Terbit SE Kejagung, Ombudsman Minta Kepala Daerah Berani Laporkan Oknum Jaksa Nakal

Kepala Perwakilan Ombudsman NTT Darius Beda Daton di sela acara kampanye laporkan jaksa nakal. Foto: internet

Ahli hukum administrasi negara dari Universitas Nusa Cendana (Undana) Kupang Johanes Tuba Helan menyebut, surat edaran (SE) Kejaksaan Agung (Kejagung) untuk mengingatkan jaksa nakal membuktikan kejaksaan belum bersih dalam proses penegakan hukum.

“Dengan edaran ini, terbukti kejaksaan belum bersih dalam penegakan hukum. Jadi selama ini mereka memproses hukum para pejabat dengan cara melanggar hukum,” kata Johanes Tuba Helan di Kupang, Selasa (19/11/2019).

Tuba Helan mempertanyakan, kapan pemerintahan kita menjadi baik, jika aparat penegak hukum bertindak korup dalam penegakan hukum. Karena itu, dia berharap, dengan adanya edaran Jaksa Agung ini kejaksaan bisa berubah dan pemda jangan melayani lagi permintaan atau intervensi mereka. “Bekerjalah secara profesional dan mengikuti aturan yang berlaku,” kata Tuba Helan lagi.

Kepala Ombudsman Perwakilan Nusa Tenggara Timur (NTT) Darius Beda Daton mengatakan kepala daerah harus berani memanfaatkan ruang yang diberikan Kejagung untuk melaporkan oknum jaksa yang memeras maupun meminta proyek di daerah.

“Kita tentu harus menyambut baik surat edaran Jaksa Agung dan Kapolri kepada seluruh kepala daerah sebagai tindak lanjut pernyataan Presiden Jokowi saat Rakor Forkompinda se-Indonesia. Saya harap kepala daerah memiliki keberanian untuk bertindak,” kata Darius Beda Daton di Kupang, Selasa (19/11/2019).

Apa yang dikeluhkan Jokowi terkait dugaan pemerasan, minta proyek kepada pemerintah daerah, dan lainnya, kerap dikeluhkan juga kepada Ombudsman. “Saya kira apa yang dikeluhkan Presiden ada oknum jaksa dan polisi nakal melakukan pemerasan kepada pejabat pemerintah daerah memang benar adanya, dan selama ini kami menerima keluhan,” katanya.

Namun, lanjut dia, kepala daerah atau pejabat di daerah tidak berani bersikap secara terbuka karena takut dicari-cari kesalahan untuk diproses hukum. Ia berharap semua kepala daerah melapor ke chanel pengaduan yang disiapkan Jaksa Agung jika ada oknum jaksa yang minta proyek atau diduga memeras pengusaha daerah dengan berbagai alasan.

Kejaksaan Agung meminta gubernur, bupati, dan wali kota menolak permintaan uang, barang, intervensi, dan intimidasi dari jaksa nakal di daerah. Permintaan tersebut disampaikan secara resmi melalui surat nomor R-1771/D/Dip/11/2019 bersifat segera tertanggal 14 November 2019.

Surat tersebut ditandatangani Jaksa Agung Muda Bidang Intelijen (Jamintel) Jan Samuel Maringka. “Pimpinan Kejaksaan tidak akan menoleransi dan akan menindak tegas setiap bentuk penyalahgunaan kewenangan oleh oknum kejaksaan,” kata Jan Samuel dalam surat itu.

Surat itu tindak lanjut arahan Presiden Joko Widodo (Jokowi0 dalam Rapat Koordinasi Nasional Pemerintah Pusat dan Forum Komunikasi Pimpinan Daerah (Forkopimda) di gedung Sentul lnternational Convention Center (SICC), Bogor, sehari sebelumnya, Rabu 13 November 2019.

Ada oknum jaksa Tim Pengawalan, Pengamanan Pemerintahan dan Pembangunan Daerah (TP4D), kutip Darius, merupakan bagian dari masalah karena diketahui ikut menjadi suplier material proyek. “Jaksa TP4D untuk beberapa proyek di daerah dianggap sebagai bagian dari masalah, karena jaksa ikut menjadi suplier material,” kata.

Dia mengemukakan hal itu, terkait rencana Kejaksaan Agung untuk melakukan evaluasi terhadap keberadaan TP4D. Jaksa Agung ST Burhanuddin memastikan bakal mengevaluasi keberadaan Tim Pengawalan, Pengamanan Pemerintahan, dan Pembangunan Pusat (TP4) dan Tim Pengawalan, Pengamanan Pemerintahan, dan Pembangunan Pusat-Daerah (TP4D).

Hal ini dikatakan Burhanuddin usai bertemu pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Gedung KPK, Jakarta, Jumat (8/11). “Seperti yang sudah saya sampaikan pada waktu RDP (Rapat Dengar Pendapat) dengan DPR bahwa, kami akan mengevaluasi TP4,” kata Burhanuddin.

Mengenai keberadaan TP4D dia mengatakan, sangat tergantung pada hasil evaluasi yang akan dilakukan Kejaksaan Agung. Karena itu, menurut dia, yang paling tepat melakukan fungsi pengawalan proyek itu bisa di BPKP atau Inspektorat. “Tetapi pengalaman TP4D di beberapa provinsi malah jadi masalah. Di Semarang Jaksa TP4D malah ditangkap KPK,” kata Darius Beda Daton. (net/lin)

 

sumber: indopos.co.id

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *