Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro menekankan mendesaknya revitalisasi sektor industri. Hal itu dipicu buruknya sejumlah indikator sepanjang 2018. Mulai dari pelemahan rupiah hingga defisit neraca dagang.
Diakui Bambang, perkembangan teknologi digital berdampak besar bagi sektor ekonomi. Dia memperkirakan, pertumbuhan sektor tersebut dapat mencapai USD 130 miliar pada tahun mendatang.
“Solusi lima tahun ke depan kita harus melakukan reindustrialisasi,” ujar Bambang dalam acara Indonesia Development & Business Summit New Construction Opportunity 2019 Beyond Infrastructures, di Hotel Indonesia Kempinski, kawasan Thamrin, Jakarta Pusat, Selasa (22/1).
Pemerintah harus menyediakan aspek-aspek yang mendukung industrialisasi. Kewilayahan dan lokasi harus tepat. Dari sisi kewilayahan, kata Bambang, Indonesia memiliki banyak isu, antara lain belum seimbangnya pembangunan antara pusat dan daerah.
“80 persen pembangunan di Jawa. Otomatis menimbulkan kesenjangan. Selain konektivitas di barat, kita harus memastikan konektivitas di seluruh wilayah Indonesia. Kalau model industrialisasi sekarang betapa susahnya hidup di neraka Jakarta,” papar Bambang.
Kalau harus bikin jalan tol di Bekasi, rinci Safruddin, otomatis akan segera macet karena lalin barang dari kawasan industri ke pelabuhan. Intinya pusat pertumbuhan wilayah harus disebar.
Karena itu, Bambang menjelaskan pemerintah gencar membangun infrastruktur. Infrastruktur yang optimal akan mendukung pertumbuhan ekonomi. Namun, Bambang tak memungkiri, infrastruktur bukan faktor tunggal, melainkan harus didukung aspek lain seperti perbaikan SDM.
“Ketika bicara economic reform, pasti bicara pentingnya infrastruktur. Sejauh ini infrastruktur kita sudah membaik. Kalau kita lihat dari daya saing, pilar infrastruktur kita sudah lebih baik dari Vietnam, tapi Malaysia dan Thailand masih lebih baik,” katanya.
Sedangkan dari aspek kemudahan berbisnis (ease of doing business), Indonesia masih memiliki masalah berupa korupsi (nomor 1) dan infrastruktur (nomor 4). Kementerian PPN/Bappenas, menurut Bambang, telah melakukan studi mengenai alokasi infrastruktu
Rata-rata dunia memiliki stok infrastruktur 70% terhadap produk domestik bruto (PDB). Afrika Selatan (Afsel) meskipun memiliki PDB di bawah RI, memiliki stok infrastruktur 87%. Sedangkan China dan India masing-masing 76% dan 57%. Indonesia hanya 35%.
“Kalau stok infrastruktur naik maka PDB terdorong. Ini masalah utama kenapa infrastruktur selalu jadi prioritas. Sangat dibutuhkan untuk pertumbuhan ekonomi dan pemerataan ekonomi,” ujar mantan dekan FEB UI tersebut.
Digital ekonomi di Indonesia berpotensi sampai USD 130 miliar di 2020 atau setara dengan Rp 1.700 triliun. Pertumbuhan tersebut tercapai karena perkembangan ekonomi digital dari tahun ke tahun selalu ada peningkatan.
“Misalnya saja pada 2013 disebutkan hanya berkisar USD 8 miliar atau Rp 104 triliun, mengalami peningkatan signifikan pada 2016 mencapai USD 20 miliar atau Rp 261 triliun,” ujarnya.
Kemudian, berdasarkan data analisis Ernst and Young, pertumbuhan nilai penjualan bisnis online di tanah air setiap tahun terus meningkat sebesar 40 persen. Sebab, ada penambahan sekitar 93,4 juta pengguna internet dan 71 juta pengguna perangkat telepon pintar di Indonesia. Pemerintah Indonesia ingin menempatkan Indonesia sebagai Negara Digital Economy terbesar di Asia Tenggara pada tahun 2020,” lanjutnya.
Perkembangan ekonomi digital di Indonesia juga tidak lepas kaitannya dengan pertumbuhan e-commerce hingga financial technology (fintech) yang jadi andalan penggerak ekonomi masyarakat.
Sebab itu, Bambang menekankan perkembangan ekonomi digital masih perlu ditunjang dengan berbagai kesiapan mulai dari SDM hingga pengelolaan data. “Bappenas mengambil manfaat digital data, akomodasi statistik data, dan lebih pay attention di sosial media seperti Twitter, FB and lainnya,” pungkas dia. (cnb/mdc/lin)
sumber: cnbc Indonesia/merdeka.com