Sidang Uji Materiil Pengelolaan Zakat di MK, Kemenag dan Baznas: Wujud Kehadiran Negara dalam Pengelolaan Zakat

Dirjen Bimas Islam Kemenag Prof. H. Abu Rokhmad (pakai peci jas hitam kiri) usai paparan dan mendengarkan giliran Prof KH Noor Ahmad (di podium) saat memberikan keterangan di sidang uji materiil UU No. 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat di Mahkamah Konstitusi (MK) di gedung MK, kawasan Medan Merdeka, Jakarta Pusat, Senin (21/7/2025). Foto: humas Baznas

Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat (Dirjen Bimas) Islam Kementerian Agama (Kemenag) Prof. H. Abu Rokhmad menegaskan bahwa pengelolaan zakat oleh negara melalui Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) merupakan amanat konstitusi dan bagian dari strategi nasional pengentasan kemiskinan.

Semarak.co – Itu disampaikan Prof Abu Rokhmad saat memberikan keterangan pemerintah dalam sidang uji materiil UU No. 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat di Mahkamah Konstitusi (MK) di gedung MK, kawasan Medan Merdeka, Jakarta Pusat, Senin (21/7/2025).

Bacaan Lainnya

“Negara diamanatkan oleh UUD 1945 Pasal 34 Ayat 1 untuk memelihara fakir miskin dan anak terlantar. Namun, upaya ini tidak bisa hanya dilakukan oleh negara, melainkan memerlukan partisipasi seluruh masyarakat, termasuk melalui instrumen zakat, infak, sedekah, dan dana sosial keagamaan lainnya,” jelas Prof Abu.

Zakat merupakan ibadah yang memiliki dimensi sosial dan berada dalam forum eksternum, sehingga perlu dikelola secara kelembagaan agar lebih efektif, efisien, dan akuntabel. Dalam Undang-Undang 23 tahun 2011 ditentukan, upaya mencapai tujuan pengelolaan zakat.

Yaitu dengan dibentuknya Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) yang berkedudukan di Ibu Kota Negara, BAZNAS Provinsi, dan BAZNAS Kabupaten/Kota. BASNAS merupakan lembaga pemerintah nonstruktural yang bersifat mandiri dan bertanggung jawab kepada Presiden melalui Menteri Agama.

“BAZNAS merupakan lembaga yang berwenang melakukan tugas pengelolaan zakat secara nasional. Zakat harus dikelola sesuai dengan prinsip syariat, amanah, keadilan, kepastian hukum, dan akuntabilitas,” papar Prof Abu dirilis humas Baznas usai acara melalui WAGroup Baznas Media Center (BMC), Selasa (22/7/2025).

Untuk itu, lanjut Prof Abu, BAZNAS sebagai lembaga pemerintah non-struktural diberikan kewenangan oleh UU untuk mengelola zakat secara nasional. Terkait keberadaan Lembaga Amil Zakat (LAZ), Prof Abu menilai, pendiriannya oleh masyarakat, organisasi, atau lembaga nonpemerintah tetap dimungkinkan.

Selama memenuhi syarat administratif dan substantif sebagaimana diatur dalam UU No. 23 Tahun 2011. Pengaturan ini lebih ditujukan untuk mencegah potensi penyalahgunaan dana zakat sekaligus memastikan agar pengelolaan zakat dapat berjalan secara efektif dan sesuai dengan prinsip-prinsip syariah.

Pada giliran Ketua Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) RI, Prof. KH. Noor Achmad ditegaskan bahwa BAZNAS merupakan lembaga negara nonstruktural yang sah dan memiliki kewenangan penuh dalam mengelola zakat sesuai amanat Undang-Undang Dasar 1945 dan ajaran syariat Islam.

“BAZNAS dibentuk oleh negara dan dijalankan sesuai dengan syariat. Amanatnya sangat jelas, yaitu agar negara hadir dalam mengatur dan menjamin pengelolaan zakat berjalan adil, amanah, dan profesional,” ujar Prof KH Noor dihadapan Majelis Hakim MK hari dan tempat yang sama.

Kewenangan negara dalam mengelola zakat bukanlah hal baru dalam sejarah Islam. “Pengelolaan zakat oleh negara telah dilakukan sejak masa Rasulullah SAW dan terus berlangsung pada masa Khulafaur Rasyidin. Maka pengelolaan zakat oleh negara tidak hanya sah secara hukum, tetapi juga sesuai dengan prinsip-prinsip agama,” jelasnya.

Prof KH Noor menepis anggapan fungsi BAZNAS hanya sebatas pengatur dan pengawas. Sistem pengawasan dan akuntabilitas BAZNAS telah berjalan baik melalui kerja sama dengan Kantor Akuntan Publik (KAP), Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), dan kementerian terkait.

“BAZNAS memiliki perangkat hukum, organisasi, dan sumber daya manusia yang kapabel untuk menjaga integritas pengelolaan zakat,” ujar Prof KH Noor dirilis humas Baznas juga melalui WAGroup Baznas Media Center (BMC), Selasa sore (22/7/2025).

Kekhawatiran atas penyalahgunaan dana zakat tidak berdasar dan tidak didukung bukti empiris, karena tidak menunjuk fakta konkret kegagalan sistem pengendalian yang telah berjalan. Sejak diberlakukannya UU No. 23 Tahun 2011, BAZNAS telah membentuk jaringan kelembagaan dari pusat hingga daerah.

Dari 34 BAZNAS provinsi, 484 kabupaten/kota, dan 21.829 Unit Pengumpul Zakat (UPZ). Sinergi ini berkontribusi langsung terhadap peningkatan penghimpunan zakat nasional dari Rp2,6 triliun pada tahun 2020 menjadi Rp4,2 triliun pada 2024.

Dari sisi pendistribusian dan pendayagunaan, program-program prioritas BAZNAS seperti Z-Mart, Santripreneur, Z-Chicken, Kampung Zakat, dan pengentasan stunting telah menjangkau lebih dari 35 juta penerima manfaat dalam lima tahun terakhir.

Bahkan, sebanyak 286 ribu mustahik telah dientaskan dari kemiskinan ekstrem. “Jika peran eksekusi BAZNAS dihilangkan, maka capaian 35 juta penerima manfaat, 10 program prioritas, hingga model pengelolaan berbasis teknologi tidak akan terjadi,” imbuhnya.

Maka dari itu, sambung dia, peran BAZNAS bukan hanya sah, tapi juga vital. BAZNAS bukan sekadar pelaksana teknis, tetapi wujud nyata kehadiran negara dalam menjamin kesejahteraan masyarakat berbasis zakat.

“Ini bukan soal kelembagaan, ini soal amanat konstitusi dan syariat. Negara harus tetap punya tangan yang kuat untuk mengelola zakat secara terstruktur dan sistematis,” pungkas Prof KH Noor. (hms/smr)

Pos terkait