Aktivis Tionghoa Lieus Sungkharisma menilai, gugatan judicial review yang diajukan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ke Mahkamah Konstitusi (MK) terkait ambang batas pencalonan presiden atau presidential threshold 20% sebagai setengah hati dan tidak serius.
semarak.co-Penilaiannya itu muncul karena Pasal 222 UU Pemilu Nomor 7 Tahun 2017 itu sudah bertentangan dengan UUD 1945. Dengan gugatan yang diajukan PKS itu, kata Lieus, tetap saja pencalonan presiden hanya bisa dilakukan partai-partai politik yang memperoleh suara di DPR.
“Itu artinya hak kedaulatan rakyat tetap tidak terpenuhi. Seharusnya bukan persentase 20 persen presidential threshold itu yang digugat PKS lalu ditawar menjadi hanya 7 atau 9 persen. Tapi substansi pasal 222 itu seluruhnya harus digugat untuk dibatalkan demi hukum karena bertentangan dengan UUD 1945,” ujar Lieus dirilis yang diterima redaksi semarak.co, Kamis (7/7/2022).
Seperti diketahui, Rabu kemarin (6/7/2022) PKS resmi mengajukan gugatan judicial review ke MK terkait ambang batas pencalonan presiden yang mensyaratkan partai politik atau gabungan partai politik minimal memiliki 20% perolehan suara di DPR RI.
Wakil Ketua Majelis Dewan Syura PKS Hidayat Nur Wahid menyebut, judicial review terkait ambang batas pencalonan presiden dan wakil presiden atau presidential threshold (PT) ke MK itu merupakan upaya PKS untuk mengakomodir kepentingan masyarakat agar munculnya figur-figur baru yang ikut kontestasi Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024.
Di samping itu, lanjut Hidayat, upaya itu adalah solusi mengatasi keterbelahan atau polarisasi yang hingga kini masih terjadi di masyarakat. Meski memuji langkah PKS itu, Lieus merasa gugatan tersebut tidak sepenuhnya mewakili aspirasi rakyat.
“PKS justru masih memberi batas toleransi atas Presidential Threshold itu hanya menjadi 7 atau 9%. Padahal yang kita inginkan sebagai rakyat, PT itu nol persen. Dengan demikian semua anak bangsa yang berkemampuan baik, memiliki kapasitas dan kredibilitas bisa mencalonkan dan dicalonkan sebagai presiden,” ujar Hidayat Nur Wahid.
Lieus mengaku tak tahu apa alasan yang mendasari PKS hingga hanya menuntut PT diturunkan menjadi 7 atau 9%. Padahal, kata Lieus, semua orang tahu kalau Pasal 222 itu berlawanan dengan amanat UUD 1945. “Mestinya gugatan PKS ke MK itu ditujukan untuk menghapus pasal 222 tersebut. Bukan malah menawarnya,” jelas Lieus.
Apakah Lieus kecewa? “Tidak. Saya tidak kecewa. Saya justru mendukung upaya PKS mengajukan judicial review karena PKS sebagai partai politik memiliki legal standing yang sah. Saya hanya menyayangkan gugatan PKS itu terkesan setengah hati dan tidak serius,” sesal Lieus, coordinator Komunitas Tionghoa Anti Korupsi (KomTak).
Sebab PKS, nilai Lieus, pastilah juga tahu kalau Pasal 222 itu bertentangan dengan UUD 1945. Sebab dengan PT 7 atau 9%, tetap saja masih terbuka peluang terjadinya kekuasaan yang diatur dan dikendalikan oleh oligarki.
“Keadaan inilah yang tidak kita inginkan. Karena itulah mengapa kita tetap menginginkan Presidiantial Threshold itu nol persen sehingga semua anak bangsa terbaik di negeri ini mendapat kesempatan yang sama untuk memimpin negeri tanpa harus tergantung pada kekuasaan oligarki partai-partai politik itu,” tegasnya. (smr)