Kementerian PPN/Bappenas dengan dukungan Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora), Kementerian Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK), Badan Pusat Statistik (BPS), dan United Nations Population Fund (UNFPA) meluncurkan Indeks Pembangunan Pemuda/Youth Development Index (IPP/YDI) Indonesia 2017 di Bappenas, Jumat (13/7) pagi.
IPP/YDI Indonesia 2017 memuat capaian 15 indikator pembangunan kepemudaan pada 2015 dan 2016, yang dituangkan dalam lima domain, yaitu pendidikan, kesehatan dan kesejahteraan, kesempatan dan lapangan kerja, kepemimpinan dan partisipasi, serta gender dan diskriminasi. Secara umum, IPP Indonesia mengalami peningkatan dari 2015 ke 2016, yakni dari 47,33 menjadi 50,17.
Menteri PPN/Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro mengatakan, domain IPP yang memperoleh skor tertinggi adalah domain pendidikan. Kondisi ini antara lain disebabkan oleh tingkat partisipasi di jenjang pendidikan menengah yang relatif tinggi.
“Indeks Pembangunan Pemuda adalah instrumen untuk memberikan gambaran kemajuan pembangunan pemuda di Indonesia. Kehadiran Indeks dan buku IPP Indonesia 2017 ini dapat menjadi rujukan bagi penyusunan kebijakan dan strategi pembangunan pemuda di Indonesia, sekaligus menjadi acuan dalam rangka koordinasi lintas sektor penyelenggaraan kepemudaan, baik di tingkat pusat maupun daerah,” tutur Bambang.
Namun demikian, apabila dilihat lebih rinci, tingkat partisipasi pemuda di jenjang perguruan tinggi di seluruh provinsi justru mengalami penurunan. Sementara itu, domain kesehatan dan kesejahteraan berada di peringkat kedua dalam perolehan skor.
Hal tersebut menunjukkan bahwa pemuda mendapatkan akses layanan kesehatan yang semakin baik di tingkat daerah. Di sisi lain, meskipun domain lapangan kerja dan kesempatan kerja, serta domain gender dan diskriminasi berada pada peringkat terendah, pada periode 2015—2016, kedua domain ini menunjukkan peningkatan, karena tingkat pemuda menganggur dan perkawinan usia anak yang menurun.
Secara keseluruhan, IPP sebagian besar provinsi mengalami kemajuan, mengingat ada 30 provinsi yang mengalami perubahan positif. Pada tahun 2016, Daerah Istimewa Yogyakarta menempati peringkat pertama untuk IPP secara keseluruhan, dan mendapatkan indeks tertinggi pada domain pendidikan, domain partisipasi dan kepemimpinan, serta domain gender dan diskriminasi.
Paling tidak, ada enam provinsi yang melakukan lompatan besar, termasuk Sulawesi Utara yang mengalami lompatan terbesar dari 2015 ke 2016, karena menurunnya tingkat kesakitan pemuda dan kehamilan remaja. Sementara di sisi lain, ada beberapa provinsi yang membutuhkan perhatian khusus terhadap kebijakan dan program pembangunan pemuda, seperti Kepulauan Riau dan Kalimantan Tengah karena IPP yang menurun.
Perhatian Khusus
Kepulauan Riau mengalami penurunan terbesar, karena meningkatnya kehamilan remaja, perkawinan usia anak dan tingkat kesakitan pemuda, disertai dengan menurunnya partisipasi pemuda di sekolah menengah. Kalimantan Tengah juga membutuhkan pendekatan khusus karena IPP provinsi ini mengalami penurunan, dan menduduki peringkat terbawah, bersama Kalimantan Selatan pada 2016.
Provinsi-provinsi ini membutuhkan perhatian khusus untuk mempercepat pembangunan pemuda di daerahnya. “Mengingat Indonesia akan mengalami masa bonus demografi, yakni jumlah usia produktif lebih besar dibandingkan penduduk usia tidak produktif, maka percepatan pembangunan melalui peran pemuda dirasa sangat penting. Peningkatan kualitas pemuda, baik dari sisi pendidikan, keterampilan, maupun karakter, harus menjadi prioritas,” tegas Menteri Bambang.
Pemuda tidak hanya ditempatkan sebagai penerima manfaat dari suatu pembangunan, tetapi juga harus terlibat sebagai pengendali dalam proses pengambilan keputusan yang akan berpengaruh bagi pengembangan Indonesia, tanah air yang kelak akan dipimpin para pemuda. Untuk itu, diperlukan upaya-upaya untuk memastikan keterwakilan pemuda dalam proses perencanaan, pelaksanaan maupun evaluasi pembangunan.
Daerah/provinsi harus terus menempatkan beberapa wakil pemuda dalam proses perencanaan pembangunan Indonesia. Beberapa forum pembangunan juga telah dikembangkan untuk mengatasi tema-tema spesifik seperti anti narkoba, pencegahan perkawinan anak, pencegahan kehamilan remaja dan pencegahan HIV/AIDS.
Berbagai program pelatihan dan kewirausahaan juga telah dilaksanakan pemerintah dan pemangku kepentingan lainnya untuk meningkatkan kapasitas pemuda agar dapat ikut berperan aktif dalam pembangunan. Untuk mengoptimalkan upaya penyelenggaraan layanan kepemudaan tersebut, laporan IPP 2017 harus ditindaklanjuti dengan kajian mendalam terhadap berbagai kebijakan dan program yang terkait dengan pembangunan pemuda, terutama untuk penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2020-2024.
“Saya berharap buku IPP Indonesia 2017 ini dapat menginspirasi kita semua untuk memperkuat komitmen dalam berinvestasi pada pemuda, dan menciptakan masa depan yang lebih baik dan cemerlang. Semoga dalam laporan IPP pada tahun-tahun berikutnya, Indonesia dapat menampilkan capaian yang terus meningkat dalam pembangunan pemuda dalam rangka menuai manfaat bonus demografi,” tutup Menteri. (lin)