Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Bintang Puspayoga teken kesepahaman dengan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Boy Rafli Amar di Kantor BNPT Jakarta, Selasa (19/4/2022).
semarak.co-Penandatanganan nota kesepahaman dilakukan mengingat masalah pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak dalam penanggulangan tindak pidana terorisme perlu mendapat perhatian khusus karena perempuan dan anak merupakan kelompok yang rentan berada dalam posisi pusaran terorisme.
Yakni sebagai kelompok yang rentan terpapar, sebagai korban, dan juga sebagai pelaku. Terdapat beberapa faktor yang menyebabkan perempuan rentan dilibatkan dalam aksi terorisme, seperti budaya patriarki, ekonomi, maupun akses informasi yang terbatas.
Menteri PPPA Bintang mengatakan, sementara itu, keterpaparan kepada anak-anak dipengaruhi karena belum mampu menerjemahkan dan mengambil sikap terkait paham-paham yang sifatnya ekstrem.
Menteri PPPA Bintang menjelaskan nota kesepahaman antara KemenPPPA dengan BNPT terdiri atas 11 BAB dan 11 Pasal terkait pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak secara ekonomi, sosial, dan aspek lainnya dalam upaya penanggulangan tindak pidana terorisme.
“Mudah-mudahan nota kesepahaman ini tidak hanya menjadi dokumen semata, tapi betul-betul bisa kita implementasikan dalam bentuk program dan aksi yang nyata dalam hal pencegahan keterpaparan perempuan dan anak dari paham radikalisme dan terorisme,” tegas Menteri Bintang dirilis humas melalui pesan elektronik redaksi semarak, Rabu (20/4/2022).
Menteri PPPA menyebutkan Desa/Kelurahan Ramah Perempuan dan Peduli Anak (DRPPA/KRPPA) juga menjadi salah satu poin penting dalam nota kesepahaman dengan BNPT. “Pada 2022 Kemen PPPA mengembangkan DRPPA di beberapa daerah di Indonesia.
Selain bekerjasama dengan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi, kami juga bekerja sama dengan Kementerian/Lembaga terkait apabila suatu daerah memerlukan intervensi khusus. “Mudah-mudahan kita bisa turun bersama-sama mewujudkan DRPPA yang bebas dari terorisme,” ungkap Menteri PPPA.
Pada kesempatan sama, Boy Rafly mengatakan dalam perjalanan kerja BNPT banyak ditemukan perempuan dan anak yang menjadi korban atau pelaku kejahatan terorisme. “United Nations masih melihat perempuan dan anak dalam posisi korban,” imbuh Boy.
Walaupun dia sudah direkrut menjadi pelaku, secara fakta memang menjadi pelaku, tapi sebenarnya perempuan dan anak adalah korban di dalam proses radikalisasi yang dijalankan oleh jaringan terorisme. “Dalam catatan kami kurang lebih ada 14 perempuan Indonesia yang terlibat dalam kejahatan terorisme,” ujar Boy.
Berdasarkan data, BNPT mengidentifikasi adanya keterlibatan 315 anak di beberapa wilayah konflik, seperti Irak dan Suriah. Bahkan sekitar 80 diantaranya masih berusia di bawah 10 tahun. “Angka ini menunjukkan bahwa kita perlu melakukan upaya yang lebih terhadap kaum perempuan dan anak,” ujar Boy.
Terutama dengan mengedepankan program-program pencegahan anti radikalisme sebagaimana yang diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2018, sambung Boy, yaitu membangun kesiapsiagaan secara nasional, kontra radikalisasi, dan deradikalisasi.
“Untuk masyarakat luas yang belum terpapar, maka kami banyak melibatkan perempuan dalam kegiatan-kegiatan, terutama di bidang kesiapsiagaan dan kontra radikalisasi,” tutup Boy. (net/l6c/smr)