Oleh Jacob Ereste *)
semarak.co-Jurnalis dan penulis itu persis seperti dua orang saudara kembar, nyaris sama tetapi tetap berbeda watak maupun penampilannya.
Jika seorang penulis sudah merasa cukup memberikan pengetahuan dan pemahamannya tentang suatu masalah, namun seorang jurnalis memiliki kelebihan untuk memperjelas karyanya dengan informasi yang dianggap terkait dengan topik yang disajikannya.
Karena itu membaca karya ilmiah menjadi terasa lebih melelahkan, karena apa yang disajikan terlalu padat dengan pengetahuan yang tidak diimbangin oleh undur informasi- yang tidak cuma memperkaya sajian tentang pengetahuan, tetapi juga membuat imajinasi pembaca terkesan akrab — atau lebih mengenal — tentang menu utama dari karya yang disajikan.
Itulah sebabnya, karya tulis pada umumnya dapat dibedakan dengan karya jurnalistik. Paparan serupa ini mungkin tak perlu dicari rujukannya di perpustakaan. Sebab semua otentik atas dasar pengalan di lapangan semata yang tak juga merujuk pada kurikulum atau mata kuliah dari Akademi Jurnalistik manapun.
Jadi, harap dimaklum bila kesimpulan maupun rumusan dalam upaya memformulasikan jenis kelamin diantara keduanya terkesan sangat tersamar, agar tidak sampai dianggap merendahkan antara yang satu dengan yang lain.
Yang paling ideal ialah merengkuh sekalian kedua profesi itu sebagai basis pekerjaan yang dilakukan dengan serius. Atau tidak sama sekali satu dari kedua profesi tersebut, karena untuk dapat dijadikan sebagai sandaran hidup di Indonesia belum mendapat tempat yang layak dari pemerintah.
Yang idealnya wajib dan patut mendapat subsidi, sehingga kedua profesi ini dapat semakin berkembang — tidak hanya menjadi bidang pekerjaan yang diminati banyak orang — tetapi mereka yang memiliki potensi serta berbakat yang bagus dapat ikut memberikan kontribusi yang baik dan bagus untuk bangsa dan negara.
Seperti pada masa kejayaan bangsa Nusantara, peran besar Prapanca dan Ronggo Warsito misalnya, jelas mendapat jaminan kesejahteraan dari kerajaan. Oleh sebab itu untuk menekuni profesi jurnalis sangat disarankan beranjak dari profesi penulis, meskipun dalam level yang masih terbilang elementry, misalnya.
Demikian pula sebaliknya, untuk memekuni profesi sebagai seorang penulis, biasanya akan lebih baik dan bagus sudah dibekali oleh profesi kerja sebagai jurnalis. Karena itu, akan menjadi sangat ideal ketika bisa memadujan kedua profesi tersebut dalam melakukan pekerjaan sebagai penulis atau sebagai jurnalis.
Kedua jenis pekerjaan ini sama tantangan dan tuntutannya memerlukan ketekunan latihan dan ketangguhan. Sebab hanya dengan cara itu tingkat atau level kepiawaian tertentu bisa dicapai, supaya tidak panggah di kelas elementry saja.
Adapun perbedaannya yang paling signifikan dari kedua profesi ini adalah, bagi seorang penulis wajib dan harus lebih banyak membaca, sedangkan bagi seorang jurnalis harus dan wajib lebih banyak melihat dan mendengar.
Apalagi untuk profesi menulis secara umum. Sebab asumsi terhadap profesi di atas hanya terbatad pada bentuk penulusan ilmiah saja. Padahal rafam bentuk penulisan itu cukup banyak jenis jelaminnya. Mukai dari jenis opini, esai, cerita (fiksi) dan penulis puisi, arau sastra pada umumnya.
Jadi, kalau satu per satu dari beragam jenis penulisan itu hendak diurai, jelas dan pasti memiliki karekteristiknya masing-masing yang khas dan unik. Tetapi untuk pekerja jurnalistik pada umumnya sangat generalis.
Hampir semua bidang, terkadang harus dapat dikuasai serta dikerjakan, karena acap pekerjaan yang dipaksa oleh Pemred rak jarang meminta untuk membuat laporan (berita) dari bidang yang tidak menjadi tanggung jawab khusus.
Seperti sering kali seorang jurnalis di bidang ekonomi dipaksa untuk menyeberang sementara ke bidang olah raga atau bidang seni dan budaya. Biasanya dengan penugasan lintas bidang inilah kesuksesan dapat mengantar yang bersangkutan bisa naik kelas.
Dari jurnalis yang bekerja di lapangan dapat menjadi redaktur. Namun jangan pernah dikira semua bentuk promosi kenaikan jabatan itu mau diterima oleh seorang jurnalis yang lebih suka gentayangan di lapangan. Sebab banyak jurnalis yang tak suka duduk manis di belakang meja.
Maka itu -bila bisa sekalian berbagi petuah- sebaiknya kedua profesi pekerjaan ini tidak menjadi pilihan. Bukan saja lantaran pekerjaan jenis lain masih banyak yang dapat dilakukan dan mendatangkan banyak uang, memilih salah satu jenis profesi pekerjaan di atas cukup besar resikonya.
Bukan cuma sulit untuk cepat kaya, tetapi untuk sekedar tak miskin saja sudah tidak alang kepalang susah mengatasinya. Agaknya, kurang lebih begitulah sekelumit pengalaman yang bisa dibagikan.
Sekedar untuk ikut memompa hasrat dan semangat kawan-kawan yang berminat mengasyiki profesi jurnalis atau dunia penulis yang di Indonesia belum mendapat apresiasi yang sepatutnya dari masyarakat, utamanya pemerintah yang justru terkesan gerah terhadap kedua profesi yang acap dikata cukup mulia ini.
Tangerang, 29 Maret 2024
Paparan sekilas ini sekedar untuk memotivasi hasrat kawan-kawan generasi muda dalam Forum Atlantika Institut Nusantara dan Komunitas Jurnalis Indonesia Bersatu pada diskusi dan buka puasa bersama di Tangerang, 29 Maret 2024
*) penulis kolumnis