Oleh Rivai Hutapea *)
semarak.co-Sahabat, saya sekadar bertanya dan tolong dijawab dengan jujur. Berapa kali berita, gambar, video, tiktok yang berisi tentang kejelekan Presiden Joko Widodo (Jokowi) bahkan yang terupdate saat ini tentang anak sulung Jokowi, yaitu Gibran Rakabumingraka tayang di semua WA grup, facebook, twitter milik sahabat?
Dua, tiga, sepuluh atau seratus kali? Ya sudah, pastinya banyak bahkan mungkin jumlahnya tidak terhitung! Yang perlu diketahui, dengan mengulang ulang bahkan secara konsisten tentang kejelekan dan kebohongan Pak Jokowi, Gibran, secara tidak sadar sahabat telah terjebak menjadi tim sukses militannya Jokowi dan Gibran.
Sampai di sini, pastinya sahabat akan bertanya-tanya bahkan mungkin juga ada yang mangkel. Tahan dulu emosinya. Baca artikel pendek ini sampai tuntas. Setelah itu, sahabat bakalan tahu jawabannya. Dulu, saya ingat benar, saat masih menjadi Walikota Solo dan awal-awal akan mencalonkan diri menjadi Gubernur DKI Jakarta, Jokowi bukanlah siapa-siapa dan juga bukan apa-apa.
Mohon maaf, masih banyak elit politik lainnya yang notabene lebih mumpuni, ketimbang Jokowi. Terlebih lagi jika melihat performance diri beliau yang dianggap tidak meyakinkan. Mau bertarung menjadi DKI-1, ibukota negara Indonesia, tidak level.
Sumpah serapah pun dilayangkan kepada Jokowi. Tidak berhenti sampai di situ. Melalui jemari lentik sahabat, baik lewat HP dan komputer, kelemahan dan kekurangan Jokowi tersebut, terus menerus dishare berulang-ulang, berhari-hari, berminggu-minggu, berbulan bulan, bahkan bertahun tahun.
Bahkan, kita pun merasa puas sepuas puasnya setelah mensharenya. Lantas, apa yang terjadi setelah itu? Jokowi bukan malah terpuruk atau terjatuh seperti yang dibayangkan. Sebaliknya, elektabilitas Jokowi, terkerek naik. Namanya semakin melambung naik, seiring dengan meningkatnya penerimaan masyarakat kepada Jokowi.
Walhasil, jalan Jokowi menuju kekuasaan, tak lagi bisa dibendung. Jokowi akhirnya terpilih menjadi Gubernur DKI Jakarta. Berlanjut, menang di Pemilu dan menjadi Presiden. Setelah itu, menang lagi di Pemilu untuk kedua kalinya.
Bahkan, ketika masa jabatannya akan berakhir saat ini, secara leluasa, Jokowi cawe-cawe dan mempraktekkan dinasti politik dengan memaksa partai-partai dalam barisan Koalisi Indonesia Maju (KIM) menerima anak sulungnya Gibran Rakabumingraka menjadi Cawapres Prabowo.
Luar biasa, memang. Sudah sepatutnya bila Jokowi berterima kasih ke sahabat semua yang telah berjasa membantu dengan cara berulang-ulang memposting dan menshare kejelekan dan kebohongan beliau.
Karena itu, tidak berlebihan bila teman-teman yang secara berulang ulang memposting berita tentang Jokowi disebut sebagai Timses Bayangan Jokowi. Saya jamin, sampai di sini sahabat pasti masih penasaran, sekaligus mangkel. Lantas, kenapa kok bisa begitu ya? Jawabannya, mudah saja.
Inilah dahsyatnya apa yang disebut teori Efek Ilusi Kebenaran atau Efek Pengulangan. Di mana masyarakat cenderung mempercayai kebenaran informasi yang jelek atau salah sebagai suatu kebenaran setelah ada proses repetisi atau pengulangan.
Bagaimana teori Efek Ilusi Kebenaran ini bekerja? Bak listrik, tidak ketahuan, namun efeknya mengalir melalui perasaan familiar. Ketika kita mendengar informasi secara berulang-ulang, otomatis informasi itu akan familiar atau akrab dengan kita.
Dan otak kita akan menerjemahkan perasaan familiar itu sebagai suatu kebenaran. Hal ini disebabkan karena otak kita cenderung lebih mudah memproses sesuatu yang sudah kita kenali sebelumnya. Inilah yang disebut sebagai kelancaran kognitif.
Ulangilah terus-menerus berita tentang kekurangan dan kejelekan, maka ia akan menjadi kebaikan dan kebenaran. Para elit politik, baik di luar maupun di dalam negeri paham sekali dengan teori Efek Ilusi Kebenaran ini dan secara sadar memanfaatkan teori ini untuk meningkatkan level validitas dirinya.
Dengan mengulang-ulang kejelekan, kelemahan atau kebohongan paslon sesering mungkin, maka akan berubah menjadi kebaikan, kekuatan, kebenaran yang akan meningkatkan daya terima masyarakat kepada dirinya atau paslon yang diusung.
Pertanyaan mendasarnya adalah apakah sahabat akan kembali mengulangi tindakan kalau tidak mau disebut kesalahan yang sama saat memposting, menshare secara berulang-ulang tentang kejelekan dan kebohongan Joko Widodo kepada Gibran?
Keledai saja tidak mau terperosok ke lubang yang sama untuk kedua kali. Oleh karena STOP men-share berita mereka, karena secara langsung sahabat terperangkap dalam alur ilusi mereka! Daripada menshare kekurangan dan kelemahan Gibran secara berulang-ulang dan memicu bekerjanya teori Efek Ilusi Kebenaran yang justru menguntungkan Gibran.
Akan jauh lebih baik memanfaatkan jari jemari lentik kita FOKUS membuat konten produktif dan positif tentang Anies-Cak Imin (AMIN). Kemudian menyebarkan berita tersebut lewat grup WA di HP, facebook, twitter, tiktok dan media sosial lainnya secara berulang-ulang yang lambat laun, tapi pasti akan meningkatkan level validitas pasangan AMIN di mata konstituen, efek baik untuk AMIN.
Terus bergerak, kabarkan, ceritakan tentang AMIN ke seluruh pelosok negeri, ke dusun dusun yang belum tersentuh, ke para pedagang pasar, abang baso, penjual sayur keliling, siswa pegiat Pramuka, OSIS, Pencinta Alam, Karang Taruna, Abang Ojek Pangkalan, Warung warung, supir Bus, supir angkot, pedagang kaki lima, dll.
Pastikan semua mendapat informasi dengan baik. Karena kita tahu, tidak semua orang memegang/memiliki handphone dan update media sosial. Mari kita songsong PERUBAHAN…AMIN MENANG SATU PUTARAN
(27/10/2023)
*) Alumni FH Universitas Gadjah Mada, Magister Ilmu Politik Universitas Nasional, Magister Kenotariatan Universitas Pancasila
sumber: WAGroup BUSINESS EDUCATION Club