Oleh Ahmad Khozinudin *
semarak.co-Saya sedih sekaligus prihatin, terhadap aktivis yang berteriak-teriak Indonesia dikuasai oligarki. Tapi, pada saat yang sama mereka masih Qona’ah menjajakan demokrasi. Sedih, karena mereka belum memahami hakekat demokrasi. Prihatin, karena mereka membangun solusi diatas asas yang menjadi bagian dari masalah bangsa ini.
Coba kita renungkan;
Pertama, mereka mengkritisi kekuasaan telah dikuasai dan menghamba pada oligarki, baik oligarki partai maupun oligarki kapitalis (pemodal).
Kedua, mereka menyeru untuk melakukan perlawanan semesta dengan tujuan mengembalikan kedaulatan rakyat.
Ketiga, mereka mengajak rakyat untuk berpartisipasi dalam pemilu untuk memilih pemimpin yang pro rakyat.
Sedih dan memprihatinkan bukan?
Seruan untuk ikut pemilu, sebenarnya bukan untuk memilih pemimpin yang pro rakyat. Tetapi seruan yang substansinya justru mengokohkan dan melanggengkan oligarki.
Kita periksa;
Siapa yang menentukan Caleg baik di DPR-RI maupun DPRD. Rakyat atau partai dan oligarki? jawabnya pasti partai dan oligarki. Siapa yang menentukan Calon Kepala Daerah dan Capres, rakyat atau partai dan oligarki? jawabnya pasti partai dan oligarki.
Lalu, rakyat diajak berbondong-bondong untuk memilih pemimpin yang disediakan oligarki. Bukan itu sama saja mengokohkan kekuasaan oligarki?
Saya bertanya, apakah saya bisa memilih Habib Rizieq Shihab dan Ustadz Abdul Shomad sebagai Presiden dan Wakil Presiden Indonesia? Jawabnya, pasti tidak bisa. Karena kedua tokoh ini tidak direstui oligarki, nama mereka pasti tidak akan ada dalam etalase pemilihan di kertas suara.
Lalu kalau saya ikut memilih, siapa yang akan saya pilih? tidak ada, karena kedaulatan dan kebebasan untuk memilih itu telah dirampas oleh oligarki. Oligarki hanya menyediakan pilihan capres dan cawapres yang melayani kepentingan mereka.
Jadi, nanti rakyat dipaksa memilih pilihan yang disediakan oligarki. Dimana letak kedaulatan rakyat? Kalau benar kedaulatan ditangan rakyat, mestinya pilpres itu KPU tidak menyediakan kertas suara. Cukup sediakan kertas putih dan bolpoin, dengan perintah SILAHKAN TULISKAN NAMA PRESIDEN PILIHAN ANDA.
Dengan begitu, rakyat bisa memilih dan menuliskan calon pemimpin sesuai kehendak mereka. Suara terbanyak jadi presiden, suara kedua jadi wapres. beres. Lah, kalau sistem pemilihan dikuasai oligarki, ada hambatan presidential Threshold, parlemetiary Threshold, lantas dimana posisi kedaulatan rakyat? bukankah, pemilu dan pilpres hanya akan menjadi ajang pembajakan suara rakyat untuk melegitimasi kekuasaan oligarki?
*) Sastrawan Politik
sumber: WAGroup Rumah Aspirasi Gerindra (postKamis18/11/2021/djagungbakar)