Sutiyoso Nilai Tindakan Pangdam Jaya Berlebihan, Mantan KSAD: di Hutan Jadi kucing Dia

Panglima Kodam (Pangdam) Jaya tahun 1996 Letjen TNI (Purn) Sutiyoso. Foto: internet

Beberapa hari setelah penurunan baliho dan spanduk Imam Besar Front Pembela Islam (FPI) Habib Rizieq Shihab, beredar video yang menampilkan Sutiyoso dari potongan program acara Kabar Petang tvOne, Minggu (22/11/2020), kemudian dikutip viva.co.id, Senin (23/11/2020).

semarak.co-Panglima Kodam Jaya tahun 1996 Letjen TNI (Purn) Sutiyoso mengaku heran dengan TNI yang tiba-tiba turun mengerahkan pasukan serta kendaraan taktis Komando Operasi Khusus (Koopsus) ke markas FPI, Petamburan, Jakarta Pusat, beberapa hari lalu.

Bacaan Lainnya

Pria yang disapa Bang Yos itu mengingatkan aparat TNI maju di saat terakhir sebagai senjata pamungkas. Pasukan khusus TNI, kata Bang Yos, punya tugas tak sembarangan karena untuk menembus suatu sasaran yang tak bisa ditembus satuan lain.

“Itu hanya ditugaskan kepada sebuah sasaran yang niscaya tidak bisa dilakukan satuan lain. Itu pasukan khusus maju. Kita belum segenting itu, maksud saya,” ujar Sutiyoso yang sebenarnya hampir sama pernyataannya di program acara Kabar Petang tvOne juga tapi dua hari sebelumnya antara Kamis atau Jumat (20/11/2020).

Dalam suatu wilayah seperti di DKI Jakarta, ulas Sutiyoso, ada tiga unsur berkompeten dalam bertindak yaitu gubernur DKI, Kapolda Metro Jaya, dan Pangdam Jaya. Untuk pemasangan baliho, menurut dia, ada peraturan dan tak bisa sembarangan karena terkait lokasi, ukuran, dan besaran pajak.

“Tapi, jika ada pelanggaran dalam pemasangan baliho itu cukup petugas Satpol Pamong Praja yang menurunkannya. Pun, bila masih ada persoalan hukum dalam baliho karena melanggar peraturan daerah atau perda, maka ada fase Polda Metro Jaya turun tangan. Nah, apakah fase-fase ini sudah dilewati?” sebut Sutiyo yang juga mantan Gubernur DKI.

Kemudian, Bang Yos mengingatkan, seorang pangdam Jaya harus bertindak secara terukur. Meski, ia juga tak menampik dalam TNI itu ada sistem komando antara pangdam Jaya dan atasannya.

“Tindakan apa pun sekali lagi harus terukur, jangan berlebihan. Tetapi ingat ya, saya tidak bisa menyalahkan adik-adik saya juga. Mungkin panglima atau polda gitu karena mereka punya atasan,” ujarnya.

Bang Yos menduga, instruksi Pangdam Jaya Mayjen Dudung Abdurachman terkait dengan pernyataan Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto yang mengunjungi pasukan-pasukan elite TNI. “Saya kira ada hubungannya dengan itu. Bagaimana pun kalau panglima dapat tugas dari atas, dia susah juga,” tuturnya.

Namun, ia mengingatkan, TNI dikerahkan sebagai langkah terakhir jika pihak atau satuan lain sudah tak sanggup menyelesaikannya. “Harus seperti itu menurut pandangan saya. Karena intinya tentara itu dihadapkan kepada musuh dari luar maupun dari dalam misalkan separatisme, teroris itu baru kan,” jelas Bang Yos.

Mantan Kepala BIN Sutiyoso menambahkan, “Kalau kita simak dari pernyataan TNI, akhir-akhir ini kan melakukan sidak ke pasukan elite, Kopassus, Marinir, Kopaska. Tapi sebelum itu, ada juga pernyataan yang sangat tegas Panglima TNI didampingi komandan pasukan elite plus Pangkostrad untuk menjaga persatuan dan kesatuan,” kata seperti dikutip, Sabtu (21/11/2020) dari hasil tayangan kabarpetang tvOne.

TNI, kata Bang Yos, memang sudah mulai menggerakkan atau menyiapkan pasukan-pasukan elite. Termasuk dengan Kostrad yang jumlah pasukannya sangat besar yang dianggap Sutiyoso juga sudah dipersiapkan. Ujungnya tentu, meninggalkan kesan ke permukaan atau ke masyarakat kalau TNI memang serius menghadapi masalah bangsa.

Masalah bangsa dalam hal ini, sambung Sutiyoso, pertama soal penanganan pandemi Covid-19. Menurutnya, pemerintah dinilai sudah sangat serius menanganinya, termasuk melibatkan semua kekuatan yang ada, baik dari kementerian, Pemerintah Daerah, TNI-Polri, masyarakat hingga sukarelawan. “Sudah all aot dikerahkan. Namun tentu bukan masalah ini berarti kan.

Adapun masalah bangsa lainnya adalah pasca kepulangan Imam Besar FPI Habib Rizieq Shihab. Kepulangan itu menimbulkan kehebohan di sana-sini, mulai dari penjemputan di bandara, maulid, pernikahan putrinya, hingga kemudian sukses mengumpulkan massa yang sangat besar.

Kaitannya dengan tupoksi TNI, lanjutnya, memang hanya tunggal, yakni soal pertahanan. Namun, mantan ketua BIN ini mengatakan sekarang belum ada tanda-tanda diserang lawan. “Tapi memang TNI bisa diberikan tugas lain,” kata dia lagi.

Oleh sebab itu, soal pencopotan baliho Habib Rizieq oleh TNI dianggap tidak tepat menurut Sutiyoso. Sebab, hal ini justru menjadi duduk perkara pemicu stigma di masyarakat kalau yang tegang berhadapan adalah TNI. Padahal jika pencopotan baliho tidak dilakukan TNI, stigmanya tidak demikian sekarang ini.

“Terjawab saat Kodam Jaya bersihkan baliho yang memuat gambar dari HRS. Inilah, menurut pandangan saya, padahal cukup dilakukan oleh Trantib, kalau kewalahan minta bantuan Polisi, baru TNI. Itu pun status TNI hanya sekadar bantu saja, jangan diakukan sendiri. Makanya kini seolah yang berhadapan TNI vs HRS, padahal TNI ada di kelompok masyarakat kita juga,” ungkapnya.

Dia menyinggung pengalamannya saat jadi Pangdam Jaya pada 1996. Dia menjelaskan Pangdam Jaya merupakan salah satu dari tiga unsur yang bertanggungjawab di Ibu Kota. Selain Pangdam Jaya, ada Gubernur DKI Jakarta dan Kapolda Metro Jaya.

Pria yang akrab disapa Bang Yos itu menekankan TNI jika pun bertindak itu mesti terukur. Kata dia, pengerahan TNI sebagai langkah terakhir jika satuan lain tak bisa menyelesaikannya. Untuk penurunan baliho pun menurutnya cukup petugas Satpol PP yang mengerjakannya.

“Baliho itu kan ada perda-nya. Tempatnya di mana, ukuran mana, pajak berapa, itu kan tidak bisa sembarangan. Gitu kan. Nah, kalau itu salah ya diturunkan. Diturunkan, dipasangkan lagi, ya turunkan lagi. Itu sudah cukup Satpol PP,” ungkapnya.

“Kalau sudah dan gagal semua, katakan tidak tembus semua baru lah TNI ambil alih. Dan itu sudah ada contohnya saat saya Panglima itu peristiwa 27 Juli. Daerah Polda sudah dianggap tak sanggup lagi maka panglima memerintahkan saya ambil alih. kan itu ceritanya,” ujar Bang Yos.

Terkait itu, ia menilai dalam polemik penurunan baliho perlu langkah-langkah halus terlebih dulu. Ia menyinggung dalam langkah ini seperti operasi penggalangan. “Bagaimana pun atau siapa pun itu semua rakyat kita. Di dalam keluarga, itu ibaratnya anak-anak kita, macam modelnya ada yang nakal, ada yang alim. Nah, yang nakal kita kasih tahu,” tutur Bang Yos.

Namun, jika tak bisa maka ada cara keras tapi tetap terukur sesuai aturan. “Kalau tak tembus baru kita melakukan penggalangan dengan cara-cara keras. Tentu cara keras yang saya maksud itu dengan terukur sesuai hukum yang berlaku itu seperti apa,” jelas Bang Yos.

Pun, ia menanggapi turun tangannya Pasukan Komando Operasi Khusus atau Koopsus dengan kendaraan taktisnya dengan mendatangi ke markas FPI di Petamburan, Jakarta. Ia heran karena situasi Jakarta tak genting.

“Apalagi sampai mengerahkan Pasukan Khusus. Pasukan khusus itu amat-amat barang mahal. Itu hanya ditugaskan kepada sebuah sasaran yang niscaya tidak bisa dilakukan satuan lain. Itu pasukan khusus maju. Kita belum segenting itu,” tutur eks Ketua Umum Parta Keadilan dan Persatuan Indonesia (PKPI) itu.

Sebelumnya, viral konvoi melintasnya kendaraan taktis milik pasukan elite Koopsus TNI mendekat markas FPI, Jalan Petamburan, Jakarta. Kendaraan taktis tempur dalam berbagai video yang viral itu menegaskan tulisan Koopsus. Sejumlah kendaraan taktis itu pun sempat berhenti di depan markas FPI, Jalan Petamburan III, Jakarta Pusat.

Untuk diketahui, Koopsus adalah pasukan elite dari 3 matra yaitu Angkatan Darat, Angkatan Laut, dan Angkatan Udara. Pasukan elite ini baru dibentuk pada 2019 dengan merujuk Peraturan Presiden Nomor 42 Tahun 2019.

Mengutip viva.co.id yang menurunkan berita tentang viral di jagat media social (medsos) video wawancara mantan Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) Jenderal (purn) TNI Pramono Edhi Wibowo yang juga adik ipar Presiden Susilo Bambang Yudhoyono kembali ramai di media sosial.

Video berisi soal tipe-tipe anak buahnya kembali diviralkan lantaran mengomentari sikap Pangdam Jaya Mayjen Dudung Abdurachman yang begitu lantang memerintahkan anak buahnya untuk mencopot baliho Imam Besar Front Pembela Islam Habib Rizieq Shihab.

Dilihat VIVA Senin, 23 November 2020, di youtube”>YouTube Channel Pramono Edhie Wibowo itu ditayangkan sekitar enam tahun yang lalu ditonton sekitar 34 ribu. Dalam ceritanya, Pramono mengatakan ada tipikal anak buah yang berani di kota dan takut di hutan.

“Biasanya kalau orang yang takutnya terlalu tinggi, saya perhatikan adalah orang yang kejam di basis dan itu penakut di hutan. Yang orangnya kalem di kota jago di hutan, berani. Kalau orangnya kayak jeger-negeri di kota, saya perhatikan penakut di hutan. Anak buah saya yang hebat-hebat kalau di kota berani, di hutan jadi kucing dia,” ujar Pramono dalam video tersebut.

Pramono menambahkan, dia mengenal anak buah cukup detail. Hal itu lantaran sejak lulus dari AKABRI 1980 dengan pangkat letnan dua, Pramono ditugaskan ke Timor-Timor. Di sana dia ditugaskan selama tujuh tahun hingga pangkatnya letnan kolonel. Dari situ, Pramono mengetahui jika perang adalah proses mengadu kebersihan hati.

“Perang itu adalah mengadu kebersihan hati, orang yang tidak bersih hati bisa dijawab di lapangan. Jadi kalau ada orang yang menggunakan perang untuk naik pangkat, nanti kena sendiri. Saya berkali-kali melihat itu.  Hanya ingin terlihat hebat dan memerintahkan prajuritnya dan tidak peduli pada prajurit akan kena sendiri,” ucap Pramono. (ase/net/smr)

 

sumber: viva.co.id/law-justice.co (Senin, 23 November 2020|06:05 WIB) di WA Group ANIES GUBERNUR DKI/WA Group Anies For Presiden 2024

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *