PT Bank Mandiri meraup laba bersih Rp 25 triliun, sepanjang 2018. Laba ini naik 21,2% dibanding periode sama tahun lalu. Bank pelat merah itu mencatat pendapatan bunga bersih sebesar Rp 54,6 triliun di akhir 2018, tumbuh 5,07% dibanding 2017 sebesar Rp 51,9 triliun.
Direktur Keuangan Bank Mandiri Panji Irawan mengatakan, kenaikan tersebut didorong pertumbuhan pendapatan bunga bersih atau net interest income (NII) sebesar 5,28% menjadi Rp 57,3 triliun di 2018 dari Rp 51,9 triliun di 2017.
“Faktor penopang lainnya adalah pendapatan atas jasa (fee based income) juga meningkat siginifikan sebesar 20,1 persen. Atau Rp 4,7 triliun menjadi Rp 28,4 triliun. Laba Bank Mandiri tumbuh 21,2 persen menjadi Rp 25 triliun di 2018,” ujar Panji ketika memberikan paparan kinerja Bank Mandiri di Plaza Mandiri, kawasan Gatot Soebroto, Jakarta, Senin (28/1).
Pertumbuhan fee based income (FBI) Bank Mandiri meningkat signifikan, rinci Panji, karena didukung pertumbuhan provisi dan komisi sebesar 5,63%. Atau Rp 703 miliar, dan pendapatan lainnya yang terdiri atas transaksi valas serta pengumpulan perbaikan aset yang cukup besar di kisaran Rp 4,09 triliun.
Direktur Utama Bank Mandiri Kartika Wirjoatmodjo mengatakan, Bank Mandiri mencatatkan pertumbuhan pendapatan dari keuntungan surat berharga minus 32,37% atau Rp 338 miliar menjadi Rp 915 miliar. “Kita periode 2018 cukup besar melakukan transaksi jual beli valas, penjualan valas eksportir ke Bank Mandiri tinggi, hampir Rp 4 triliun di 2018,” ujar Kartika.
Seperti diketahui, bank pelat merah ini melakukan write off atau penghapusan kredit sebesar Rp 13 triliun untuk memperbaiki aset perusahaan. Hal tersebut dilakukan untuk membersihkan potofolio perseroan yang dalam kisaran 2014 hingga 2015 mengalami peningkatan kredit macet atau non performing loan (NPL) yang sempat menyentuh level 4 persen di 2016.
“Diharapkan write off ini adalah write off terbesar terakhir dalam tiga tahun terakhir. Untuk 2019, write off sudah jauh lebih normal. Selain itu, penyaluran kredit Bank Mandiri tumbuh 12,4 persen menjadi Rp 820 triliun,” timpalnya.
Perseroan telah memperbaiki kualitas kredit yang terlihat pada penurunan rasio kredit macet atau NPL dari 3,46% pada 2017 menjadi 2,75% di akhir 2018. “Sehingga memangkas alokasi biaya pencadangan perseroan menjadi Rp14,2 triliun dari Rp15,9 triliun pada periode sama tahun sebelumnya,” kata dia.
Di samping itu, biaya operasional juga dapat ditekan sehingga rasio Cost to Income Ratio turun dari 45.60% menjadi 44.41%. Tahun lalu, Bank Mandiri telah melakukan fungsi intermediasi dengan baik, total penyaluran kredit sebesar Rp820,1 triliun. Ini naik 12,4 persen dari tahun sebelumnya. Dari capaian itu, pembiayaan produktif tercatat sebesar Rp558,7 triliun atau 77,71% dari portofolio.
Direktur Retail Banking Bank Mandiri Donsuwan Simatupang mengatakan, Bank berkode BMRI menargetkan penyaluran kredit usaha rakyat (KUR) sebesar Rp25 triliun tahun ini. Sebelumnya di 2018, target KUR BMRI sebesar Rp14,5 triliun mengalami penambahan alokasi sebesar Rp3 triliun pada kuartal IV 2018.
“Tahun ini kita punya jatah Rp25 triliun. Tahun lalu kita dikasih target KUR Rp14,5 triliun di kuartal IV. Kita minta tambah alokasi Rp3 triliun. Kita di tahun lalu sudah menyalurkan Rp17,5 triliun KUR kepada sektor mikro,” kata Donsuwan.
Tahun ini target Kredit Usaha Mikro (KUM) bisa disalurkan senilai Rp13 triliun. Tahun ini untuk segmen mikro ditargetkan bisa tumbuh hingga 30%. Pihaknya pun membuka kemungkinan adanya penyaluran kredit melalui fintech lebih banyak lagi guna menggenjot penyaluran kredit mikro.
Bank Mandiri akan menyediakan total pembiayaan sebesar Rp200 miliar guna menyalurkan kredit modal kepada UMKM yang menjadi mitra PT Bukalapak.com. Dalam kerja sama yang ditandatangani hari ini, Bukalapak akan mereferensikan mitra UMKM potensial untuk mengikuti proses seleksi berdasarkan kriteria nasabah debitur Bank Mandiri. (lin)