Wakil Menteri Transmigrasi Viva Yoga Mauladi menyatakan, tumpang tindih lahan kawasan transmigrasi tidak hanya dengan kawasan hutan namun juga dengan lahan milik pemerintah daerah, perusahaan swasta, PTPN, dan pihak lainnya.
Semarak.co – Akibat hal tersebut terjadi berbagai persoalan terkait surat, dokumen, sertipikat, dan legalitas kepemilikan lainnya. Diceritakan transmigran yang lahannya sudah berstatus SHM, tiba-tiba kawasan transmigrasi dimasukan dalam kawasan lain atau menjadi hak milik pihak lain.
“Akibatnya status SHM menjadi masalah. Hal itu menyebabkan keresahan transmigran, sebab mereka sudah puluhan tahun menempati kawasan itu. Hidup mereka terancam,” ujarnya, saat Rakor, Advokasi, dan Penguatan Kapasitas Stakeholder Perencanaan Kawasan Transmigrasi di Kendari, dirilis humas usai acara melalui WAGroup ForWaTrans, Selasa malam(5/8/2025).
Masalah lahan yang dihadapi transmigran, menurut Viva Yoga menjadi tanggung jawab Kementrans untuk melakukan advokasi. Hal semacam ini harus kita luruskan. Transmigran yang mengalami masalah pertanahan harus diberi bantuan hukum.
Salah satu kebijakan yang telah dibuat akibat tumpang tindih lahan kawasan transmigrasi dengan kawasan hutan sebenarnya mengacu pada hasil Rapat Kerja Komisi V DPR dengan Kementrans pada 30 Juni 2025. Komisi V meminta pemerintah mengeluarkan seluruh kawasan hutan di kawasan transmigrasi dilepaskan status kawasan hutannya.
Selain mengacu pada hasil rapat dengan Komisi V, Kementerian Transmigrasi untuk menuntaskan masalah lahan ditempuh lewat program Transmigrasi Tuntas. Program ini mencari solusi dari masalah dengan mensinergikan kebijakan dengan kementerian lain terutama dengan Kementerian ATR/BPN dan Kementerian Kehutanan.
Selain itu meminta kepada Bappenas agar saat penyusunan Rancangan Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kementerian Transmigrasi dilibatkan. “Jangan hanya Kementerian ATR/BPN, Kementerian Dalam Negeri, dan Kementerian Kehutanan”, ujarnya.
Kementrans memiliki 619 kawasan transmigrasi, 153 di antaranya adalah kawasan prioritas nasional. “Di sinilah pentingnya Kementrans dilibatkan agar jangan sampai proses kebijakan negara menjadi masalah karena data spasial kurang cukup sehingga menyebabkan kebijakan tidak terintegrasi,” jelasnya. (hms/smr)