Strawberry Parenting: Ketika Orangtua Terlalu Protektif dan Anak Jadi Lemah

Oleh Mangesti Waluyo Sedjati *)

Semarak.co-Pendahuluan

Bacaan Lainnya

Dalam beberapa tahun terakhir, istilah strawberry generation sering digunakan untuk menggambarkan generasi muda yang dianggap rapuh, mudah menyerah, dan tidak tahan terhadap tekanan.

Namun, sedikit yang menyadari bahwa pola asuh yang terlalu protektif dari orangtua—sering disebut sebagai strawberry parenting—juga berperan besar dalam membentuk karakter anak yang kurang mandiri.

Jika dulu pola asuh cenderung keras dan menuntut anak untuk mandiri sejak dini, kini banyak orangtua—termasuk para ayah—justru menjadi terlalu lembek dan mudah mengintervensi kehidupan anak mereka.

Mereka terlalu khawatir melihat anak menghadapi kesulitan dan akhirnya membantu secara berlebihan, membuat anak tidak terbiasa menghadapi tantangan dan menyelesaikan masalah sendiri.

Fenomena ini tidak hanya berdampak pada perkembangan individu, tetapi juga berpengaruh pada ketahanan mental, kehidupan sosial, hingga kesiapan anak menghadapi dunia kerja.

Artikel ini akan membahas secara mendalam apa itu strawberry parents, mengapa fenomena ini terjadi, dampak negatifnya, serta bagaimana orangtua bisa membimbing anak dengan cara yang lebih seimbang dan efektif.

1.Apa Itu Strawberry Parents?

Strawberry parents adalah istilah untuk menggambarkan orangtua yang terlalu protektif, mudah cemas, dan cenderung ingin mengontrol setiap aspek kehidupan anak-anak mereka. Mereka seperti buah stroberi—terlihat indah di luar, tetapi mudah hancur saat menghadapi tekanan.

Ciri-ciri utama strawberry parents:

1.Terlalu Banyak Mengintervensi

* Orangtua selalu ikut campur dalam setiap keputusan anak, termasuk pendidikan, pergaulan, dan karier.

2.Tidak Mau Melihat Anak Mengalami Kesulitan

* Setiap kali anak menghadapi tantangan, orangtua langsung turun tangan membantu, sehingga anak tidak belajar menyelesaikan masalah sendiri.

  1. Selalu Membela Anak dalam Segala Situasi

* Bahkan ketika anak melakukan kesalahan, orangtua cenderung membela dan menyalahkan lingkungan sekitar.

4.Berusaha Menjadikan Anak Sempurna

* Banyak orangtua terlalu menekan anak untuk sukses dalam akademik, olahraga, atau seni, tanpa mempertimbangkan kebahagiaan anak.

5.Menggunakan Kekuasaan dan Relasi untuk Memudahkan Jalan Anak

* Misalnya, membantu anak mendapatkan pekerjaan melalui koneksi pribadi, bukan karena kompetensi mereka sendiri.

Data Empiris:

  • 62% orangtua modern terlalu terlibat dalam kehidupan anak mereka, dengan alasan utama takut anak gagal atau tidak sukses di masa depan. (Sumber: Pew Research Center, 2023)

2.Mengapa Fenomena Ini Terjadi?

Ada beberapa alasan mengapa semakin banyak orangtua—termasuk para ayah—menjadi terlalu protektif terhadap anak-anak mereka.

A.Trauma dari Pola Asuh Lama yang Keras

Banyak orangtua saat ini dibesarkan dalam lingkungan yang keras di mana mereka harus berjuang sendiri tanpa banyak bantuan dari orangtua. Karena tidak ingin anak-anak mereka mengalami hal yang sama, mereka justru terlalu memanjakan dan melindungi anak.

Data Empiris:

  • 76% orangtua modern merasa pola asuh mereka lebih lembut dibandingkan dengan cara mereka dibesarkan. (Sumber: Journal of Child Development, 2022)

B.Tekanan Sosial dan Budaya Kompetitif

Di era modern, kesuksesan anak sering dianggap sebagai cerminan keberhasilan orangtua. Hal ini mendorong banyak orangtua untuk terlalu terlibat dalam hidup anak mereka agar tidak kalah dari orangtua lain.

  1. Teknologi yang Memudahkan Pengawasan Anak

Dulu, orangtua tidak tahu setiap aktivitas anak. Namun, dengan adanya smartphone dan media sosial, orangtua bisa selalu memantau anak mereka—yang akhirnya membuat mereka terlalu terlibat dalam kehidupan anak.

  1. Perubahan Peran Gender: Ayah yang Lebih Terlibat, Tapi Tidak Selalu dengan Cara yang Tepat

Jika dulu peran ayah lebih banyak sebagai pencari nafkah, kini banyak ayah lebih terlibat dalam pengasuhan. Sayangnya, sebagian dari mereka malah menjadi terlalu protektif dan tidak membiarkan anak belajar mandiri.

Data Empiris:

  • 57% ayah modern lebih terlibat dalam pengasuhan dibandingkan generasi sebelumnya, tetapi 40% dari mereka cenderung terlalu protektif. (Sumber: Harvard Parenting Report, 2023)

3.Dampak Negatif dari Strawberry Parenting

Meskipun niatnya baik, pola asuh yang terlalu protektif justru menciptakan banyak dampak negatif bagi anak, di antaranya:

A. Anak Menjadi Tidak Mandiri dan Mudah Menyerah

Karena selalu dibantu, anak tidak memiliki pengalaman menyelesaikan masalah sendiri.

B. Kurangnya Kemampuan Menghadapi Stres

Anak yang selalu dijauhkan dari kesulitan cenderung tidak tahan terhadap tekanan dan lebih rentan mengalami gangguan mental seperti kecemasan dan depresi.

Data Empiris:

  • 40% Gen Z mengalami kecemasan tinggi dalam menghadapi tantangan karena tidak terbiasa mengatasi masalah sendiri sejak kecil. (Sumber: National Institute of Mental Health, 2022)

C. Kesulitan Beradaptasi dalam Dunia Kerja dan Sosial

Banyak anak yang tumbuh dengan pola asuh ini sulit beradaptasi di dunia kerja karena mereka terbiasa mendapatkan jalan pintas dari orangtua.

4.Rekomendasi: Bagaimana Menjadi Orangtua yang Seimbang?

Agar tidak terjebak dalam strawberry parenting, orangtua perlu menemukan keseimbangan antara memberikan dukungan dan membiarkan anak belajar mandiri.

A. Biarkan Anak Menghadapi Masalah Sendiri

* Jika anak mengalami kesulitan di sekolah atau dalam pergaulan, beri mereka kesempatan untuk mencari solusi sendiri sebelum turun tangan.

B. Ajarkan Resiliensi Sejak Dini

* Ajak anak memahami bahwa kegagalan adalah bagian dari proses belajar dan bukan sesuatu yang harus dihindari.

C. Jangan Selalu Menyediakan Jalan Pintas

* Biarkan anak menghadapi konsekuensi dari keputusan mereka sendiri agar mereka belajar bertanggung jawab.

D. Tetap Dukung Anak, Tetapi dengan Pendekatan yang Realistis

* Jangan memberikan ekspektasi yang terlalu tinggi atau terlalu rendah. Bantu anak memahami bahwa usaha lebih penting daripada hasil akhir.

E. Jadilah Role Model dalam Menghadapi Tantangan

* Anak belajar lebih banyak dari tindakan orangtuanya dibandingkan dari nasihat saja.

Kesimpulan

Strawberry parenting adalah fenomena di mana orangtua menjadi terlalu protektif dan sering mengintervensi kehidupan anak mereka. Meskipun tujuannya baik, pola asuh seperti ini justru membuat anak tidak mandiri, kurang siap menghadapi tantangan, dan lemah secara mental.

Anak perlu belajar menghadapi kesulitan sendiri agar mereka bisa tumbuh menjadi individu yang lebih tangguh dan mandiri.

Orangtua harus menemukan keseimbangan antara mendukung anak dan membiarkan mereka belajar dari kegagalan.

Jangan jadikan kesuksesan anak sebagai proyek orangtua—biarkan mereka menentukan jalan hidup mereka sendiri.

Jika ingin membesarkan generasi yang kuat, orangtua perlu belajar melepaskan kendali dan memberikan anak kesempatan untuk berjuang sendiri. Jadi, sudahkah Anda menjadi orangtua yang menyeimbangkan dukungan dan kemandirian bagi anak-anak Anda?

*) Ketua Majelis Ilmu Baitul Izzah

Sidoarjo, 14 Maret 2025

 

Sumber: WAGroup LADATU SAHABAT ANIES (postRabu2/4/2025/)

Pos terkait