Stafsus BUMN Arya Sinulingga Sentil Ahok karena Bongkar Borok BUMN, Refly: Itu Porsi Direktur

Refly Harun. foto: internet

Staf khusus (Stafsus) Kementerian BUMN Arya Sinulingga menyentil pernyataan Komisaris Utama (Komut) PT Pertamina (Persero) Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok yang menyebut banyak kontrak-kontrak di BUMN bermasalah, termasuk Pertamina.

semarak.co-Menurut Arya, mungkin Ahok tak mengikuti perkembangan BUMN. Padahal sudah banyak kasus di BUMN yang dibawa ke ranah hukum. Dia mengingatkan Ahok jangan sampai komut rasa direksi. Menurut dia, seharusnya Ahok tidak perlu berbicara melebih kapasitasnya sebagai komisaris utama.

Bacaan Lainnya

“Makanya kita agak bingung. Pak Ahok ini mungkin tidak mengikuti perkembangan di BUMN. Seperti kasus-kasus misalnya. Berapa banyak itu direksi kita laporkan, direksi Asabari kita laporkan, direksi Jiwasraya kita laporkan,” sentil Arya kepada media, Minggu (28/11/2021) seperti dilansir kabar24.bisnis.com/read/20211129.

Bahkan, dari kasus itu ada yang dihukum seumur hidup. Menurut Arya, itu belum pernah terjadi dalam sejarah BUMN. “Bahkan bisa lihat itu dihukum seumur hidup, itu belum pernah ada sejarahnya,” ujarnya.

Arya mengatakan, langkah penegakan hukum terus dilakukan. Dia menyayangkan Ahok yang banyak bicara tentang BUMN, tapi tidak mengetahui perkembangannya. “Sayang gitu. Pak Ahok kok enggak mengikuti perkembangan BUMN, tapi banyak bicara mengenai BUMN. Nah, ini harusnya Pak Ahok lihat-lihatlah perkembangan BUMN, apalagi beliau komut di Pertamina,” tutur Arya.

“Jangan sampai Pak Ahok ini di Pertamina jadi komisaris berasa direktur gitu. Komut rasa Dirut tuh. Jangan. Harus tahu batasan-batasannya. Harusnya beliau lihat juga bahwa apa yang diomongkan beliau itu udah lama diomongkan Pak Erick Thohir,” ujar Arya kepada awak media di Jakarta, Minggu (28/11/2021).

“Mulai dari urusan jangan sampai proyek jadi bancakan korupsi bahwa BUMN itu adalah perusahaan milik negara. Kemudian juga kalaupun ada kerja sama dengan BUMN harus win-win solution, tidak boleh ada yang dirugikan. Itu semua itu udah dibicarakan oleh Pak Erick jauh-jauh hari,” demikian Arya melanjutkan.

Kementerian memiliki lima program transformasi BUMN dan seharusnya Ahok mengetahui hal tersebut. Program ini dijalankan oleh semua BUMN. Arya mengaku bingung jika Ahok tak memahami lima program transformasi ini. Sebagai komisaris utama, dia seharusnya menjadikan program tersebut sebagai acuan.

Sentilan Arya Sinulingga tak mendapat respons Ahok secara langsung, akan tetapi netizen yang membaca komentar tersebut justru mempertanyakan kapasitas Arya Sinuligga. Netizen justru percaya dengan apa yang diungkap mantan Gubernur DKI Jakarta ini sebagai hal yang benar.

Sehingga pernyataan Ahok mendapat dukungan Netizen. Dukungan pada Ahok dibuktikan Netizen dengan melontarkan serangan pada sebuah akun yang mengunggah pernyataan tersebut. “Lhaaa elu cuma stafsus merasa menteri,” protes @cinggaro seperti dikutip seputartangsel.pikiran-rakyat.com/ 28 November 2021, 23:18 WIB.

“….jangan sampai arya sayurlingga STAF BUMN merasa menteri BUMN..,” tambah @YusufNusantara1 menimpali pula.

“Merasa tersaingi ama komut. Lucuk lama lama,” komentar @TheMaximvs09.

Dia itu cuma stafsus, yang angkat dia tergantung selera menteri nya. Kau itu harus ingat…. Presiden Jokowi lah yang menempatkan BTP menjadi Komut Pertamina. Ngerti kau……?” protes @marpaung913.

“Jangan jangan dia yg ngincar kursi ET,” komentar @Mudjisalomo.

“Lebih bermanfaat Pak Ahok dari pada elu bro. Jauuuuhh,” tambah @flaeresia.

Seperti diketahui, pernyataan Ahok tersebut dikatakannya dalam perbincangan di akun Youtube Panggil Saya BTP yang tayang, Jumat (26/11/2021) berjudul ‘Pejabat Tidak Boleh Takut untuk Mengeksekusi’. Dalam salah satu pernyataannya di Youtube pribadinya itu, Ahok menyinggung mengenai banyak kontrak di BUMN merugikan.

Ahok pun marah dengan temuan itu. Selain merugikan BUMN, kontrak bisnis itu justru menguntungkan pihak lain. Ahok bertambah geram. Meskipun kontrak itu merugikan BUMN, namun hanya dianggap angin lalu oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).

Lembaga tersebut hanya menilai masalah itu hanya persoalan salah bayar atau kelebihan bayar. “Tapi mungkin Anda terlindungi oknum BPK, tidak ada kerugian kali, atau dikatakan cuma salah bayar atau kelebihan bayar mungkin. Tapi kalau saya, pasti Anda saya proses,” katanya.

Menurut Ahok, kontrak yang merugikan BUMN ini terjadi lantaran direksi yang bersangkutan diimingi-imingi mendapatkan sesuatu. Salah satunya jabatan di perusahaan swasta setelah keluar dari BUMN. “Jadi kadang-kadang mohon maaf, banyak oknum direksi BUMN seolah-olah takut padahal juga maling,” ucapnya.

“Kenapa kontrak menguntungkan pihak lain, itu mensreanya atau niat ada, tetapi mungkin terlindungi oknum BPK gak ada kerugian negara kan atau dikatakan cuma salah bayar atau kelebihan bayar. Tapi kalau saya pasti diproses, saya udah kenyang dengan oknum BPK,” beber Ahok.

Ahok juga membuka beberapa ‘permainan’ oknum di Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang dianggap sebagai penentu yang tidak bisa digugat pejabat siapa pun. Hal itu terjadi karena undang-undang BPK mendukung itu. “Sehingga kalau ada Revisi KPK, kalau saya mengusulkan Revisi UU BPK,” keras Ahok.

Dalam pernyataannya Ahok juga menyinggung dirut yang wajib berani eksekusi, jangan sampai dirut tak berani eksekusi, sedangkan gajinya dibandingkan komisaris jauh lebih tinggi.

Diberitakan depok.pikiran-rakyat.com/29 November 2021, 06:20 WIB/Pakar hukum tata negara Refly Harun turut menanggapi perseteruan antara Stafsus Kementerian BUMN Arya Sinulingga terkait tindakan Ahok yang disebut berlagak seperti Direktur Utama BUMN. Ia mengatakan bahwa urusan internal BUMN tak selayaknya dibicarakan ke publik, tetapi kepada direksi utama.

“Harusnya ke publik itu bukan tugasnya komisaris, termasuk komisaris utama. Ke publik itu adalah porsi dari direktur utama atau direksi secara keseluruhan,” katanya seperti dikutip Pikirantakyat-Depok.com dari kanal YouTube Refly Harun.

Lebih lanjut, ia mengatakan bahwa tugas komisaris adalah melakukan pengawasan terhadap direksi dan model pengawasan pada suatu perusahaan berjenjang. “Jadi model pengawasannya ya berjenjang. Ada yang namanya pengawas internal,” ujarnya.

Pakar hukum tata negara ini juga mengatakan bahwa bila ada kasus yang terjadi di internal perusahaan, maka yang berbicara ke publik adalah direksi utama. Terkait tindakan Ahok yang menemukan adanya kontrak bisnis yang merugikan perusahaan, seharusnya bukan ranah dia bicara ke publik.

“Temuan-temuan tersebut tidak dia sampaikan ke publik, tapi kepada direksi untuk perbaikan,” tutur Refli yang mantan komisaris BUMN. (net/bis/prc/smr)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *