Keputusan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 291 Tahun 2018 tentang Penempatan Pekerja Migran Indonesia (PMI) Satu Kanal ke Arab Saudi dinilai bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017 tentang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (PMI).
Praktisi Hukum Said Salahudin mengatakan, salah satu syarat dalam UU No 18/2017menyebut negara penerima PMI harus mempunyai UU yang melindungi Tenaga Kerja Asing (TKA).
“Kepmen itu mengabaikan Pasal 31 UU 18/2017 tentang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia mengenai syarat proteksi TKI oleh negara tujuan,” kata Said dalam diskusi dengan tema, “Model Ideal Penempatan TKI Satu Kanal” di Kantor INSED, kawasan Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Rabu sore (30/1).
Tampil sebagai pembicara lain Ketua Komisi IX DPR Dede Yusuf dan analis masalah Ketenagakerjaan dan Human Trafficking Edi Hardum. Edi Hardum dikenal sebagai wartawan dan dan Ketua Umum Persatuan Wartawan Ketenagakerjaan Indonesia (PWKI).
Dari dulu, nilai Said, Arab Saudi tidak mempunyai aturan hukum yang melindungi TKA. “Terus kalau sekarang ada? Apa benar ? Seperti apa isinya ? Kenapa tidak dicantumkan dalam Kepmen tersebut di atas,” kata Said.
Kekurangan lain dalam Kepmen tersebut, kutip dia, Perusahaan Pengiriman Pekerja Migran Indonesia (P3MI) yang mau mengirim PMI ke Arab Saudi harus minimal lima pengalaman mengirim PMI, harus bergabung dengan Asosiasi Pengusaha Jasa Tenaga Kerja Indonesia (Apjati).
“Masa harus berpengalaman lima tahun minimal ? Itu berarti perusahaan-perusahaan itu yang bisa mengirim. Ini bahaya. Terus harus gabung dengan Apjati. Ini bahaya juga,” kata Said yang juga pengamat politik.
Kepmen tersebut dikeluarkan dengan tujuan, duga Said, pertama untuk mendapatkan keuntungan uang sebesar-besarnya bagi orang tertentu atau kelompok tertentu atau partai politik tertentu.
Kedua, ada hubungan dengan kepentingan politik 2019, terutama terkait nomor induk KTP. Karena itu, Said mengusulkan agar Kepmen tersebut segera digugat ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) agar dibatalkan.“Saya menduga juga tidak terlepas dari kepentingan politik juga,” katanya.
Edi Hardum berpendapat, Menteri Ketenagakerjaan mengeluarkan Kepmen 291 Tahun 2018 menunjukan pemerintah membatalkan kebijakan penghentian pengiriman PMI ke negara-negara Timur Tengah yang berlaku sejak April 2014. “Mengapa pemerintah tidak umumkan saja secara terus terang dan terbuka,” kata Edi.
Edi menyayangkan pemerintah mengeluarkan Kepmen tersebut. Sebab, pemerintah sebenarnya belum menjalankan UU 18 / 2017 tetapi berlakukan Kepmen yang isinya justru bertentangan dengan UU 18 / 2017.
“Salah satu yang diamanatkan dalam UU 18 / 2017 adalah mengirim TKI yang berkualitas, negara penerima TKI harus mempunyai UU Perlindungan TKA. Apa ini benar sudah dilakukan pemerintah Indonesia dan Arab Saudi ? Saya yakin belum,” katanya.
Seharusnya pemerintah dalam hal ini Kemnaker, nilai Edi, segera menyelesaikan pembuatan aturan turunan dari UU 18 / 2017. Edi khawatir nasib UU 18 / 2017 tidak mempunyai aturan turunan seperti UU 39/2004 tentang Penempatan dan Perlindungan TKI di Luar Negeri.
Dede Yusuf menambahkan, ia mendukung siapa pun yang mengajukan gugatan ke PTUN mengenai Kepmen tersebut. Dede sepakat Kepmen tersebut tidak benar dan bertentangan dengan UU 18/2017.
“Seharusnya pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah (PP) dulu, baru mengeluarkan Kepmen. Dan Kepmennya jangan seperti itu isinya. Kalau ada pihak yang mau melakukan class action, saya atas nama pribadi akan mendukung,” tuntasnya. (lin)