Oleh Rindy Rosandya *
semarak.co-Sepertinya, “Lapangan Banteng” tengah melakukan ancang-ancang menggulirkan Tax Amnesty Jilid II. Dan kabarnya juga, rencana itu sedang digodok serius disana.
Tapi, tunggu dulu. Mari berkaca pada Tax Amnesty pertama pada medio 2016 lalu. Saat itu, salah satu target utama dari kebijakan pengampunan pajak itu adalah mengembalikan dana yang ada di luar negeri yang konon kabarnya mencapai ribuan triliun rupiah.
Dengan melaporkan (secara jujur) seluruh kekayaannya, akan mendapat diskon pajak besar plus tidak ada penuntutan pidana pajak. Meskipun harta itu diperoleh dari lembah paling nista sekali pun.
Saat itu, euforia banyak kalangan begitu melambung. Logika berpikir sehatnya, bila ribuan triliun dana kita yang parkir di negeri orang bisa pulang kampung, maka pertumbuhan ekonomi bisa meroket. Basis pajak juga ikut terkerek.
Saat itu, banyak pihak yang berharap pemerintah memiliki pedang panjang dan tajam untuk menembus tembok tebal para siluman pajak di luar sana.
Entah apa yang salah, kebijakan Tax Amnesty tampaknya tak digubris para begundal, pengemplang, dan penggelap pajak Tanah Air. Lapangan Banteng ibarat memukul angin. Uang haram milik “Orang-Orang Kuat” tetap tidur pulas di negeri orang.
Hasilnya, dari perburuan ribuan triliun rupiah, dana repatriasi yang terkumpul hanya Rp146 triliun, atau tak sampai 10%. Basis pajak tidak bertambah, pertumbuhan ekonomi nasional juga stagnan.
Saat itu, meski tak ada satu pihak pun yang jantan mengakui “kegagalan” tersebut, namun arah angin Tax Amnesty pun berbalik arah. Busur panah yang tadinya menyasar harta karun tersembunyi di luar negeri, justru tajam menghujam ke masyarakat umum, termasuk pelaku UMKM, di dalam negeri.
Kini, angin Tax Amnesty Jilid II kencang berhembus. Sah-sah saja lagu itu kembali dikumandangkan. Tapi, ingat, kalau pengampunan pajak dilakukan berulang, apakah namanya akan menyeramkan lagi?
Bisa jadi, mereka akan berpikir ngemplang atau gelapkan pajak saja lagi, toh nanti akan datang masa pengampunan. Karena, biasanya, yang namanya pengampunan itu cukup sekali. Setelah lewat masa pengampunan, harus berani kejar para pencoleng pajak sampai ke ujung neraka.
Artinya, bila bola Tax Amnesty kembali ditendang, pemerintah harus fokus menggarap harta melimpah yang lama bersarang di kandang orang. Jangan sampai pedang menyasar kemana-mana lagi, bak pendekar mabuk.
Memang, ketika target penerimaan pajak negara tidak tercapai, maka mengutip pajak dari masyarakat adalah cara paling cepat untuk dilakukan. Tujuannya, lagi-lagi, untuk menambal lubang menganga di APBN kita.
Hanya saja, siapa-siapa yang menjadi target dan basis pajak, harus direnungkan via nurani. Dan juga dipikirkan berdasarkan Sila Kelima Pancasila: “Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia”. Paham Pancasila kan?
Bandung, 11 Juni 2021
Salam Sehat,
RR
*) penulis adalah wartawan senior mantan ketua Forum Wartawan Koperasi (Forwakop)
sumber: dicopas dari facebook penulis dengan lebih dulu mendapatkan izin.