Terkait Din Radikal, Rizal Ramli: Kerja Keras Saya 1969-2009 di ITB Ternyata Hasilkan Defect Products

Prof Din Syamsuddin (kiri) dan mantan Wapres Jusuf Kalla (JK) dalam satu kesempatan. foto: internet

Wakil Presiden RI ke 10 dan 12, Jusuf Kalla (JK) menilai mantan ketua Pengurus Pusat (PP) Muhammadiyah Din Syamsuddin bukanlah tokoh radikal sebagaimana tuduhan yang dilontarkan kelompok yang menamakan dirinya Gerakan Anti Radikalisme (GAR) Alumni ITB.

semarak.co-Din Syamsuddin, terang JK, adalah tokoh yang sangat toleran dan merupakan pelopor antarumat beragama di kancah internasional. Untuk itu JK merasa heran apabila ada pihak yang menuduhnya sebagai tokoh radikal.

Bacaan Lainnya

Sementara sosok Din Syamsuddin di mata JK adalah sosok yang selalu keliling banyak negara untuk membicarakan perdamaian antar umat beragama. Jadi orang begitu tidak radikal, simpul JK, sama sekali tidak radikal.

“Pak Din sangat tidak mungkin radikal, dia adalah pelopor dialog antaragama dan itu tingkatannya internasional. Saya sering bilang ke dia, “Pak Din anda ini lebih hebat daripada menlu, selalu keliling dunia hanya berdiskusi dalam hal perdamaian dan inter religious,” jelas JK di Kediamannya, Kebayoran Baru Jakarta Selatan, Senin (15/2/2021).

Terkait status Din Syamsuddin sebagai ASN sehingga tidak etis apabila memberikan kritik kepada pemerintah seperti yang dipersoalkan GAR, JK memberikan penjelasan bahwa Din Syamsuddin bukanlah ASN yang berada di struktur pemerintahan tapi merupakan fungsional akademis.

Menurut JK ketika seorang akademisi memberikan pandangannya yang mungkin bertentangan dengan pemerintah itu tidak melanggar etika sebagai ASN karena tugas akademisi adalah memberikan pandangan lain sesuai dengan dengan latar keilmuannya.

“ASN itu terbagi dua, ada ASN yang berada di struktur pemerintahan itu ASN yang tidak boleh kritik pemerintah karena dia berada di struktur pemerintah. ada ASN akademis sebagai dosen dan sebagainya, nah disitulah posisi pak Din,” jelas JK seperti dilansir fajar.co.id, Senin (15/2/2021).

Ini bukan soal etik mengkritik sebagai ASN, lanjut JK, tapi dia mempergunakan suatu keilmuannya untuk membicarakan sesuatu. ASN berprofesi dosen yang berpandangan kritis kepada pemerintah bukan hanya Din Syamsuddin saja, namun banyak juga ASN lainnya yang memiliki pandangan berbeda dengan pemerintah.

Untuk itu JK meminta para pihak untuk dapat menghormati pandangan tersebut karena merupakan padangan professional. “Yang berpandangan kritis ke pemerintah bukan pak Din saja tapi ada juga f majelis rektor dari seluruh negeri kadang membuat pandangan yang berbeda dari pemerintah dan itu tidak apa-apa,” paparnya.

Dosen-dosen universitas katakanlah, kutip JK mengambil contoh, di UI ada Faisal Basri. “Dia kan selalu kritik pemerintah itu tidak apa-apa dia professional dan itu tidak melanggar etika ASN kecuali kalau dia sebagai Dirjen kemudian mengkritik pemerintah, itu baru salah,” ungkapnya.

Ditambahkan JK, “Kalau seorang akademisi walaupun dia seorang ASN kemudian mengemukakan pandangannya meskipun berbeda dengan pemerintah, itu pandangan profesi dan kita harus hormati itu.”

JK berharap agar tidak ada lagi perundungan terhadapa para akademisi yang berstatus sebagai ASN dan memberikan pandangan kritisnya ke pemerintah. Menurut JK pandangan alternative dari akademisi akan selalu dibutuhkan oleh pemerintah, jika tidak ingin negara menjadi otoriter.

Pengamat politik dan ekonomi Rizal Ramli. foto: indopos.co.id

“Bayangkan kalau tidak ada akademisi ini membukakan jalan alternative maka negeri akan jadi otoriter. Jadi kalau ada yang mau mempersoalkan posisi pak Din sebagai ASN dan pandangannya kepada pemerintah, berarti dia tidak ngerti tentang undang-undang, dan bahwa anggot GAR itu alumni ITB tapi ITB secara institusi juga sudah mengatakan bahwa mereka bukan organisasi resmi dari ITB,” tegas JK.

Mantan Aktivis Dema ITB yang pernah dipenjara di masa Orde Baru Rizal Ramli (RR) menyindir keras GAR-ITB yang menuduh Din Syamsuddin radikal. Sindiran ini disampaikan Rizal Ramli melalui akun Twitternya @RamliRizal, Senin (15/2/2021).

“Forward: Gar-gelo-isme = McCarthy-isme. GAR’gelo-isme (bahasa Sunda: gelo = gendeng). GAR (Gerakan Anti Radikal Radikul) menghancurkan tokoh-tokoh kritis dengan labeling tanpa definisi yang jelas dan bukti. Gar-gelo-ism itu nyaris sama dengan gejala McCarthy-isme politik Amerika tahun 1950-an,” tegasnya lagi.

