Sukses Dukung PRK dan Berdayakan Masyarakat, Desa Wonoasri Diresmikan Jadi Pusat Batik Warna

Menteri Bambang Brodjonegoro (kiri). foto: Humas Kementerian PPN/Bappenas

Indonesia Climate Change Trust Fund (ICCTF) menggandeng Universitas Jember berhasil memberdayakan Desa Wonoasri, Kecamatan Tempurejo sebagai Pusat Batik Warna Alam Taman Nasional Meru Betiri (TNMB).

Dengan pendanaan dari USAID, ICCTF telah menyalurkan pendanaan sejak 2017 hingga 2018 untuk program “Pengelolaan Area Rehabilitasi TNMB melalui Pembangunan Desain Plot Demonstrasi Menggunakan Penutupan Vegetasi Keberlanjutan”.

Tak hanya berhasil melakukan rehabilitasi dan meningkatkan produktivitas TNMB, program ini juga berhasil memberdayakan masyarakat dalam mengembangkan klaster ekonomi kreatif berbasis pengetahuan dan potensi alam.

Salah satunya adalah Batik Meru Betiri, yang dikembangkan masyarakat Desa Wonoasri, dengan mengkombinasikan corak batik khas Meru Betiri dengan pewarna alami dari daun jati, biji pohon joho lawe, daun tanaman putri malu, hingga kulit kayu pohon jambal.

Menteri PPN/Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro mengatakan, kegiatan ini menjadi contoh yang baik dalam hal sustainability project. Di mana kegiatan dapat terus berjalan bahkan semakin berkembang meskipun dukungan langsung dari ICCTF telah berakhir.

Bahkan salah satu desa yang menjadi lokasi pelaksanaan proyek, yaitu Desa Wonoasri, berhasil mengembangkan klaster ekonomi kreatif berupa batik lokal khas Meru Betiri dengan warna alami.

“Saya mengapresiasi berbagai penelitian yang dilakukan Universitas Jember, salah satunya adalah kerja sama dan kolaborasi dalam mengelola kawasan TNMB ini. Rehabilitasi kawasan hutan lindung ini turut mendukung target penurunan emisi di Jawa Timur sebesar 6.221.572 ton CO2eq,” jelas Bambang usai meresmikan Desa Wonoasri sebagai Pusat Batik Meru Betiri, Rabu (31/7/2019) di Gedung Rektorat Universitas Jember seperti dirilis Humas Kementerian PPN/Bappenas.

Pemberdayaan masyarakat sekitar TNMB terutama turut meningkatkan kapasitas SDM, manajemen, permodalan, dan akses kepada pasar. Penggunaan pewarna alam berasal dari akar dan batang tanaman mangrove, daun jati dan tumbuhan putri malu dan sebagainya.

Terdapat 13 motif batik yang bersumber dari kekayaan hayati TNMB baik flora maupun flora, misalnya motif samber elang, lembah padmosari, jejak matul, siput meru, botol cabe, rekahan rafflesia, pucuk cabe jawa, kuncup cabe, kepak elang, tapak asri, lebah meru, hingga alas meru.

Sejak awal 2018, terbentuk Kelompok Usaha Bersama (KUBE) yang memanfaatkan kekayaan alam TNMB mulai dari batik warna alam, minuman herbal hingga camilan khas Desa Wonoasri.

Rektor Universitas Jember Moh. Hasan menjelaskan awalnya program rehabilitasi TNMB ini dilaksanakan dalam enam subprogram di antaranya  penanaman tanaman ekonomi non kayu, peningkatan kesuburan dan daya sangga tanah, penilaian ekologi kawasan rehabilitasi, pembuatan hutan kolong dan pekarangan.

Lantas perumusan kerjasama baru antara TNMB dengan masyarakat, serta pemberdayaan masyarakat Desa Wonoasri, Kecamatan Tempurejo sebagai daerah penyangga TNMB.

Fakta menunjukan banyak masyarakatDesa Wonoasri yang merantau dan menjadi buruh migran. Dengan mempertimbangkan aspek sosial, pertumbuhan ekonomi, serta lingkungan, para peneliti Universitas Jember memfasilitasi kelompok pembatik Kehati yang beranggotakan 46 orang untuk mendapatkan pelatihan membatik dengan pewarna alam yang berasal dari TNMB.

Menteri Bambang berharap apa yang dilakukan Kementerian PPN/Bappenas, ICCTF, USAID, dan Universitas Jember dalam upaya penurunan emisi Gas Rumah Kaca yang sekaligus meningkatkan ekonomi masyarakat, dapat menjadi langkah awal dan contoh yang baik, yang dapat menginspirasi berbagai pihak untuk mereplikasi.

“Kegiatan ini menjadi salah satu contoh konkret Pembangunan Rendah Karbon (PRK), di mana kegiatan yang dilakukan adalah rehabilitasi kawasan hutan sekunder, sekaligus melakukan aktivitas pemberdayaan ekonomi masyarakat yang dapat meningkatkan pendapatan serta kohesi sosial masyarakat setempat,” timpal Bambang.

Semoga dapat menginspirasi pemerintah daerahdengan mencantumkan kegiatan PRK dalam agenda dan dokumen perencanaannya sebagai bagian dari proses replikasi dan scaling up. (lin)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *