Pakar telematika Roy Suryo menyarankan agar ijazah Presiden Joko Widodo (Jokowi) diuji keasliannya di laboratorium forensik independen di luar negeri, salah satunya di Singapura. Usulan disampaikan Roy usai mendengar penasihat hukum Jokowi, Rivai Kusumanegara siap ijazah Jokowi diperiksa secara forensik.
Semarak.co-Menurut Roy, pemeriksaan forensik terhadap dokumen akademik Jokowi merupakan langkah yang baik bahkan seharusnya menjadi keharusan, asalkan dilakukan oleh lembaga yang netral dan tidak memiliki konflik kepentingan.
“Saya mendengar pernyataan Penasihat Hukum dari Pak Jokowi yang menyebut ijazah Pak Jokowi siap diperiksa secara forensic. Kalau begitu harus dilakukan oleh lembaga netral agar tidak memiliki konflik kepentingan,” cetus Roy seperti dilansir tribunbanyumas.com melalui laman berita msn.com, Rabu (7/5/2025).
Di bagian lain seperti dilansir kaltengpos melalui laman berita msn.com, Rabu (7/5/2025), polemik terkait keaslian ijazah Presiden Jokowi terus mencuat. Sejumlah kalangan mendesak agar Jokowi menunjukkan ijazah asli dari gelar Sarjana Kehutanan yang diperoleh dari Universitas Gadjah Mada (UGM).
Bahkan mantan Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) Roy Suryo sempat melontarkan usulan agar dilakukan uji karbon pada kertas ijazah tersebut guna mengetahui usia materialnya secara ilmiah.
Namun, ide uji karbon yang disampaikan Roy Suryo ternyata tidak dapat direalisasikan. Apa Itu Uji Karbon? Dalam dunia arkeologi dan ilmu geologi, metode penanggalan karbon-14 kerap digunakan untuk memperkirakan usia peninggalan sejarah yang ditemukan melalui penggalian.
Metode ini memungkinkan ilmuwan mengetahui usia benda organik berdasarkan kandungan isotop karbon radioaktif di dalamnya. Penanggalan radiokarbon (dikenal juga sebagai carbon dating atau penanggalan karbon-14) merupakan teknik penentuan usia suatu objek yang mengandung materi organik dengan memanfaatkan sifat radioaktif dari isotop karbon-14.
Mengutip laman Canadian Archaeology, sekitar tujuh dekade silam, Willard F. Libby, seorang Profesor Kimia dari Universitas Chicago, memprediksi keberadaan karbon-14 di alam. Karena karbon adalah unsur utama dalam kehidupan dan hadir di semua senyawa organik bersama hidrogen, keberadaan isotop ini menjadi dasar metode untuk mengetahui usia material kuno.
Karbon-14 terbentuk di lapisan atas atmosfer ketika sinar kosmik bereaksi dengan atom nitrogen. Reaksi ini menciptakan karbon-14 dalam jumlah stabil yang kemudian menyebar ke seluruh atmosfer. Tumbuhan menyerap karbon-14 selama proses fotosintesis.
Sedangkan hewan mendapatkannya dengan mengonsumsi tumbuhan atau hewan lain. Selama organisme masih hidup, jumlah karbon-14 dalam tubuhnya stabil karena proses penyerapan dan peluruhan seimbang. Namun, saat organisme tersebut mati, karbon-14 mulai meluruh dan tidak lagi diperbarui sehingga jumlahnya berkurang seiring waktu.
Inilah dasar yang digunakan untuk mengestimasi usia benda-benda organik dalam bidang arkeologi, geologi, hingga paleontologi. Peluruhan karbon-14 diukur melalui konsep waktu paruh, yaitu periode yang dibutuhkan untuk meluruhkan setengah dari jumlah isotop yang ada.
Libby memperkirakan waktu paruh karbon-14 sekitar 5.568 ± 30 tahun. Ini berarti bahwa dalam waktu tersebut, separuh karbon-14 telah hilang dari jaringan organisme yang telah mati. Setelah 11.136 tahun, separuh sisanya pun turut meluruh, dan seterusnya.
Namun penelitian lanjutan menunjukkan waktu paruh yang lebih akurat adalah 5.730 ± 40 tahun, meski sebagian besar laboratorium tetap menggunakan angka versi Libby, kadang dibulatkan menjadi 5.570 tahun untuk kesederhanaan.
Meski demikian, uji karbon tidak dapat diterapkan pada semua benda. Masih dari sumber yang sama, bahan organik dalam jumlah memadai dapat dianalisis menggunakan metode radiokarbon, khususnya dengan teknologi AMS (Accelerator Mass Spectrometry) yang hanya membutuhkan sekitar 50 miligram sampel.
Teknologi ini memungkinkan pengujian benda berukuran sangat kecil, seperti biji-bijian. Namun, rentang waktu efektif pengujian karbon-14 adalah antara 100 hingga 50.000 tahun.
Dengan demikian, jika merujuk pada waktu kelulusan Jokowi dan pembuatan ijazahnya sekitar tahun 1985, usia kertas tersebut belum mencapai 100 tahun. Artinya, usulan Roy Suryo untuk melakukan uji karbon tidak dapat atau sulit untuk diwujudkan pada dokumen tersebut.
Di bagian lain lagi Koordinator Pergerakan Advokat Nusantara dan TPDI Petrus Selestinus meminta Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo untuk menghentikan atau setidaknya menunda seluruh proses pemeriksaan terhadap Pengaduan Presiden ke-7 RI Jokowi di Polda Metro Jaya.
“Secara teknis Hukum Acara Pidana dan demi menjamin kepastian hukum, Pimpinan Polri harus menghentikan atau setidak-tidaknya menunda seluruh proses pemeriksaan terhadap Pengaduan Jokowi di Polda Metro Jaya tertanggal 30 April 2025 dan seluruh Laporan Polisi dari Anggota Masyarakat terhadap KRMT Roy Suryo dkk,” kata Petrus dilansir kompas.tv, Selasa (6/5/2025).
Sebab menurut Petrus, Bareskrim Polri saat ini tengah melakukan penyelidikan dan atau penyidikan atas laporan Polisi TPUA tentang dugaan Ijazah S1 Fakultas Kehutanan UGM a/n. Jokowi sebagai Ijazah palsu. “Harus dibuktikan terlebih dahulu apakah Ijazah Jokowi dimaksud asli atau palsu atau aspal,” ujarnya.
“Karena selama menjadi polemik bertahun-tahun Jokowi tidak pernah memberikan klarifikasi atau menunjukan bukti atas keabsahan Ijazah itu,” demikian Petrus menambahkan seperti dilansir kompas.tv melalui laman berita msn.com, Rabu (7/5/2025).
Selain itu, Petrus berpendapat, laporan Polisi TPUA terhadap Jokowi tentang dugaan Ijazah Palsu (Ijazah S1 Fakultas Kehutanan UGM a/n. Jokowi) bermuatan kepentingan umum yang lebih besar.
“Antara lain menyelamatkan marwah Pendidikan Tinggi Cq. Universitas Gajah Mada, marwah Para Intelektual dan Cendikiawan dan terlebih-lebih marwah lembaga kepresidenan, karenanya harus didahulukan proses pidananya,” katanya.
Petrus lebih lanjut juga merespons mengenai pengaduan Jokowi di Polda Metro Jaya pada 30 April 2025, atas dugaan pencemaran nama baik atau fitnah. Menurutnya, pengaduan tersebut semata-mata bermuatan kepentingan pribadi yaitu semata-mata hanya untuk memperjuangkan nama baik Jokowi.
“Untuk menguji apakah Jokowi masih punya nama baik yang harus dipertahankan, maka pembuktiannya adalah apakah Ijazah S1 yang diduga sebagai palsu itu, harus dibuktikan terlebih dahulu lewat suatu Putusan Pengadilan Yang Berkeuatan Hukum Yang Tetap dan adil yang menyatakan Ijazah Jokowi itu asli atau paslu dan/atau aspal atau asli,” ucapnya. (net/tbc/kpc/msn/kal/smr)