Selain itu, mantan Menko Perekonomian era Gus Dur ini juga mengunggah status copy paste di akunnya pada Senin pagi. Rizal Ramli mengunggah sebuah status berisi copy paste dari sebuah situs media daring yang berjudul Antara Prof Moedomo dan GAR ITB.

“Kopas: Membaca tentang GAR ITB, sebagai orang yang pernah terlibat dalam mendidik calon alumni ITB, terus terang saya amat sangat terpukul. Kerja keras saya 1969-2009 di ITB ternyata menghasilkan banyak defect products,” tulis Rizal Ramli dalam status Twitter itu.

Seperti diketahui, Rizal Ramli menamatkan sekolah dasar hingga SMA di Kota Bogor, Jawa Barat. Sewaktu menjadi mahasiswa jurusan Fisika Institut Teknologi Bandung (ITB), dia pernah didaulat menjadi Presiden Student English Forum (SEF) ITB.

Lalu sebagai Wakil Ketua Dewan Mahasiswa (Dema) ITB dari tahun 1976 hingga 1977. Pada tahun 1978, Rizal Ramli dipenjara rezim Orde Baru karena kritik-kritiknya terhadap kebijakan-kebijakan pemerintahan Soeharto saat itu.

Pengagum Einstein yang sempat mengenyam pendidikan di ITB ini, akhirnya malah mendapatkan gelar doktor ekonomi dari Universitas Boston pada 1990. GAR – ITB yang melapor ke Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) atas dugaan pelanggaran kode etik ASN oleh Prof Din Syamsuddin menuai banyak polemik.

Ketua umum Dewan Pengurus Pusat Himpunan Mahasiswa Pascasarjana Indonesia (HMPI) Andi Fajar Asti meminta KASN tidak menindaklanjuti laporan GAR – ITB tersebut. “Saya melihat laporan GAR – ITB mengandung unsur ketidak hati-hatian,” kata Andi.

Sehingga sangat disayangkan langkah yang dilakukan GAR – ITB, nilai Andi, tanpa proses kajian mendalam. Kuat dugaan laporan GAR – ITB sangat dangkal dan mengandung unsur mencari sensasi.

Padahal, semestinya alumni yang mengaku dari kampus ternama seperti ITB harus punya pemahaman yang utuh jika ingin menarik justifikasi terhadap seseorang. “Karena apa yang dilakukan GAR-ITB ini telah menimbulkan kebisingan publik dan berpotensi merusak citra ITB itu sendiri,” sebutnya.

Direktur Eksekutif Aspeksindo itu menilai GAR ITB tidak menguasai point kode etik ASN. “Tentu kita berharap KASN tidak menindaklanjuti  laporan yang masuk karena seorang Din Syamsuddin tentu sangat jauh dari apa yang dituduhkan GAR ITB,” jelasnya.

Bahkan, kata Andi Fajar, tak mungkin tokoh seperti Din Syamsuddin punya paham radikal. “Dalam tubuh beliau, mengalir darah NU dan Muhammadiyah sampai detik ini. Juga sosok akademisi dan cendekiawan sejati yang mustahil ada darah ideologi radikal. Justru beliau selalu mendorong gagasan garis tengah dan toleransi,” pungkasnya.

Eks Wasekjen Persaudaraan Alumni (PA) 212 Novel Bamukmin turut bersuara atas langkah Gerakan Anti Radikalisme Alumni ITB (GAR ITB) melaporkan Din Syamsuddin dengan tuduhan bersikap radikal. Novel mengatakan, Presiden Joko Widodo harus memberikan jaminan kepada mantan Ketua umum PP Muhammadiyah agar tidak dikriminaliasi.

“Jokowi harus memberikan klarifikasi untuk memberikan jaminan kepada Din Syamsuddin untuk tidak dikriminalisasi atas dasar laporan pendukung Jokowi. Kelompok Jokowi harus menghentikan sikap permusuhan,” ungkap Novel kepada JPNN.com, Minggu malam (14/2/2021).

Novel Bamukmin lantas menyebut pemimpin komunis berpengaruh yang juga pendiri Republik Rakyat Tiongkok Mao Zedong, yang ingin dikritik tetapi nyatanya pengkritiknya malah ditangkap. “Jangan seperti Mao Zedong tokoh komunis China yang ingin dikritik. Namun ternyata itu jebakan keji karena yang mengkritik justru ditangkapi,” katanya.

Lebih jauh, Novel menambahkan, perihal kasus yang dialami Din Syamsudin sangat jelas belum masuk kategori mengkritik. Dalam hal Din jelas belum masuk ranah mengkritik. “Saya berharap, sejak Jokowi berkomitmen untuk siap dikritik, para pendukungnya harus mendukung, bukan malah mengambil kesempatan untuk menjerat lawan politik,” ujarnya.

Ditambahkan Novel lagi, “Sejak Jokowi lancarkan komitmennya untuk siap dikritik dengan begitu pendukungnya termasuk para buzzer harus mendukung bukan justru mengambil kesempatan untuk menjerat lawan politiknya dan segera mengambil langkah atas dukungan terbukanya kebebasan berpendapat.” ((fjr/net/smr)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *