Sebaik-baik Puasa setelah Ramadhan adalah Puasa Muharram

Grafis tanggal 9 dan 10 Muharram sebagai pengingat untuk berpuasa. Foto: ist

Oleh anonym *

semarak.co-Sebaik-baik Puasa setelah Ramadhan

Bacaan Lainnya

عَنْ أَبي هُريرَةَ رضيَ اللَّه عَنْهُ ، قَالَ : قَالَ رَسُولُ اللَّه صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وسَلَّم : « أَفْضَلُ الصِّيَامِ بعْدَ رَمضَانَ : شَهْرُ اللَّهِ المحرَّمُ ، وَأَفْضَلُ الصَّلاةِ بَعْد الفَرِيضَةِ : صَلاةُ اللَّيْلِ » رواه مسلمٌ.

Dari Abu Hurairah radhiyallahu anhu, katanya: “Rasulullah shalallahu alaihi wasalam bersabda: Seutama-utama berpuasa sesudah bulan Ramadhan ialah dalam bulan Allah yang dimuliakan, yakni Muharram dan seutama-utama shalat sesudah shalat wajib ialah shaliatullail, yakni shalat sunnah di waktu malam.” (Riwayat Muslim)

Pelajaran yang terdapat di dalam hadist:

1- Seutama- utama puasa setelah romadhon puasa di bulan Muharram seutama-utama shalat setelah shalat fardhu shalat malam.

2- Imam An Nawawi mengatakan: Hadis ini menunjukkan bahwa Muharram adalah bulan yang paling mulia untuk melaksanakan puasa sunnah. (Syarah Shahih Muslim, 8/55)

3- Ibnul Qoyim menjelaskan bahwa puasa terkait hari Asyura ada tiga tingkatan:

  1. Tingkatan paling sempurna, puasa tiga hari. Sehari sebelum Asyura, hari Asyura, dan sehari setelahnya.
  2. Tingkatan kedua, puasa tanggal 9 dan tanggal 10 Muharram. Ini berdasarkan banyak hadis.
  3. Tingkatan ketiga, puasa tanggal 10 saja. (Zadul Ma’ad, 2/72)

Tema hadist yang berkaitan dengan Al-Quran:

Bulan yang dimuliakan Allah Subhana wa Ta’ala ada empat. Di antaranya bulan Muharram, dianjurkan untuk banyak beramal kebaikan dan meninggalkan kezaliman.

إِنَّ عِدَّةَ الشُّهُورِ عِنْدَ اللَّهِ اثْنَا عَشَرَ شَهْرًا فِي كِتَابِ اللَّهِ يَوْمَ خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالأرْضَ مِنْهَا أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ ذَلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ فَلا تَظْلِمُوا فِيهِنَّ أَنْفُسَكُمْ وَقَاتِلُوا الْمُشْرِكِينَ كَافَّةً كَمَا يُقَاتِلُونَكُمْ كَافَّةً وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ مَعَ الْمُتَّقِينَ

Sesungguhnya bilangan bulan pada sisi Allah ialah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah di waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya empat bulan haram. Itulah (ketetapan) agama yang lurus, maka janganlah kalian menganiaya diri kalian dalam bulan yang empat itu dan perangilah kaum musyrik itu semuanya sebagaimana mereka pun memerangi kalian semuanya; dan ketahuilah bahwa Allah beserta orang-orang yang bertakwa. (QS. At Taubah: 36). sumber: Mimbar Dakwah/Rabu, 3 Agustus 2022 /5 Muharrom 1444

Sejarah Puasa Asyuro

Dilansir t.me/MuliaDenganSunnah dari AsySyamil.com (Jum’at, 5 Agustus 2022 M/7 Muharram 1444 H), Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma berkata: “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam datang ke kota Madinah dan mendapati orang-orang yahudi berpuasa pada hari Asyuro. Beliau bertanya kepada mereka: “Hari apa ini sehingga kalian berpuasa?”

Mereka menjawab: “Ini hari agung, pada hari ini Allah menyelamatkan Musa dan kaumnya, dan menenggelamkan Fir’aun dan bala tentaranya, lalu Musa berpuasa padanya sebagai rasa syukur (kepada Allah), maka kamipun ikut berpuasa.” Nabi bersabda: “Kami (kaum muslimin) lebih berhak dan lebih utama dengan nabi Musa dari pada kalian.” (HR. al-Bukhari & Muslim)

Keutamaan Puasa Asyuro

Berkaitan dengan keutamaannya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

أَفْضَلُ الصِّيَامِ بَعْدَ رَمَضَانَ شَهْرُ اللهِ المُحَرَّمِ.

“Puasa yang paling utama setelah bulan Ramadhan adalah bulan Allah al-Muharrom.” (HR. Muslim, Abu Dawud, at-Tirmidzi dan Ahmad). Di hadis lainnya beliau menjelaskan:

صِيَامُ يَوْمِ عَاشُوْرَاءَ، أَحْتَسِبُ عَلَى اللَّهِ أَنْ يُكَفِّرَ السَّنَةَ الَّتِيْ قَبْلَه

“Puasa hari Asyuro, aku berharap kepada Allah semoga dapat menghapuskan dosa setahun lalu.” (HR. Muslim)

Hukum Puasa Asyuro

Pada awalnya puasa Asyuro hukumnya wajib. Setelah diwajibkannya puasa Ramadhan, hukumnya menjadi sunnah. Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma bercerita: “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berpuasa pada hari Asyuro dan memerintahkan (kaum muslimin) untuk berpuasa padanya, tatkala puasa Ramadhan diwajibkan maka puasa Asyuro beliau tinggalkan.” (HR. al-Bukhari & Ahmad)

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

هَذَا يَوْمُ عَاشُوْرَاءَ، وَلَمْ يَكْتُبِ اللَّهُ عَلَيْكُمْ صِيَامَهُ، وَأَنَا صَائِمٌ، فَمَنْ شَاءَ فَلْيَصُمْ، وَمَنْ شَاءَ فَلْيُفْطِرْ.

“Sekarang hari Asyuro, Allah tidak mewajibkan puasanya bagi kalian, namun aku berpuasa, barang siapa yang ingin silakan ia berpuasa, dan siapa yang ingin ia boleh berbuka (tidak puasa).” (HR. al-Bukhari & Muslim)

Tata Cara Puasa Asyuro

Ibnul Qayyim dan Ibnu Hajar al-‘Asqolani rahimahumallah menyebutkan bahwa caranya terbagi menjadi tiga:

– Pertama: Berpuasa pada hari Asyuro saja, yakni hari ke-10.

– Kedua: Berpuasa pada hari Asyuro dan sehari sebelumnya, yakni hari ke-9 dan ke-10.

– Ketiga: Berpuasa pada hari Asyuro ditambah dengan sehari sebelumnya dan sehari setelahnya, yakni pada hari ke-9, 10, dan 11.

Catatan Penting:

Pertama: Tentang cara pertama, telah dibolehkan oleh sebagian ulama. Namun cara tersebut mengandung unsur tasyabbuh (menyerupai) dengan puasanya orang-orang Yahudi.

Maka sebelum meninggal dunia, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sangat ingin untuk berpuasa sehari sebelumnya untuk menyelisihi orang-orang Yahudi yang hanya puasa pada hari ke-10 saja. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

فَإِذَا كَانَ الْعَامُ الْمُقْبِلُ إِنْ شَاءَ اللَّهُ صُمْناَ الْيَوْمَ التَّاسِعَ.

“Apabila tiba tahun depan insyaAllah kita akan berpuasa pada hari kesembilan.” Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma berkata: “Belum sampai tahun berikutnya, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah wafat terlebih dahulu.” (HR. Muslim) Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu mengatakan:

صُوْمُوْا التَّاسِعَ وِالْعَاشِرَ، وَخَالِفُوْا الْيَهُوْدَ.

“Berpuasalah kalian pada hari kesembilan dan kesepuluh, selisihilah orang-orang yahudi.” (Hadis shahih riwayat at-Tirmidzi dan Abu Dawud)

Kedua: Tentang cara ketiga yang berdasar kepada hadits Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu dengan lafal:

صُوْمُوْا يَوْمَ عَاشُوْرَاءَ وَخَالِفُوْا فِيْهِ اْليَهُوْدَ، صُوْمُوْا قَبْلَهُ يَوْمًا وَ بَعْدَهُ يَوْمًا.

“Puasalah pada hari Asyuro, dan selisilah orang-orang Yahudi dengan berpuasa sehari sebelumnya dan sehari setelahnya,” maka riwayat ini setelah diteliti ternyata derajatnya lemah. Syaikh al-Albani berkomentar tentang riwayat di atas: Dho’if (lemah). (Dho’if al-Jami ash-Shoghir, no. 3506, Hijab al-Mar’ah ash-Sholihah, hlm. 89)

Dengan menggabungkan antara beberapa riwayat di atas dapat disimpulkan bahwa cara yang terbaik adalah berpuasa pada dua hari, yakni pada hari ke-9 dan ke-10 al-Muharrom. Allahu a’lam.

Ibnul Qoyyim rahimahullah berkata: “Rasulullah ﷺ ditanya: Puasa apa yang paling utama? Beliau berkata: Puasa di bulan Sya’ban untuk mengagungkan bulan Ramadhan. Dikatakan: Sedekah apa yang paling utama? Beliau berkata: Sedekah di bulan Ramadhan.” (Imam At Tirmidzi telah menyebutkan hadits tersebut)

Sedangkan yang terdapat pada As Shahih Bukhari dan Muslim: “Bahwasannya Beliau ﷺ ditanya: Puasa apa yang paling utama setelah puasa Ramadhan? Beliau berkata: Puasa pada bulan yang kalian menyebutnya Muharram. Dikatakan: Solat apa yang paling utama setelah shalat fardhu? Beliau berkata: Solat di tengah malam.”) I’lamul Muwaqqi’in: 4/225)

قال ابن القيم رحمه الله:

وسئل – صلى الله عليه وسلم: أي الصوم أفضل؟ فقال شعبان لتعظيم رمضان قيل: فأي الصدقة أفضل؟ قال صدقة رمضان ( ذكره الترمذي ) ، والذي في الصحيح أنه سئل: أي الصيام أفضل بعد شهر رمضان؟ فقال: شهر الله الذي تدعونه المحرم قيل: فأي الصلاة أفضل بعد المكتوبة؟ قال: الصلاة في جوف الليل .

إعلام الموقعين: ٤ / ٢٢٥ (Alhaqqu Ahabbu Ilaina/AsySyamil.com)

Berkata Fadhilatus Syaikh al-Utsaimin rahimahullah, “Oleh sebab itu ketika Nabi shallallahu alaihi wa sallam masuk kota madinah, beliau pun mendapati orang-orang Yahudi sedang berpuasa pada hari kesepuluh bulan ini (muharram). Lantas beliau bersabda, “Aku lebih berhak meneladani musa daripada kalian.”

Maka Nabi berpuasa dan memerintahkan para shahabat agar berpuasa. Nabi juga pernah ditanya tentang keutamaan puasa Asyura lalu beliau menjawab, “Aku berharap kepada Allah puasa ini melebur dosa-dosa setahun sebelumnya.”

Hanya saja setelah itu Nabi shallallahu alaihi wa sallam memerintahkan untuk menyelisihi orang-orang Yahudi dengan cara berpuasa pada hari ke sepuluh dan sehari sebelumnya yaitu hari ke sembilan atau sehari setelahnya yaitu hari kesebelas.

Puasa Tasu’ah adalah puasa pada tanggal 9 Muharram

Info grafis niat berpuasa Tasu’a. Foto: ist

Puasa ini merupakan puasa yang disyariatkan untuk mengiringi puasa Asyura’. Hikmah dari puasa ini adalah suatu yang sangat agung sebagaimana yang disebutkan dalam hadits dari Abdullah bin Abbas radhiyallahu anhu, beliau menuturkan:

حِينَ صَامَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَوْمَ عَاشُورَاءَ وَأَمَرَ بِصِيَامِهِ قَالُوا: يَا رَسُولَ اللهِ إِنَّهُ يَوْمٌ تُعَظِّمُهُ الْيَهُودُ وَالنَّصَارَى فَقَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: فَإِذَا كَانَ الْعَامُ الْمُقْبِلُ إِنْ شَاءَ اللهُ صُمْنَا الْيَوْمَ التَّاسِعَ، قَالَ: فَلَمْ يَأْتِ الْعَامُ الْمُقْبِلُ، حَتَّى تُوُفِّيَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ

Ketika Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam melaksanakan puasa ‘Asyura dan beliau memerintahkan para sahabat untuk melakukan puasa di hari itu, ada beberapa sahabat yang mengatakan: “Wahai Rasulullah, sesungguhnya tanggal 10 Muharram itu, hari yang diagungkan orang Yahudi dan Nashrani.”

Lalu Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Jika datang tahun depan, in syaa Allah kita akan puasa tanggal 9 nya.” Ibnu Abbas melanjutkan, “Namun belum sampai menjumpai Muharam tahun depan, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam sudah wafat.” (HR. Muslim 1916).

Dari hadits tersebut kita memahami hikmah yang sangat agung dari syariat puasa Tasu’ah yaitu untuk menyelisihi orang-orang Yahudi dan Nashrani. Agar ibadah yang kita lakukan tidak sama dengan mereka.

Menyelisi kekufuran dan pelakunya adalah sebuah pokok utama dari syari’at Islam. Karena disitulah letak keyajaan dan kemuliaan umat. Oleh sebab itu, jangan pernah menjadi pengekor orang kafir lebih-lebih menjadi pengagum mereka. Tanamkan rasa benci terhadap mereka karena kekufuran yang ada pada mereka.

Ditulis oleh Zahir al-Minangkabawi/Diterbitkan oleh Lajnah Dakwah Yayasan Maribaraja. Sementara itu pendapat lain mengutip bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda:

فَإِذَا كَانَ الْعَامُ الْمُقْبِلُ إِنْ شَاءَ اللَّهُ صُمْنَا الْيَوْمَ التَّاسِعَ

“Jika datang tahun depan, in syaa Allah kita akan puasa tanggal 9 (Muharram).” Ibnu Abbas melanjutkan, “Namun belum sampai menjumpai Muharam tahun depan, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sudah wafat.” (HR. Muslim 1916)

Beberapa Pelajaran yang terdapat di dalam Hadits di atas:

Pada tanggal 9 Muharram ini kita dianjurkan puasa, mengiringi puasa Asyura di tanggal 10 Muharram besok harinya. Agar puasa kita tidak menyamai puasa yang dilakukan Yahudi, yaitu pada tanggal 10 Muharram saja. Atau bertepatan jatuh pada hari Senin besok (8/8/2022).

Dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma, bahwa ketika Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam melaksanakan puasa Asyura dan beliau perintahkan para sahabat untuk melakukan puasa di hari itu, ada beberapa sahabat yang melaporkan:

يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّهُ يَوْمٌ تُعَظِّمُهُ الْيَهُودُ وَالنَّصَارَى

“Wahai Rasulullah, sesungguhnya tanggal 10 Muharram itu, hari yang diagungkan orang Yahudi dan Nasrani.” Lalu Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda:

فَإِذَا كَانَ الْعَامُ الْمُقْبِلُ إِنْ شَاءَ اللَّهُ صُمْنَا الْيَوْمَ التَّاسِعَ

“Jika datang tahun depan, in syaa Allah kita akan puasa tanggal 9 (Muharram).”

Ibnu Abbas melanjutkan, “Namun belum sampai menjumpai Muharam tahun depan, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sudah wafat.” (HR. Muslim 1916). Dari riwayat di atas, bisa kita petik ibrah:

Pertama, tujuan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam melaksanakan puasa Tasu’a adalah untuk menunjukkan sikap yang berbeda dengan orang Yahudi. Karena beliau sangat antusias untuk memboikot semua perilaku mereka.

Kedua, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam belum sempat melaksanakan puasa itu. Namun sudah beliau rencanakan. Sebagian ulama menyebut ibadah semacam ini dengan istilah sunnah hammiyah (sunnah yang baru dicita-citakan, namun belum terealisasikan sampai beliau meninggal).

Ketiga, fungsi puasa tasu’a adalah mengiringi puasa asyura. Sehingga tidak tepat jika ada seorang muslim yang hanya berpuasa tasu’a saja. Tapi harus digabung dengan asyura di tanggal 10 besoknya. Dalam Fatwa Islam (no. 21785) dinyatakan:

قال الشافعي وأصحابه وأحمد وإسحاق وآخرون : يستحب صوم التاسع والعاشر جميعا ; لأن النبي صلى الله عليه وسلم صام العاشر , ونوى صيام التاسع .

Imam As-Syafii dan pengikut madzhabnya, Imam Ahmad, Ishaq bin Rahuyah, dan ulama lainnya mengatakan: Dianjurkan puasa di hari kesembilan dan kesepuluh (Muharam) secara berurutan. Karena Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam telah melaksanakan puasa di tanggal 10 dan beliau telah meniatkan puasa tanggal 9 Muharram.

An-Nawawi mengumpulkan beberapa penjelasan tentang hikmah dianjurkannya puasa tasu’a. Para ulama dikalangan madzhab kami dan madzhab lainnya menyebutkan beberapa hikmah dianjurkannya puasa tasu’a:

Tujuan puasa Tasu’a ini adalah menyelisihi orang Yahudi, yang hanya melaksanakan puasa di tanggal 10 saja. Ini sebagaimana disebutkan dalam hadits dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma. Tujuan puasa Tasu’a adalah untuk mengiringi puasa hari asyura dengan puasa di hari sebelumnya.

Sebagaimana Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam melarang puasa di hari jumat saja. Sebagai sikap kehati-hatian dalam menentukan kapan puasa asyura, karena ketidak jelasan munculnya hilal dan kemungkinan adanya kesalahan dalam penentuan hilal Muharam.

Sehingga bisa jadi tanggal 9 dalam perhitungan manusia, sejatinya merupakan tanggal 10 Muharam yang sebenarnya. [Al-Majmu’ Syahr Muhadzab, 6/383]. Tema Hadits yang berkaitan dengan ayat Al-Qur’an. Allah Azza wa Jalla berfirman:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِ‍نْ قَ‍بْ‍لِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ

“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.” (QS. Al-Baqarah: 183).

Mengutip Majmu’ Fatawa war Rasail 39-40/20/Kajian Islam Temanggung dari Admin Asy-Syamil.com/Dari Abdullah bin Amr radhiyallahu ta’ala ‘anhu, bahwa Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

ﺑَﻠِّﻐُﻮﺍ ﻋَﻨِّﻰ ﻭَﻟَﻮْ ﺁﻳَﺔً

“Sampaikanlah dariku walau hanya satu ayat”. (HR.Bukhari). Dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu, bahwa Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

ﻣَﻦْ ﺩَﻋَﺎ ﺇِﻟَﻰ ﻫُﺪًﻯ ﻛَﺎﻥَ ﻟَﻪُ ﻣِﻦَ ﺍْﻷَﺟْﺮِ ﻣِﺜْﻞُ ﺃُﺟُﻮْﺭِ ﻣَﻦْ ﺗَﺒِﻌَﻪُ ﻟَﺎ ﻳَﻨْﻘُﺺُ ﺫَﻟِﻚَ ﻣِﻦْ ﺃُﺟُﻮْﺭِﻫِﻢْ ﺷَﻴْﺌًﺎ، ﻭَﻣَﻦْ ﺩَﻋَﺎ ﺇِﻟَﻰ ﺿَﻠَﺎﻟَﺔٍ ، ﻛَﺎﻥَ ﻋَﻠَﻴْﻪِ ﻣِﻦَ ﺍﻟْﺈِﺛْﻢِ ﻣِﺜْﻞُ ﺁﺛَﺎﻡِ ﻣَﻦْ ﺗَﺒِﻌَﻪُ ﻟَﺎ ﻳَﻨْﻘُﺺُ ﺫَﻟِﻚَ ﻣِﻦْ ﺁﺛَﺎﻣِﻬِﻢْ ﺷَﻴْﺌًﺎ

Barangsiapa mengajak (manusia) kepada petunjuk, maka baginya pahala seperti pahala orang yang mengikutinya tanpa mengurangi pahala mereka sedikit pun. Dan barangsiapa mengajak (manusia) kepada kesesatan maka ia mendapatkan dosa seperti dosa-dosa orang yang mengikutinya, tanpa mengurangi dosa mereka sedikitpun. (HR.Muslim)

Dakwah di jalan Allâh Azza wa Jalla merupakan amal yang sangat mulia, ketaatan yang besar dan ibadah yang tinggi kedudukannya di sisi Allâh Subhanahu wa Ta’ala. Allâh Azza wa Jalla berfirman:

ﻭَﻟْﺘَﻜُﻦْ ﻣِﻨْﻜُﻢْ ﺃُﻣَّﺔٌ ﻳَﺪْﻋُﻮﻥَ ﺇِﻟَﻰ ﺍﻟْﺨَﻴْﺮِ ﻭَﻳَﺄْﻣُﺮُﻭﻥَ ﺑِﺎﻟْﻤَﻌْﺮُﻭﻑِ ﻭَﻳَﻨْﻬَﻮْﻥَ ﻋَﻦِ ﺍﻟْﻤُﻨْﻜَﺮِۚ ﻭَﺃُﻭﻟَٰﺌِﻚَ ﻫُﻢُ ﺍﻟْﻤُﻔْﻠِﺤُﻮﻥَ

Dan hendaklah di antara kamu ada segolongan orang yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh (berbuat) yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar. Dan mereka itulah orang-orang yang beruntung. (QS.Ali-Imran [3] :104)

 

sumber: WAGroup PEACE ANIS PRIANGAN TIMUR (postRabu3/8/2022/)/AsySyamil.com di WAGroup Ngaji Berkah (postJumat5/8/2022/bambangwicaksono)/ sumber: WAGroup NKRI DAMAI TANPA PKI (postJumat5/8/2022)/WAGroup “NIAT IBADAH SAJA” (postJumat5/8/2022/)/ Maribaraja.com di WAGroup PEJUANG SUBUH (postMinggu7/8/2022/bambangwicaksono)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *