RUU BUM Desa sudah Holistik dengan Adanya UU Ciptaker, Mendes Halim: Minyak Goreng Satu Harga Penting

Mendes PDTT Abdul Halim Iskandar saat mengikuti Rapat Kerja Badan Legislasi DPR RI dengan DPD RI dan Pemerintah dalam rangka pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) Badan Usaha Milik Desa (BUM Desa) yang menjadi usulan DPD pada Program Legislasi nasional (Prolegnas) 2021, pada Kamis (20/1/2022). Foto: humas Kemendes PDTT

Menteri Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Mendes PDTT) Abdul Halim Iskandar menegaskan akan mengawal penuh kebijakan pemerintah mengenai Minyak Goreng Satu Harga. Pasalnya, instabilitas harga pangan akan semakin memperparah tingkat kemiskinan dan kelaparan warga desa terutama pada posisi rentan.

semarak.co-Mendes Halim mengatakan, pertambahan jumlah kemiskinan mayoritas disulut kenaikan harga pangan. Kenaikan harga minyak goreng selain menekan daya beli warga miskin di Desa, pada saat yang sama akan memicu kenaikan harga pangan lainnya selain minyak goreng.

Bacaan Lainnya

“Bila ini terjadi, bisa dipastikan warga desa yang hanya sejengkal di atas garis kemiskinan akan jatuh jadi warga miskin,” ujar Mendes PDTT Halim di Jakarta (21/1/2022) seperti dirilis humas melalui WAGroup Rilis Kemendes PDTT, Jumat (21/1/2022).

Demi mempercepat pencapaian SDGs Desa tujuan pertama dan kedua, terang Mendes Halim, Desa Tanpa Kemiskinan dan Desa Tanpa Kelaparan, diperlukan peran serta banyak pihak maupun kebijakan yang mendukung baik oleh pemerintah desa maupun supra desa.

“Minyak goreng adalah salah satu komoditas dari sembilan bahan pokok yang bersifat strategis dan multiguna. Kedua sifat tersebut membuat minyak goreng menjadi salah satu komoditas yang memiliki peranan yang penting dalam perekonomian Indonesia,” ujar Gus Halim, sapaan akrab lain dari Mendes PDTT Halim.

Oleh karena itu, Gus Halim berpandangan Kebijakan pemerintah terkait minyak goreng satu harga ini sangat krusial, terutama dalam rangka menjaga masyarakat desa dari kondisi rentan kemiskinan. “Jika harga pangan naik, tidak stabil, otomatis mereka harus mengatur ulang pengeluaran,” paparnya.

Bahkan termasuk pengurangan jumlah dan frekuensi makan, dan tentu jenis pangan murah akan jadi pilihan. “Dampaknya, konsumsi energi dan protein akan menurun dan berpengaruh pada kesehatan. Bagi ibu hamil, ibu menyusui dan balita, ini akan memperburuk kecerdasan anak,” ungkapnya.

Di antara sasaran SDGs Desa tujuan Desa Tanpa Kemiskinan dan Desa Tanpa Kelaparan adalah nol persen tingkat kemiskinan desa, hingga prevalensi kurang gizi, stunting dan anemia, serta prevalensi bayi mendapat ASI eksklusif. “Sudah pasti, instabilitas harga pangan akan berpengaruh pada pencapaian sasaran-sasaran SDGs Desa,” tegasnya.

Terakhir Gus Halim mengimbau masyarakat desa untuk tetap bijak dan tidak panik. Menurutnya kebijakan minyak goreng satu harga merupakan upaya lanjutan pemerintah untuk menjamin ketersediaan minyak goreng dengan harga terjangkau.

Gus Halim juga meminta Pemerintah desa maupun BUM Desa yang bergerak pada usaha retail untuk bersama-sama mengawal kebijakan tersebut dalam rangka meringankan beban warga desa. Sebagai informasi, kenaikan harga minyak goreng telah menjadi isu nasional, karena terjadi di seluruh wilayah Indonesia.

Pemerintah telah menetapkan kebijakan minyak goreng satu harga mulai Rabu, 19 Januari 2022. Melalui kebijakan tersebut, seluruh harga minyak goreng, baik kemasan premium maupun kemasan sederhana, akan dijual Rp 14 ribu per liter.

Sebelumnya saat mengikuti Rapat Kerja Badan Legislasi DPR RI dengan DPD RI dan Pemerintah dalam rangka pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) Badan Usaha Milik Desa (BUM Desa) yang menjadi usulan DPD pada Program Legislasi nasional (Prolegnas) 2021 pada Kamis (20/1/2022).

Mendes PDTT Halim menegaskan regulasi terkait Badan Usaha Milik Desa (BUM Desa) yang termaktub dalam Undang-undang Cipta Kerja Sudah Holistik dan Komprehensif. Dengan demikian, masih belum perlu diterbitkannya undang-undang baru yang mengatur tentang BUM Desa.

“Harapan masyarakat desa dan pengelola BUM Desa yang ingin mendapatkan pengakuan dan kepastian hukum BUM Desa, sudah terpenuhi oleh Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja,” papar Gus Halim yang juga politisi PKB.

Dari seluruh aturan yang sudah ada, kata Gus Halim, pemerintah menilai bahwa ruang lingkup pengaturan terkait BUM Desa sudah holistik dan komprehensif. Regulasi yang terkait BUM Desa sudah lengkap.

Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja dan Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2021 tentang BUM Desa telah mengatur berbagai hal terkait kelembagaan, permodalan, kerja sama, pertanggungjawaban, pembinaan, hingga pengembangan BUM Desa.

Gus Halim menambahkan bahwa dalam Peraturan Pemerintah juga telah memberikan ruang yang cukup luas bagi BUM Desa untuk melakukan berbagai usaha sebagaimana diakomodasi dalam PP Nomor 5 Tahun 2021, PP Nomor 19 Tahun 2021, PP Nomor 23 Tahun 2021, PP Nomor 29 Tahun 2021, dan PP Nomor 30 Tahun 2021.

Yang dibutuhkan saat ini adalah pengawasan pada tingkat implementasi oleh seluruh stakeholder termasuk para pimpinan dan anggota DPR RI, serta pimpinan dan anggota DPD RI. Sehingga, apabila didalam PP dirasa masih ada yang kurang atau dibutuhkan peraturan yang lebih teknis dan praktis, nanti bisa dengan peraturan menteri desa.

Sebelumnya, di forum rapat kerja yang sama, Badikenita Putri Sitepu selaku perwakilan DPD berpandangan bahwa undang-undang cipta kerja hanya mencamtumkan satu pasal yakni pasal 87 yang secara eksplisit mengatur bumdes, untuk kemudian mendelegasikan peraturan lebih lanjut pada peraturan pemerintah.

Menurutnya, kompleksitas BUM Desa tidak cukup hanya dengan peraturan pemerintah (PP). Ruang lingkup materi tentang BUM Desa cukup luas, sehingga akan lebih ideal jika pengaturannya terbentuk dalam undang-undang khusus mengatur tentang itu.

Adapun RUU usulan DPD terdiri 14 bab dan 73 pasal yang meliputi kewenangan pemerintah pusat dan pemerintah daerah, kelembagaan, unit usaha pengelolaan, tata Kelola, fasilitas pendampingan, kepailitian, penggabungan dan pembubaran.

“Jika menggunakan pendekatan komparatif, kita dapat melihat peraturan tentang BUMN itu telah diatur dlm bentuk satu undang-undang. Begitu juga dengan BUMD yang telah diatur dalam 1 bab khusus dalam UU tentang Pemda,” ujar Mendes Halim.

Seharusnya norma yang mengatur BUM Desa, kata dia, harus sama kuat dengan norrma yang mengatur BUMN dan BUMD mengingat ketiganya merupakan badan hukum dengan modal mayoritas dari negara, sehingga harus memiliki kekuatan hukum yag lebih kuat.

Sebagai informasi, sejak disahkannya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, maka BUM Desa telah sah dinyatakan sebagai badan hukum. Dengan demkian, BUM Desa dan BUM Desa Bersama memiliki keleluasaan dalam menjalin kerja sama dengan sejumlah mitra dalam pengembangan bisnis.

Disusul kemudian diterbitkannya Permendesa PDTT Nomor 3 Tahun 2021, dan Permenkumham Nomor 40 Tahun 2021 yang mengatur pendaftaran dan pengesahan badan hukum BUM Desa dan BUM Desa Bersama. Hingga saat ini, Kemendesa PDTT terus bekerja membuka pendaftaran bagi BUM Desa untuk menjadi badan hukum.

Selain itu dilakukan pendataan jenis usaha, omset, nilai asset serta kondisi objektif BUM Desa melalui Sistem Informasi Desa (SID). Pendataan ini untuk memastikan jika BUM Desa memang sehat secara ekonomi.

Untuk dapat diketahui, Rapat kerja yang diselenggarakan Badan Legislasi DPR RI adalah dalam rangka pembahasan RUU tentang Badan Usaha Milik Desa yang sudah masuk dalam prolegnas 2021.

Dalam rapat tersebut turut dihadiri Dewan Perwakilan Daerah (DPD) selaku pengusul Rancangan Undang-Undang (RUU) dan Menteri Desa PDTT, Menteri Dalam Negeri, Menteri Keuangan serta Menteri Hukum dan HAM selaku perwakilan pemerintah. (rus/smr)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *