Penerapan Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (SAKIP) semakin efektif dan terbukti hemat. Awalnya penerapan ini dirasa berat, ternyata kini sudah menjadi kebutuhan bagi instansi pemerintah.
Betapa tidak, SAKIP telah mampu mencegah pemborosan ratusan miliar hingga triliunan di sejumlah pemerintah daerah. Salah satu daerah yang merasakan dampak dari implementasi SAKIP adalah Pemerintah Provinsi Jawa Tengah.
Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo menyampaikan bahwa penerapan SAKIP di wilayahnya telah memberikan manfaat pada peningkatan efektifitas dan efisiensi anggaran.
Menurutnya implementasi SAKIP terjadi sinkronisasi perencanaan, pelaksanaan hingga evaluasi yang terukur dan akuntabel, sehingga terjadi efisiensi kegiatan sebesar 80,84 persen.
Jawa Tengah berhasil memangkas ribuan kegiatan, dari semula 4.646 kegiatan menjadi 890 kegiatan. Hal tersebut berdampak kepada efisiensi APBD Pemprov Jateng tahun 2018 sebesar Rp 1,2 Trilyun.
Dana tersebut tersebut kemudian dialokasikan untuk program peninngkatan kualitas hidup masyarakat, seperti peningkatan biaya operasional pendukung Bantuan Operasional Sekolah Daerah (BOSDA) untuk SMA, SMK dan SLB swasta.
“Sebelumnya tidak teranggarkan, kemudian insentif untuk pengajar keagamaan serta pengembangan infrastruktur dan sarana transportasi,” ujar Ganjar dalam rilis Humas Kementerian PANRB, Selasa (12/02).
Pencapaian tersebut merupakan hasil kerja keras dari seluruh jajaran Pemprov Jateng. Keberhasilan itu telah mendorong Pemerintah Kabupaten/Kota di wilayah Jateng berlomba dalam dalam menciptakan birokrasi bersih, akuntabel dan berintegritas.
Melalui SAKIP, Pemprov Jateng telah menerapkan sistem e-planning dan e-budgeting telah terintegrasikan sejak 2014. Oleh sebab itu, Gubernur juga mengajak seluruh Bupati dan Walikota untuk terus berkomitmen dalam penerapan SAKIP secara optimal untuk percepatan reformasi birokrasi demi meraih kepercayaan masyarakat.
Hasil evaluasi SAKIP Kementerian PANRB tahun 2017, Pemprov Jateng meraih predikat BB, sedangkan tahun 2018, hasilnya baru akan disampaikan di Makassar Aipda tanggal 19 Februari mendatang.
Bukan hanya Jateng yang sukses menekan pemborosan. Kabupaten Ngawi, Jawa Timur, dan Kota Lubuklinggau, Sumatera Selatan, juga berhasil berhemat ratusan miliar, yang selanjutnya dialokasikan ke sektor yang lebih membutuhkan, seperti kesehatan, infrastruktur, dan pendidikan.
Dengan bimbingan dari Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB), Pemkab Ngawi mampu memadukan semua kepentingan OPD sehingga semua target tercapai. Kabupaten yang berbatasan dengan wilayah Jawa Tengah ini berhasil mendongkrak predikat SAKIP-nya, dari BB pada 2017 menjadi A pada tahun 2018.
Bupati Ngawi, Budi Sulistyono mengaku, pihaknya memangkas sekitar 240 kegiatan yang kurang efektif, dan menghemat biaya sebesar Rp 270 miliar. “Dengan SAKIP, ditargetkan bisa menurunkan angka kemiskinan, peningkatan pelayanan dasar, peningkatan pembangunan ekonomi, makin nyata dan terukur hasilnya,” jelas Budi.
Anggaran yang berhasil dihemat itu, dialihkan pada pembangunan infrastuktur untuk peningkatan ekonomi, kesehatan, dan pariwisata. “Luar biasa, masyarakat merasa nyaman,” ungkapnya.
Menurut Budi, keberhasilan implementasi SAKIP ini menuntut komitmen kuat dari kepala daerah, kepala OPD, hingga staf, sebagai kunci utama. Harus ada upaya kolektif untuk mewujudkan target bersama, orientasi terhadap hasil yang baik, harus diupayakan oleh seluruh jajaran Pemkab Ngawi, jelas Budi.
Dengan keberhasilan tersebut, Pemerintah Kabupaten Ngawi siap menularkan ke daerah lain yang yang belum menerapkan SAKIP dengan baik. “Kami siap menerima permintaan daerah lain apabila perlu bimbingan. Kita juga siap menerima studi banding di Kabupaten Ngawi,” pungkasnya.
Secara terpisah, Walikota Lubuklinggau, SN Prana Putra Sohe, mengaku SAKIP adalah solusi yang cocok dalam manajemen pemerintahan. Untuk optimalisasi penerapannya, Pemkot Lubuklinggau memiliki strategi yang dinamakan Lima Langkah Linggau Bisa SAKIP, yakni komitmen pimpinan, dan membentuk Tim SAKIP daerah.
Lalu komitmen bersama seluruh Organisasi Perangkat Daerah (OPD) untuk menjadikan SAKIP sebagai budaya kerja. Strategi keempat, adalah perbaikan kualitas dokumen sehingga selaras dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD). Adapun strategi terakhir adalah peningkatan kapasitas evaluator SAKIP.
Dengan strategi itu, tahun 2018 Kota Lubuklinggau berhasil meraih predikat BB, meningkat dari tahun sebelumnya B. “Awalnya, kami kenal SAKIP hanya sebagai laporan tahunan biasa. Kemudian pada Mei 2015, kami pertama kali konsultasi dengan Kementerian PANRB dalam penerapan SAKIP,” ujar Prana.
Dengan efisiensi, Pemerontah Kota Lubuklinggau berhasil menghemat anggaran lebih dari Rp 288 miliar. Efisiensi anggaran itu kemudian dialihkan ke pembangunan daerah dan program kesejahteraan rakyat.
Dengan dampak yang sangat positif itu, Prana mengajak seluruh kepala daerah untuk menerapkan SAKIP sebagai dasar menata pemerintahan di daerah. “Kiranya penerapan SAKIP semakin merata di seluruh daerah dan akan berdampak pada pembangunan ekonomi,” imbuhnya. (lin)