Seminar & FGD PWI Jaya Series, Pers Kampus Harus tetap Berjalan di Tengah Medsos

Seminar & FGD Terbaik PWI Jaya Series dengan undangan terbatas, sebagian melalui zoom-meeting, sementara pemateri dan belasan peserta hadir langsung di Sekretariat PWI Jaya Gedung Prasadha Sasana Karya, kawasan Harmoni, Jakarta Pusat, Selasa (28/9/2021). Foto: dok PWI Jaya

Pers kampus atau pers mahasiswa (Persma) harus tetap berjalan. Apa pun kondisinya, bagaimanapun besarnya kendala dan tantangan yang menghadang seperti media sosial (medsos), pers kampus akan tetap ada.

semarak.co-Demikian benang merah kesimpulan dari Seminar & FGD Terbaik PWI Jaya Series yang Mempersembahkan Tantangan Pers Mahasiswa Bertahan di Tengah Kepayahan Pandemi Covid-19 dan Disrupsi Media Sosial.

Bacaan Lainnya

Diskusi dilaksanakan Hybrid dengan undangan terbatas, sebagian melalui zoom-meeting, sementara para pemateri dan belasan peserta hadir langsung di Sekretariat PWI Jaya Gedung Prasadha Sasana Karya, kawasan Harmoni, Jakarta Pusat, Selasa (28/9/2021).

Pada diskusi membahas tentang bagaimana sendunya pers terutama pada mahasiswa yang seharusnya menjadi pilar media demokrasi pada negara kita. Melihat Jurnalisme Post-Trust dan Kajian Digitalisasi Jurnalisme dan Kajian Media Sosial diharapkan justru dapat menjadi disrupsi dan semangat baru kaum intelektual muda.

Diskusi dipandu Elly Simanjuntak, jurnalis senior yang juga praktisi media, menghadirkan tiga pemateri. Geofakta Razali, Public Relations, Marcom Specialist Privy ID, Pengajar & Pengamat Komunikasi Milenials, serta Trisna Prandawa Putra, News Section Head Binus (Pengelola Pers Kampus), dan Algooth Putranto, Alumnus Persma Akademika Universitas Udayana, Pengamat dan Praktisi Media.

Algooth Putranto yang pertama kali tampil menyajikan makalah, Pers Kampus Masihkah Menyalak. Sementara Trisna Prandawa memampangkan pers kampus Binus. Terakhir, Geofakta Radjali mempresentasikan Pandemic Campus Journalism, and Social Media Press Disruption.

Diskusi membahas perihnya kehidupan pers kampus (persma) dewasa ini, baik sebelum dan di masa pandemi Covid-19. Para pemateri sependapat, persma seharusnya menjadi pilar media demokrasi. Kemajuan teknologi yang mengakibatkan disrupsi digital, ditingkahi melesatnya media sosial menjadikan persma semakin megap-megap.

Kehidupan persma, secara umum dapat diidentikan dengan pers pada umumnya yang konvensional dan main-stream (arus utama). Serupa dengan pelaku pers pada umumnya, pengelola persma juga harus bijak menyikapi perubahan besar yang sudah dan akan terus terjadi, khususnya bagaimana menanggapi media sosial.

Dari posisi persma sebagai pers alternatif, persma dapat mengisi kekurangan dan pengaderan pers profesional. Tak hanya itu, persma juga menjadi tempat berlatih sebelum memasuki dunia profesional. Disadari, persma juga banyak memiliki kelemahan. Antaranya, masih berorientasi pada cetak.

Juga, pengaderan yang tidak sistematis, serta pengelolaan yang tak serius. Hal ini berujung sebagai ancaman bagi persma. Banyak persma terjerat hukum dan mendapat kekerasan. Intervensi pimpinan kampus untuk isu internal masih kerap terjadi. Fakta bahwa persma dikelola anak muda menjadi sebuah kelebihan.

Persma memiliki orang-orang yang mau belajar. Dengan demikian bisa diharapkan adanya mahasiswa wartawan yang lebih berintegritas dan tidak berorientasi pada penghasilan. Diskusi diakhiri dengan pemberian plakat kepada para pemateri oleh Ketua PWI Jaya Sayid Iskandarsyah.

Seperti diketahui, pandemi Covid-19 menjadi jalan terjal bagi hampir seluruh aktivitas kegiatan masyarakat. Mulai dari ekonomi, pendidikan, hingga kegiatan sosial dan budaya. Namun, tidak bisa dipungkiri pandemi pula yang membuat nalar kreativitas masyarakat wajib terus diasah.

Hal ini pula yang dilakukan pers mahasiswa yang bekerja sebagai wartawan di kampus. Bagaimana kehidupan pers mahasiswa (persma) sekarang ini? Dari posisi persma sebagai pers alternatif, persma dapat mengisi kekurangan dan pengaderan pers profesional.

Tak hanya itu, persma juga menjadi tempat berlatih sebelum masuk ke dunia profesional. Namun disadari, persma juga banyak memiliki kelemahan. Pertama, berorientasi selalu pada cetak dan kegagapan reporternya. Selain itu, pengaderan yang tidak sistematis, serta pengelolaan yang tak serius.

Hal ini berujung sebagai ancaman bagi persma. Seperti tidak diakui dan tidak memiliki reputasi. Selain itu, juga mudah terjerat hukum dan mendapat kekerasan. Intervensi pimpinan kampus untuk isu internal akan marak terjadi.

Kelebihan-kelebihan bisa memunculkan peluang. Misalnya, jaminan kebebasan berpendapat dalam Undang-Undang Dasar 1945. Lalu, UU keterbukaan informasi publik. Ada juga perkembangan teknologi informasi.

Ketua PWI Jaya Sayid Iskandar mengatakan, pers mahasiswa harus tetap didorong agar pers mahasiswa tetap terjaga eksistensinya. Terutama untuk menjaga sikap kritis wartawan di pers mahasiswa.

“Hal itu juga bisa menjadi salah satu faktor yang menunjang produk-produk yang dihasilkan di dalamnya,” ungkap Sayid, seperti dirilis panitia melalui WAGroup Guyub PWI Jaya, Senin (27/9/2021). (smr)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *