Puluhan ribu Muslim di Pakistan, Bangladesh, dan wilayah Palestina melakukan protes terhadap pernyataan Presiden Prancis Emmanuel Macron pascapembunuhan di sebuah gereja di Prancis. Di Pakistan, Kamis (29/10/2020), polisi menembakkan gas air mata ke arah ribuan demonstran yang berbaris menuju Kedutaan Besar Prancis di Islamabad.
semarak.co-Beberapa pengunjuk rasa berusaha menerobos barikade polisi, kata saksi mata. Di Bangladesh yang berpenduduk mayoritas Muslim, puluhan ribu orang berbaris melintasi Ibu Kota Dhaka.
Mereka meneriakkan kata-kata, boikot produk Prancis dan membawa spanduk yang menyebut Macron teroris terbesar di dunia. “Macron memimpin Islamofobia,” kata pengunjuk rasa bernama Akramul Haq di Dhaka.
Ditambahkan Akramul Haq, “Dia tidak tahu kekuatan Islam. Dunia Muslim tidak akan membiarkan ini sia-sia. Kami akan bangkit dan berdiri dalam solidaritas untuk menentang dia.”
Di distrik dengan mayoritas Muslim di kota pusat keuangan India, Mumbai, sekitar 100 poster terlihat menunjukkan Macron dengan sepatu bot di wajahnya. Poster-poster yang menyebut Macron iblis ditempel di trotoar dan jalan.
Di Lebanon, pasukan keamanan menembakkan gas air mata untuk mengusir sekitar 300 pengunjuk rasa, termasuk pendukung partai Islam Sunni setempat. Mereka berjalan dalam barisan dari sebuah masjid di Ibu Kota Beirut ke kediaman resmi duta besar Prancis.
Ribuan warga Palestina berunjuk rasa setelah menunaikan shalat Jumat di Masjid Al Aqsa, situs tersuci ketiga dalam Islam, di Kota Tua Yerusalem untuk mengutuk penerbitan ulang kartun Nabi Muhammad di Prancis.
“Kami menganggap presiden Prancis bertanggung jawab atas tindakan kekacauan dan kekerasan yang terjadi di Prancis karena komentarnya terhadap Islam dan Muslim,” kata Ikrima Sabri, pengkhutbah yang menyampaikan ceramah di Al Aqsa.
Di Ramallah, di Tepi Barat yang diduduki Israel, orang-orang Palestina menginjak-injak bendera Prancis berukuran besar serta membakari beberapa bendera Prancis lainnya. Di Gaza, yang diperintah oleh gerakan Islam Palestina Hamas, ratusan warga Palestina mengambil bagian dalam demonstrasi anti Prancis.
Di Somalia, ribuan orang datang untuk menjalankan shalat Jumat di masjid-masjid, yang topik khutbahnya didominasi oleh kutukan dan kecaman terhadap Macron dan pemerintahnya.
Seorang penjaga toko di Mogadishu, Abdirahman Hussein Mohamed, meminggirkan semua produk Prancis, termasuk pencuci muka, krim, parfum, dan kosmetik lainnya. Ia memasang tanda besar, Tidak Untuk Dijual.
“Saya tidak akan pernah menjual produk-produk itu selama Prancis tidak meminta maaf. Prancis menghina Nabi kami,” kata Mohamed kepada Reuters.
Beberapa perempuan pembeli setuju. “Saya dulu salah satu konsumen kosmetik Prancis. Sekarang tidak lagi. Saya akan mencari produk dari negara-negara lain,” kata Anisa Ahmed, (22).
Presiden Macron menyatakan ia akan berdiri teguh melawan serangan terhadap nilai-nilai Prancis dan kebebasan memeluk keyakinan. Prancis memiliki jumlah penduduk Muslim terbesar di Eropa dan dalam beberapa tahun terakhir dilanda serangkaian serangan oleh kalangan garis keras.
Sementara Juru bicara Kremlin Dmitry Peskov mengatakan Rusia menghindari penerbitan karikatur yang menghina Islam. “Keberadaan media semacam itu di negara kami sama sekali tidak mungkin, termasuk dari segi legislasi saat ini,” kata Peskov.
Ditambahkan Peskov, “Rusia sebagian merupakan negara Muslim dan terdapat hingga 20 juta umat Muslim di Rusia. Di Rusia, di mana, tentu saja, negara fundametal adalah Kristen, mayoritas kami semua memiliki orang Kristen yang tinggal di sini, keunikan negara kami justru pada sifat multietnik dan multiagama, dan semua agama hidup dengan saling menghormati.”
Pernyataan itu disampaikan setelah skandal yang diprovokasi oleh majalah Prancis, Charlie Hebdo, yang menerbitkan kartun tentang Islam, melukai hati jutaan umat Muslim. Penerbitan kartun tersebut berujung pada gelombang amarah dan aksi protes di seluruh dunia Muslim serta aksi boikot produk Prancis. (net/smr)