Pada Pemilu Legislatif (Pileg) dan Pemilihan Presiden (Pilpres) 2019, Partai Persatuan Pembangunan (PPP) terkena sial. Ini disebut karena dimonopoli keluarga besar alias trah Rachmat Yasin (RY), maka suara PPP hancur.
Itu diungkapkan kader senior PPP di Kabupaten Bogor, H. Bono saat menjadi salah seorang pembicara dalam diskusi terbatas yang membahas seputar persoalan PPP di Jawa Barat dan Kota/Kabupaten Bogor di Jakarta, Senin (17/6/2019).
“Ini fakta. Pada Pileg dan Pilpres 2019 ini, suara PPP hancur lebur. Dan yang memonopoli PPP di Kabupaten Bogor khususnya dan Jawa Barat adalah trah RY (Rachmat Yasin,red). Suara partai berlambang Ka’bah pada Pemilu 2019 ini sangat memprihatinkan,” ujar H. Bono.
Bagaimana tidak memprihatinkan, rinci H Bono, pada Pileg 2019 ini, untuk DPRD Provinsi Jawa Barat, PPP hanya dapat 3 kursi, dari sebelumnya 9 kursi. Di Kabupaten Bogor pun sama turun dari 7 kursi pada Pileg 2014, PPP sekarang hanya mendapat 6 kursi di 2019.
“Untuk DPR RI, PPP juga terjun bebas dari 7 kursi di 2014, sekarang 2019 hanya dapat 3 kursi dan semua suara yang didapat tidak full (penuh). Sedangkan, di Kota Bogor, kursi PPP stagnan hanya di 5 kursi,” paparnya.
Ia pun menuding Bupati Bogor yang juga Ketua DPW PPP Jawa Barat Ade Munawaroh Yasin (Ade Yasin) telah gagal memimpin partai. Dan Ade Yasin harus bertanggung jawab atas terjun bebasnya suara PPP di bumi Pasundan dan Kabupaten Bogor.
“Termasuk Ketua DPC PPP Bogor, Elly Halimah Yasin (Elly Yasin). Mereka ini RY, Ade Yasin, Elly Yasin kan memonopoli kepengurusan kepemimpinan PPP di Kabupaten Bogor dan Jawa Barat. Jadi, PPP ini seperti kena sial saat dipimpin trah RY karena suaranya bukannya naik malah turun,” kritiknya.
PPP Sumbang Kekalahan Jokowi
Akibat menurunnya suara PPP di Pileg 2019, Pasangan Calon Presiden dan Wakil Presiden Nomor 1, Joko Widodo-Ma’ruf Amin terkena dampaknya. PPP pun ikut menyumbang kekalahan Jokowi-Ma’ruf Amin. Menurut H. Bono, Ade Yasin jelas gagal menakhodai PPP di Jawa Barat termasuk Kabupaten Bogor.
“Rumor yang saya dengar, dia (Ade Yasin) minta cepat-cepat dilantik jadi bupati karena yakin akan bisa menyumbang kemenangan 60% suara untuk Jokowi. Faktanya di Kabupaten Bogor, suara Jokowi-Ma’ruf Amin tidak sampai 30 persen. Hanya sekitar 29 persen. Kalah telak dari Prabowo-Sandi,” ucapnya.
Kondisi PPP yang tidak baik, ternyata membawa dampak buruk terhadap kader senior. Mereka jadi tidak nyaman dan akhirnya banyak yang pindah ke partai lain.
“Banyak elit partai PPP di Jawa Barat yang pindah partai seperti Hasan Zaenal, Tatang dan lain-lain. Ini akibat pimpinan partai gagal mengelola PPP Jawa Barat dan Kabupaten Bogor. Kader jadi tidak nyaman dan pindah partai,” cetusnya.
Kondisi PPP yang makin hancur ini tentu menjadi beban berat sekaligus pukulan telak bagi Ade Yasin selaku ketua DPW PPP Jawa Barat. “Ya pasti ini jadi beban berat dan pukulan telak dia (Ade Yasin). Pokoknya dipimpin RY dulu juga sama PPP hancur,” imbuhnya.
Malah RY ditangkap KPK karena korupsi. “Ini secara tidak langsung membuat PPP jadi turun kepercayaannya di masyarakat Kota/Kabupaten Bogor dan Jawa Barat umumnya,” terang H. Bono.
Bono mengkritik trah atau keluarga RY yang sangat ambisius dalam mencari dan mendapatkan kekuasaan. “Semua pimpinan kepengurusan PPP dikuasai trah RY. Lihat, RY turun dari bupati dan ketua DPW PPP Bogor sekarang adiknya yang gantiin si Ade Yasin sebagai bupati Bogor dan ketua DPW PPP,” sindirnya.
Istri RY, lanjut dia, Elly Yasin jadi ketua DPC PPP. Dulu waktu Pilwakot Bogor, adik RY, Zaenul Muttaqin maju juga. Belum kerabat yang lain. Ini harus dihentikan. Menguasai partai apakah untuk memperkaya diri atau membesarkan partai. “Dan apakah keluarga RY ini cukup kaya sehingga memborong Pilkada?” tanyanya.
RY Harus Bertanggung Jawab
Kader PPP lainnya, Herman ikut mengkritisi trah RY. Menurutnya, kepemimpinan trah RY saat ini harus dievaluasi termasuk kepemimpinan Ade Yasin dan Elly Yasin sebagai ketua DPW PPP Jabar dan Ketua DPC PPP Kab. Bogor.
“Trah RY harus bertangggung jawab atas kemerosotann suara PPP di Kabupaten Bogor dan Jawa Barat. Suara Jokowi ikut hancur tentu karena performa PPP yang gagal di 2019,” tandasnya.
Kata Herman, harus juga ada evaluasi dan perubahan-perubahan yang signifikan terhadap kader-kader partai. “Mulai dari anak ranting, ranting, anak cabang (PAC) dan cabang (DPC),” tukasnya.
Dirinya pun menuding ketua DPC PPP Kabupaten Bogor bermain “silent” dan tidak ada pergerakan besar dalam menggerakkan mesin partai di Pemilu 2019. “PPP hancur suaranya. Padahal, sebenarnya, Jawa Barat dan Kabupaten Bogor itu lumbung suara PPP lho dari dulu.
Dari zamannya Ketum PPP Pak Naro, Mintaredja, Buya Ismail Metarium, Pak Hamzah dan Pak Surya pun masih lumbung. Namun, sambung Herman, saat ini, suara PPP hancur lebur. “Harus dievaluasi ini kesalahan kader atau pimpinanannya? Siapa pun itu harus dievaluasi,” pintanya.
Di sisi lain, Herman juga sepakat bahwa PPP tidak dimonopoli lagi oleh keluarga besar RY. “PPP tidak boleh dimonopoli kelompok tertentu, keluarga atau golongan tertentu. Harus terbuka dan transparan PPP ini dikelola,” kritik Herman.
Saat dikonfirmasi mengenai tudingan miring merosotnya suara PPP di Jawa Barat dan Kabupaten Bogor serta monopoli kepemimpinan PPP di dua wilayah tersebut, RY tidak dapat dihubungi.
Ponsel mantan bupati Bogor tersebut ketika dihubungi wartawan tidak aktif alias terhubung mail box (kotak suara). Begitu juga, ponsel Ade Yasin sama. Tidak aktif alias terhubung kotak suara.
Ketua DPC PPP Kabupaten Bogor, Elly Yasin. Dan, yang mengangkat adalah seorang perempuan bernama Dwi yang mengaku sebagai aspri alias asisten pribadi Elly Yasin. “Ibu (Elly Yasin) jarang pegang HP, Mas. Atau WhatsApp (WA) saja ke nomor saya yang satu lagi. Nanti saya sampaikan ke beliau,” ujar Dwi.
Pesan whatsapp (WA) ke nomor ponsel Elly Yasin dan asprinya tersebut. Sayangnya, hingga berita ini diturunkan, balasan WA dari Elly Yasin belum juga muncul. (ags/lin)