by: Iramawati Oemar
The Royal Wedding jamaknya disematkan pada pernikahan keluarga kerajaan. Seperti pernikahan Pangeran William dan Kate Middleton pada April 2011 lalu. Di Indonesia juga pernah ada Royal Wedding, yaitu ketika Sri Sultan Hamengku Buwono X menikahkan putri-putri beliau, terakhir Oktober 2013.
Disebut royal wedding karena meskipun secara hukum ketatanegaraan Kesultanan Ngayogyakarta Hadiningrat tidak lagi eksis sebagai sebuah negara/kerajaan yang memiliki kedaulatan monarki, namun secara tradisi kesultanan Jogja tetap dipertahankan tata aturannya dalam event tertentu, seperti pernikahan putra/putri raja dan penobatan raja baru (seperti yang terjadi di tahun 1989 ketika Sri Sultan Hamengku Buwono X ditasbihkan menjadi “Raja” menggantikan almarhum ayahandanya).
Pernikahan keluarga kerajaan selalu unik dan menarik. Bukan hanya pernikahan keluarga kerajaan Inggris, tetapi juga pernikahan putri Sri Sultan HB X pun menarik perhatian warga dunia, saat itu cukup banyak turis mancanegara yang sengaja menyempatkan diri berwisata ke Jogja hanya untuk melihat the royal wedding.
Biro perjalanan wisata pun banyak yang mengemas event tersebut sebagai obyek jualan wisata mereka. Fotografer dari berbagai media baik nasional maupun internasional berebut mendapatkan posisi terbaik untuk bisa mendapatkan kualitas jepretan paling prima dari rangkaian acara the royal wedding.
Apa yang membedakan the royal wedding dengan pernikahan anak rakyat kebanyakan? KERETA KENCANA!
Ya, kereta kencana sejak jakan dahulu kala telah jadi simbol keniscayaan property pernikahan keluarga raja. Bahkan dalam dongeng klasik Cinderella pun kereta kencana ada.
Di Inggris, kereta kencana dipakai saat ada pernikahan keluarga kerajaan. Moment lain adalah saat pemakaman Lady Diana Spencer, mantan istri Pangeran Charles, karena ibu daei Pangeran William dan Harry itu tetap dianggap sebagai anggota keluarga kerajaan.
Di Keraton Jogja, jika anda pernah berwisata kesana, ada sejumlah kereta kencana milik kerajaan dipajang di musium. Ada yang dibiarkan terbuka dan hanya dibatasi tali, namun pengunjung tetap dapat berfoto dekat kereta itu, namun ada pula yang dilindungi sehingga pengunjung tak bisa berada terlalu dekat dengan kereta kencana. Ada kereta kencana tertentu yang hanya dikeluarkan apabila Raja mantu. Tentu saja semua itu sudah ada “pakem”nya dalam tradisi keraton. Pakem yang tidak bisa diubah begitu saja, suka atau tidak suka.
Maka, ketika Sri Sultan HB X menikahkan putrinya, ritual tradisi keraton itupun adalah bagian tak terpisahkan dari seluruh prosesi pernikahan putri raja. Sang Putri diarak keluar dari lingkungan keraton, saat itulah rakyat melihat arak-arakan putri raja yang jadi pengantin, duduk dalam kereta kencana. Putri-putri Sri Sultan HB X suka atau tidak suka, mengemban tugas ke-keraton-an karena mereka terlahir sebagai keturunan langsung sang Raja, pewaris tahta kerajaan. Meski kerajaan itu sekarang hanya simbol saja.
* * *
Pagi tadi, saya melihat wujud dari the “Royal” wedding itu. Bukan karena Sri Sultan mantu, atau kerabat keraton Solo mantu, melainkan karena Pak Jokowi, mantan Walikota Solo yang kini jadi presiden RI, menikahkan putri semata wayangnya.
Kereta kencana, simbol pernikahan keluarga kerajaan, hadir dalam rangkaian upacara pernikahan Kahiyang Ayu dan Bobby Nasution. Tidak tanggung-tanggung, jumlahnya 8 unit! Ya, delapan, 4 unit untuk parade mempelai putri dan keluarga, dan 4 unit lagi untuk ditumpangi pengantin pria dan keluarga.
Reporter salah satu TV swasta mengabarkan bahwa untuk mendekorasi 1 unit kereta kencana saja menghabiskan dana lebih dari Rp. 100.000.000,00! Anda tidak salah baca, memang SERATUS JUTA RUPIAH. Jadi kalau ada 8 unit kereta kencana, dananya hampir semilyar. Kabarnya pula, kuda-kuda yang menarik kereta kencana itu kuda pilihan, ada yang didatangkan dari Nusa Tenggara, dll. Istimewa sekali.
Saya penasaran seperti apa gerangan wujud kereta kencana itu. Ketika kemudian kamera secara khusus meliput “penampakan” kereta kencana, saya bagaikan melihat film klasik dongeng ala Cinderella atau princess di Disneyland. Benar-benar “wah”, bahkan kesan saya lebih wah dibanding kereta kencana keraton Jogja yang dipakai pada pernikahan putri Sri Sultan 4 tahun lalu.
Sebenarnya sejak kemarin saya sudah merasa heran ketika reporter tv mengabarkan akan adanya kirab kereta kencana. Memangnya ini pernikahan keluarga kerajaan??! Bukankah pak Jokowi katanya berasal dari keluarga biasa, rakyat kebanyakan?! Lalu apa alasannya ada kirab kereta kencana dalam pernikahan putrinya?? Apakah karena beliau seorang presiden?
Ah…, tidak juga!
Teman saya berkomentar: “Dulu Pak Harto nikahin putrinya aja gak gitu-gitu amat, ya”.
Kenapa dibandingkan dengan mantan Presiden Soeharto? Sebab ibu Tien, Siti Hartinah, konon masih kerabat keraton Solo. Namun, hingga pernikahan putri bungsunya pun, tidak ada kirab kereta kencana.
Kirab kereta kencana dalam tradisi pernikahan keluarga kerajaan atau naik tahtanya sang Raja baru, adalah sebuah keniscayaan, bagian dari protokoler pakem kerajaan. Kereta kencananya sudah ada, bahkan kereta jenis apa yang dipakai, sudah digariskan. Kuda dan abdi dalem kerajaan yang jadi pengiring juga sudah ada. Sehingga tidak perlu diadakan lagi. Cukup koleksi kerajaan dikeluarkan dari tempat penyimpanannya.
Tetapi jika bukan anggota keluarga kerajaan hendak meniru tradisi kerajaan, maka kereta kencana itu harus diadakan, didekorasi sedemikian rupa agar mirip dengan gambaran kereta kencana dalam buku-buku dongeng. Kudanya pun harus didatangkan secara khusus.
Intinya, semuanya itu akan jadi terasa mengada-ada. Sebab dalam tradisi adat Jawa sekalipun, rakyat biasa yang bukan keluarga inti kerajaan, tidak ada pakem kirab kereta kencana. Yang pakem hanyalah sungkeman, siraman, dhodhol dawet, dulangan, midodareni, akad, panggih, dll.
Yang lebih membuat saya heran adalah : kenapa pak Jokowi merasa perlu ada prosesi kirab kereta kencana dalam pernikahan putrinya? Bukankah selama ini beliau dicitrakan sebagai sosok yang SEDERHANA dan MERAKYAT, sampai-sampai ada tagline “Jokowi adalah kita”. Yang dimaksud “kita” dalam slogan tersebut adalah “kita yang rakyat biasa, kita yang orang kebanyakan”.
Dengan memasukkan protokoler pakem kerajaan dalam pernikahan putrinya seakan Pak Jokowi hendak menegaskan bahwa beliau adalah “RAJA”, berbeda dari kalangan rakyat biasa. Karena itu pernikahan putrinya pun harus serupa dengan tradisi keluarga kerajaan, tidak boleh sama dengan adat Jawa biasa yang dilakoni rakyat kebanyakan.
Hanya pak Jokowi dan keluarga yang tahu pasti alasan kenapa harus ada kirab kereta kencana. Dan kenapa pula sampai 8 iring-iringan kereta kencana. Seingat saya, dalam pernikahan putri Sri Sultan HB X 4 tahun lalu, jumlah kereta kencana yang ikut kirab juga tak sebanyak itu.
Mungkinkah pak Jokowi ingin membuat protokoler baru bagi tradisi pernikahan putri presiden? Jujur saja, saya tidak berharap siapapun presiden RI berikutnya akan meniru cara ini, apapun alasannya.
The Royal wedding ini semakin terasa ironis bukan semata karena yang “ngelakoni” bukan keturunan raja, namun juga karena kontras sekali dengan citra yang berusaha dihadirkan selama ini.
Terlebih lagi jika dibandingkan dengan realitas kondisi sosial ekonomi rakyat Indonesia kebanyakan yang dalam setahun ini semakin terpuruk, diindikasikan dengan menurunnya daya beli, pencabutan berbagai macam subsidi terutama listrik, terkaparnya produk lokal karena terlibas produk impor, termasuk komoditi pertanian, membanjirnya TKAsing yang membuat pekerja lokal terpinggirkan, maka pesta mewah ala raja-raja dalam negeri dongeng itu makin menambah kontras bak langit dan bumi, jarak antara “Raja” dengan rakyatnya.
Image SEDERHANA itu musnah sudah.
Bukan hanya dari banyaknya jumlah tamu undangan atau kemewahan dekorasi setiap event, namun kehadiran 8 kereta kencana berhias megah itu telah menegaskan pembeda : ini pernikahan putri Raja!
Lupakan sudah baliho raksasa bergambar foto diri pak Jokowi yang dari sepatu, celana hingga kemeja semua hanya seharga seratus ribuan. Sebab satu unit kereta kencana saja sudah lebih seratus jutaan. Kereta kencana itu TIDAK SEDERHANA, kawan.
kutipan dari WAG DPC Jak-Bar Pena 45
kiriman: Amirullah RW 07 Tamsar
Sementara di berbagai media social, terutama WhatsApp beredar berita yang sama beberapa hari belakangan yang kira-kira berjudul Presiden Kita Mantu. Berikut copas tanpa penggalan:
2 X Presiden kita MANTU, dan semuanya di helat dengan pesta pernikahan yg spektakuler dan disaksikan JUTAAN mata penduduk Indonesia tapi anehnya tidak ada satupun kamera baik foto maupun video yg bisa memotret dan merekam keberadaan sang ” NENEK”( Ibu Jokowi)
Kok beda sekali pada saat Jokowi dulu NYAPRES ya???
Foto Jokowi and “MoTher” sangat mudah didapat dan diabadikan…?
Jujur saya merasa aneh dan bertanya2???
Mengingat PRESIDEN kita ini adalah org yg gemari sekali di FOTO
Foto sungkeman waktu lebaran (sampai detik ini tidak ada satupun media2 buzzer Jokowi yg bisa mempublikasikan)
Foto pernikahan cucu2nya jg tidak ada satupun kamera yg bisa mengabadikan sang “NENEK”?
( Sekedar info saja dalam pernikahan yg menggunakan adat Jawa khususnya mulai prosesi siraman, sungkeman, yg namanya NENEK itu pasti akan selalu turut serta dalam prosesi tersebut)
Barangkali ada yg punya foto momentum itu tolong di share kan biar saya tidak lagi penasaran…
” NENEK ” DIMANA???
WAG DPP GAPE DKI Jakarta, kiriman Mimi OSB, Selasa (7/11).