by Faizal Assegaf *)
semarak.co-Inilah drama politik paling busuk. Para menteri sibuk berburu tiket Pilpres. Ada yang rajin menjilat presiden, teror partai dengan isu korupsi dan hamburin fulus. Berpesta ria di atas empuknya fasilitas negara.
Para pembantu presiden di ruang kabinet seolah kumpulan makelar politik. Bermodalkan jabatan, jaringan kekuasaan dan pidato yang membual, berlomba mengais untung di jalur politik culas.
Muncul aneka dugaan kasus korupsi proyek strategis bernilai puluhan triliun. Rupa macam pelanggaran etika, kampanye terselubung melalui jasa kekuasaan hingga terbongkar skandal besar 349 trililiun.
Prabowo Subianto dituding terlibat dugaan kasus Food Estate. Tapi jurus mesra dengan Jokowi beri kesan penegak hukum jadi mandul. Bahkan seolah dilindungi dan bebas melenggang.
Begitu pula Mahfud MD, getol teriak korupsi hanya ke pihak yang dianggap tak sejalan dengan kepentingan politik. Sementara skandal 349 T yang berada di atas meja Menko Polhukam, tertutup rapi.
Celakanya kasus 349 T tersebut bergulir jadi isu kampanye pencitraan bagi Mahfud. Publik dikadalin seolah dirinya paling bersih dan anti kejahatan korupsi. Faktanya, kasus itu tak dituntaskan.
Bahkan yang terjadi, Mahfud menjaring sejumlah tokoh kritis dalam Tim Percepatan Reformasi Hukum. Tak jelas apa yang dikerjakan. Publik mencium manuver itu punya misi politik jelang Pilpres.
Kini, setelah berbulan-bulan jualan isu panas skandal 349 T, tiba-tiba namanya digiring PDIP untuk jadi Cawapres Ganjar. Wajar, rakyat menduga kasus korupsi besar berujung deal politik.
Kecurigaan serupa pun tak beda dengan kasus Food Estate. Tidak transparannya proyek tersebut, lantaran Prabowo dan Jokowi saling melindungi. Kekuasaan menjadi lapak empuk dan pemufakatan licik.
Negara disandera jahatnya politik kotor…!
*) kritikus
sumber: WAGroup DKI JAKARTA FORNAS (postMinggu22/10/2023/sunan)