Seolah Nyindir, Anggota DPR RI Fraksi Gerindra Ingatkan Bahaya DNA Koruptor di Bogor

Anggota DPR RI Fraksi Partai Gerindra Dapil Jawa Barat V Mulyadi bersama Ketua Umum DPP Partai Gerindra Prabowo Soebianto. Foto: istimewa

Kabupaten Bogor sudah terjangkit virus DNA koruptor. Menyindir mantan Bupati Bogor, Rachmat Yasin (RY) yang terjerat beberapa kasus korupsi, Partai Gerindra pun mengingatkan bahaya DNA koruptor di Kabupaten Bogor.

Anggota DPR RI Fraksi Partai Gerindra dari Daerah Pemilihan (dapil) Jawa Barat V (Kabupaten Bogor) Mulyadi mengingatkan akan bahaya DNA koruptor di wilayah tersebut. Kata Mulyadi, Kabupaten Bogor harus diselematkan dari DNA koruptor.

“Artinya apa? Tidak boleh dinasti yang mengendalikan kekuasaan itu adalah dinasti-dinasti yang tidak punya niat baik untuk bagaimana dia menjalankan tugas dan kewajiban amanah secara baik,” ujar Mulyadi menjawab pertanyaan wartawan, di Jakarta, Senin (21/10/2019).

Penasihat Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Partai Gerindra Jawa Barat ini menyebut, DNA koruptor itu sudah terbukti memiliki daya rusak yang luar biasa. “Dan kita membuang-membuang energi dan waktu,” cetus komisaris utama Tunas Tambang Indonesia, seperti dilansir Lamjojek.

Yang seharusnya anggaran pembangunan bisa optimal, nilai Mulyadi, tapi gara-gara DNA koruptor, pembangunan hanya seremonial dan retorika saja. Loyalis Prabowo Soebianto ini memberi contoh yang sederhana.

“Saya mengikuti pembangunan sarana dan prasarana di kampung saya di Jonggol. Ada gedung pemuda yang harus mengorbankan lapangan sepak bola. Kemudian, dibangun, katanya  untuk gedung olahraga dan seterusnya dengan anggaran Rp7 miliar, tapi sampai hari ini gedungnya masih terbengkalai. Padahal, lapangan  bola itu dibutuhkan masyarakat,” paparnya.

Lalu, sebutnya, ada lagi Masjid Nurul Taqwa di Jonggol mendapatkn dana hibah untuk direnovasi. “Ternyata kualitasnya, kalau boleh saya bandingkan, mendingan tidak usah direnovasi karena jadi mubazir. Belum lagi pembangunan trotoar, dll,” sindir pria muda.

Terakhir dirinya memperjuangkan revitalisasi alun-alun waktu zaman Pak Aher (Gubernur Jabar Ahmad Heryawan) dapat Rp15 miliar, anggaran bantuan provinsi masuk ke kabupaten. Tapi, ternyata dana yang akan dialokasikan ke Jonggol sesuai dalam proposal hanya Rp500 juta atau Rp600 juta,” keluhnya.

Jadi, kritik Mulyadi, kalau tidak ada perencanaan dan niat baik untuk betul-betul membangun  dan tidak terjebak seremonial atau atas nama anggaran, serapan, lebih baik diperhitungkan ulang. Ia pun prihatin dengan adanya berita-berita korupsi di Kabupaten Bogor selama ini.

Sebagaimana diketahui, mantan Bupati Bogor, Rachmat Yasin (RY) kembali ditetapkan sebagai tersangka kasus gratifikasi oleh KPK. RY diduga kuat memalak/memeras para kepala dinas sebesar total Rp 9,8 miliar, padahal kakak Bupati Bogor, Ade Munawaroh Yasin itu baru keluar dari penjara dalam kasus korupsi juga.

“Kalau hari ini, Kabupaten Bogor selalu saja diramaikan dengan berita-berita korupsi, maka masyarakat Bogor, baik yang selama ini tidak peduli maupun yang punya kepedulian, baik yang sudah menikmati atau pun malah apatis terhadap Kabupaten Bogor tentu harus merespon bahwa kekisruhan tentang berita-berita korupsi harus menyadarkan kita semua,” pesannya.

Terkait bahaya DNA koruptor di Kabupaten Bogor, apakah masyarakat harus waspada, mencegah dan ikut mengawasi pembangunan di sana? Mulyadi mengiyakan. Saat ditanya soal trah atau dinasti RY yang masih menggurita memimpin Kabupaten Bogor, Mulyadi menegaskan, substansi kepemimpinan itu bukan terjebak misalnya pada dinasti.

“Tapi, saya ingin, kepemimpinan itu diidentifikasi dengan niat dan kompetensi dari setiap pemimpin. Kalau misalnya satu dinasti itu betul-betul memiliki kompetensi, niat, dan semangat untuk memajukan daerah, saya senang dan malah mengapresiasi,” ujarnya.

Tapi sebaliknya, lanjut dia, kalau semangat dinasti itu hanya untuk melanggengkan kekuasaan dalam rangka menutupi borok generasi sebelumnya atau terus-menerus memeras sumber daya yang dimiliki oleh daerah itu untuk kepentingan dinastinya, maka ini ditentangnya. “Makanya, saya bilang selematkan Kabupaten Bogor dari DNA korupator,” tegasnya.

Pria yang pernah memimpin Partai Gerindra Jawa Barat ini menyatakan, tidak boleh lagi, Kabupaten Bogor dikelola secara amatiran. “Masyarakat Kabupaten Bogor harus buka diri, buka mata, buka hati,” ucapnya.

Jangan, sambung dia, terjebak oleh pencitraan bahwa orang ini sudah hebat segala macam. Mungkin hebat untuk yang sudah menikmati atau pun terus menikmati. “Tapi, kan, jauh lebih besar dari itu ternyata lebih banyak yang dikorbankan  daripada yang menikmati,” ungkapnya.

Mulyadi menilai, kepemimpinan di Kabupaten Bogor harus di-reset kembali. “Untuk para kepala dinas harusnya di-reset lagi mindset pengabdiannya. Jangan jadi alat para kelompok tertentu sehingga kecurigaan saya jadi dua,” imbuhnya sambil merinci.

Apakah ketakutan dengan pihak-pihak tertentu itu, kata dia, atau jadi bagian yang menikmati kejahatan korupsi misalnya. “Kan kita jadi curiga. Harusnya, mereka kembali pada sumpah jabatan bahwa mereka mengabdi pada masyarakat,” tukasnya.

Mengenai DNA koruptor itu, Mulyadi tidak mengkhususkan pada Kabupaten Bogor saja. “Tapi, juga di daerah-daerah di Indonesia. Tidak di Kabupaten Bogor saja. Karena, kalau DNA koruptor terus dipelihara, pembangunan bisa berbahaya, seperti terbengkalai,” kritiknya lagi.

Politisi muda Gerindra yang religius ini menambahkan, KPK adalah lembaga negara yang tidak mempunyai kepentingan apa pun selain menegakkan aturan main supaya setiap pejabat yang diberi amanah itu betul-betul bisa menjalankan tugas fungsi dan kewajibannya sesuai aturan main.

“Tidak boleh lagi pejabat di Kabupaten Bogor memanfaatkan jabatan untuk kepentingan-kepentingan diri dan kelompoknya. Mengapa demikian? Karena, ujung-ujungnya yang dirugikan masyarakat,” ujarnya.

Sebagai warga biasa maupun sebagai representasi atau wakil masyarakat Kabupaten Bogor, dia berharap, seluruh stakeholder Kabupaten Bogor menyadari situasi ini. “Supaya, kita tidak lagi kehilangan waktu dan uang,” paparnya.

Dalam hal ini, terang dia, APBD baik dalam konteks pendapatan asli daerah maupun transfer dari pusat. Dan anggaran itu betul-betul harus digunakan dengan proporsional dan profesional serta dapat dipertanggungjawabkan,” tutupnya. (ags/lin)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *