowi menolak saat para perwakilan pengunjuk rasa ijazah palsu itu meminta ijazah S1 miliknya dari UGM.

Menurut Jokowi, dia tidak ada kewajiban menunjukan ijazah aslinya kepada pengunjuk rasa. “Meminta saya bisa menunjukan ijazah asli, saya sampaikan tidak ada kewajiban dari saya untuk menunjukan itu kepada mereka.

Selain itu Jokowi pun menegaskan tidak ada kewenangan para demonstran untuk mengaturnya menunjukan ijazah aslinya. “Dan tidak ada kewenangan mereka mengatur saya untuk menunjukan ijazah asli saya,” tegas Jokowi. (net/war/msn/smr)

Pos terkait