Sengketa Pemilu Presiden (Pilpres) 2019 berlanjut. Menyusul gugatan kubu Prabowo Subianto Sandiaga Uno ke Mahkamah Konstitusi (MK). KPU pun menyiapkan pengacarannya, sementara kubu Paslon nomor urut 01 Jokowi-Maruf dalam posisi menunggu hasil putusan MK.
Ketua tim kuasa hukum Prabowo-Sandi, Bambang Widjojanto (BW) memberi pernyataan terkait MK yang membuat beberapa tokoh menanggapinya. BW meminta agar MK tak berubah menjadi “Mahkamah Kalkulator’ usai mendaftar dengan menyerahkan permohonan gugatan hasil Pilpres di Gedung MK Jakarta, Jumat (24/5).
MK, pinta BW, tidak menjadi bagian dari rezim korup dan MK tidak menjadi mahkamah konsitusi. BW berharap MK tak hanya menelusuri angka-angka yang bersifat numerik dalam menangani sengketa hasil Pilpres. Presiden Jokowi pun langsung memberikan respon atas pernyataan itu.
MK, kata mantan komisioner Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) ini, sudah seharusnya menelusuri secara serius dugaan adanya kecurangan yang terstruktur, sistematis, dan masif. Bambang juga mengajak publik menyimak proses persidangan sengketa hasil Pilpres yang akan dimulai pada 14 Juni 2019 ini.
“Kami mencoba mendorong MK bukan sekadar mahkamah kalkulator yang bersifat numerik, tapi memeriksa betapa kecurangan begitu dahsyat. Marilah kita perhatikan secara sungguh-sungguh proses sengketa ini. Mudah-mudahan MK bisa menempatkan dirinya menjadi bagian penting, dimana kejujuran jadi watak kekuasaan,” kata Bambang.
Diketahui tim penasihat hukum Prabowo-Sandiaga secara resmi telah mendaftarkan gugatan sengketa hasil pilpres 2019 ke MK, Jumat (24/5/2019) pukul 22.44 WIB atau kurang dari 1,5 jam menjelang penutupan pendaftaran permohonan.
Namun rupanya mengalir dukungan pada sikap BW. Utamanya dari mantan Ketua MK Mahfud MD yang justru terkesan membela Bambang. Hal itu terjadi dalam sebuah acara dimana pembawa acaranya menanyakan ke Mahfud apakah yang diucapkan BW termasuk bentuk Contempt of Court.
“Istilah Contempt of Court itu secara resmi di dalam tata hukum kita belum ada tetapi di dalam undang-undang hukum pidana, pelecehan atau perusakan terhadap pejabat-pejabat atau jabatan publik itu ada hukumannya sendiri,” ujarnya.
Perkataan seperti Mahkamah Kalkulator, kata dia, tidak perlu dianggap sebagai hal yang berlebihan. “Tetapi ini anggap sebagai penilaian publik yang tidak usah disikapi terlalu berlebihan,” katanya.
Mahfud MD lalu mengatakan ia dahulu saat menjadi Ketua MK di tahun 2009 juga pernah diragukan saat memutuskan sengketa pilpres. “Saya punya pengalaman, tahun 2009 itu sama Mahkamah Konstitusi itu dituding sebagai Mahkamah Kalkulator, dituding sudah diatur oleh presiden SBY waktu itu,” ujarnya.
Ada banyak aksi unjuk rasa saat itu. “Seminggu sebelum putusan MK, itu demo setiap hari, tapi kita jalan saja, kemudian kita ingat tanggal 12 Agustus tahun 2009, jam 4 sore saya mengetok palu, bahwa sesudah memeriksa dengan seksama kami memutuskan bahwa Pak SBY tetap menang, itu jam 4 sore,” ujarnya.
Ia lalu mengatakan sikap paslon lain saat itu ada Ketua Umum Partai PDIP, Megawati Soekarno Putri dan dari Partai Golkar, Jusuf Kalla-Wiranto. “Jam setengah 5 Bu Megawati dengan sikap kenegarawannya bilang dari kediamannya kami menerima keputusan ini, karena itu sudah keputusan hokum,” ujarnya.
Pada waktu bersamaan, kenang dia, Jusuf Kalla yang berpasangan dengan Wiranto menyatakan menerima, akhirnya saat itu juga ketegangan mereda, dan besoknya situasi negara ini berjalan normal, itu tanggal 15 Agustus tahun 2009,” ujar Mahfud.
Mahfud lalu menduga hal yang sama akan terjadi pada 28 Mei nanti. “Saya juga menduga begini nanti, tanggal 28 Juni insha Allah akan terjadi hal yang sama ketika salah satu dinyatakan kalah, apakah itu Pak Prabowo atau Pak Jokowi, akan menerima putusan MK,” ujarnya. Rakyat itu akan tenang kalau begitu, asal MK nya benar-benar ya,” pungkasnya.
Setidaknya ada tujuh tuntutan Prabowo Sandi ke MK. Berikut 7 tuntutan yang mereka ajukan ke MK sebagaimana dirangkum detikcom dari berkas gugatan, Minggu (26/5):
- Mengabulkan permohonan pemohon seluruhnya.
- Menyatakan batal dan tidak sah Keputusan KPU Nomor 987/PL.01.08-KPT/06/KPU/V/2019 tentang Penetapan Hasil Pemilu Presiden, Anggota DPRD, DPD tentang Rekapitulasi Hasil Penghitungan Perolehan Suara Nasional di Tingkat Nasional dan Penetapan Hasil Pemilihan Umum Tahun 2019.
- Menyatakan Capres Joko Widodo dan KH Ma’ruf Amin terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan pelanggaran dan kecurangan pemilu secara terstruktur, sistematis dan masif.
- Membatalkan (mendiskualifikasi) pasangan calon presiden dan wakil nomor urut 01, Presiden H Joko Widodo dan KH Mar’uf Amin sebagai Peserta Pilpres 2019.
- Menetapkan pasangan Calon Presiden dan Calon Wakil Presiden Nomor urut 2 H Prabowo Subianto dan H Sandiaga Salahudin Uno sebagai Presiden dan Wakil Presiden terpilih periode tahun 2019-2024.
- Memerintahkan kepada Termohon (KPU) untuk seketika untuk mengeluarkan surat keputusan tentang penetapan H Prabowo Subianto dan H Sandiaga Salahudin Uno sebagai presiden dan wakil presiden terpilih periode tahun 2019-2024.
atau:
- Memerintahkan Termohon (KPU-red) untuk melaksanakan Pemungutan Suara Ulang secara jujur dan adil di seluruh wilayah Indonesia, sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 22e ayat 1 UUD 1945.
Berdasarkan keputusan KPU, jumlah suara sah pasangan capres-cawapres nomor urut 01 Jokowi-Ma’ruf Amin 85.607.362 suara. Jumlah suara sah pasangan capres-cawapres nomor urut 02 Prabowo Subianto-Sandiaga Uno 68.650.239. Sehingga selisih suara sebanyak 16.957.123.
KPU sudah menetapkan pemenang Pilpres 2019. KPU RI menetapkan pasangan Jokowi – Ma’ruf Amin sebagai pemenang Pilpres 2019. Penetapan pemenang Pilpres 2019 ini sempat menuai aksi yang berujung ricuh, pada 22 Mei lalu. (lin)
Sumber: makassar.tribunnews.com/detik.com