Terbitkan Perppu Dewan Moneter, Pengamat: Langgar Konstitusi karena Bahayakan Perekonomian Negara

Pengamat ekonomi Anthony Budiawan. Foto: internet

Rencana pemerintah membentuk Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Dewan Moneter yang diketuai Menteri Keuangan (Menkeu) dengan cara menerbitkan Perpu serta merevisi UU Bank Indonesia (BI) ditentang sejumlah kalangan. Alasannya, hal itu akan berdampak pada anjloknya ekonomi nasional, inflasi besar-besaran, dan penurunan nilai tukar rupiah secara tajam.

Pengamat ekonomi Anthony Budiawan menyebutkan, pembentukan Dewan Moneter sama saja menempatkan BI di bawah Kementerian Keuangan (Kemenkeu) alias hanya menjadi underbow pemerintah dan menghilangkan sifat independensi BI itu sendiri.

Bacaan Lainnya

“Dengan pembentukan Dewan Moneter berarti kita kembali ke era sebelum 1998. Sebab salah satu hal yang terpenting dalam reformasi 98 itu adalah lahirnya UU Nomor 23 tahun 1999 dan Ketetapan MPR Pasal 4 ayat (2) Tahun 1998 yang menyebutkan BI harus independen, dan tidak boleh ada campur tangan pemerintah,”  terang Anthony dalam sebuah wawancara di channel youtube bravos radio, beberapa waktu lalu.

UU No.23 tahun 1999 tentang BI itu sendiri kemudian diubah menjadi UU No.3 tahun 2004 tentang BI atas perubahan UU RI No.23 tahun 1999 tegas disebutkan kalau BI harus independen, dan tidak boleh ada campur tangan dari pemerintah atau pihak mana pun.

“Sebelum 1998, ketika BI belum independen, timbul bubble ekonomi, inflasi, dan kasus BLBI yang sangat merugikan negara. Dan ini jangan sampai terulang. Kalau BI tidak independen justru akan merusak ekonomi dan keuangan Indonesia,” ulang Anthony yang juga Direktur Political Ekonomy dan Policy Studies (PEPS).

Susunan Dewan Moneter yang diketuai Menkeu itu menjadi sangat aneh. Sementara  Gubernur BI, Deputi Gubernur BI, Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dan satu menteri dari bidang ekonomi hanya sebagai anggota dewan moneter yang berada di bawah Menkeu.

“Padahal BI sebagai bank sentral adalah pemegang otoritas di sektor moneter, dan Kemenkeu sebagai pemegang otoritas di sektor fiskal. Namun ketika Menkeu sebagai ketua dewan moneter, maka jelas sekali kalau sektor fiskal akan mencampuri urusan moneter,” ujarnya.

Mungkin, nilai dia, karena sektor fiskal Indonesia yang sedang kolaps. “Padahal seharusnya sektor fiskal yang dibenahi, bukan sektor moneternya yang diobok-obok. Sesuai UUD, UU BI, dan TAP MPR mengharuskan sektor moneter dan sektor fiskal harus dipisah,” paparnya.

Tapi dengan pembentukan dewan moneter ini, kata dia, seperti ada niat BI akan diminta membiayai sektor fiskal dan ini berbahaya bagi perekonomian sebuah negara. Bukan hanya itu, pada UU BI disebutkan bahwa BI dilarang membeli untuk diri sendiri surat-surat utang negara kecuali di pasar sekunder.

Yang jadi masalah, lanjut Anthony, larangan BI membeli surat utang negara atau surat berharga negara sudah diamputasi pemerintah dengan penerbitan Perpu No.1 tahun 2020 yang kemudian diundangkan menjadi UU No.2 tahun 2020 pada 18 Mei 2020 lalu.

“Perpu itu kelihatannya masih kurang. Makanya secara organisasi dan struktural BI masih mau diubah dengan pembentukan dewan moneter. Ini yang sangat bahaya,” terang Anthony yang mantan Direktur emiten kapal PT Berlian Laju Tanker Tbk ini.

Terkait penerbitan Perpu sebagai landasan hukum dibentuknya Dewan Moneter, menurut dia akan berpotensi pelanggaran konstitusi. Sebab, sesuai Pasal 22 ayat (1) UUD 1945, jelas disebutkan dalam hal ihwal kegentingan yang memaksa, Presiden berhak menetapkan Perpu.

“Kalau gak ada kegentingan yang memaksa. Untuk apa diterbitkan Perpu ? Sektor moneter yang menjadi otoritas BI tidak sedang genting. Makanya kalau Perpu tentang pembentukan dewan moneter ini tetap terbit, maka akan berpotensi pelanggaran konstitusi. Walau di DPR nantinya hanya dijadikan bargaining politik,” pungkasnya.(net/smr)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *