RNI Bersama Pertamina dan Toyota Genjot Pengembangan Energi Terbarukan

DirekturPengembangan Usaha danInvestasi PT RNI Agung P. Murdanoto mengatakan, kerjasama ini merupakan upaya menghadapi pergeseran tren konsumsi energi dunia ke depan yang beralih pada penggunaan energi terbarukan dengan bersumber pada pemanfaatan biomass salah satunya. Ia menambahkan, kerjasama ini sangatstrategis, mengingat para pengamat telah meprediksi cadangan energi fosil dunia, seperti batu bara, minyak bumi, dan gas alam akan habis pada 2050.

“PT RNI, Pertamina, dan Toyota Motor Corporation telah menjalin kerjasama kemitraan ini sejak 2015, sampai saat ini proses riset dan uji coba masih berlangsung. Kita akan lihat hasilnya setelah panen siklus ketiga di bulan Juni 2017. Sejauh ini, dibanding tanaman lain, produktivitas dan cara budi daya rumput gajah adalah yang paling low cost,” kata Agung dalam rilisnya, Jumat (10/3).

Pada 2015, langkah awal kerjasama kemitraan ini ditandai dengan penanaman rumput gajah di lahan HGU seluas7 ha milik anak perusahaan PT RNI, PT PG Rajawali II, di, Majalengka. Panen perdana telah dilakukan pada 6 Oktober 2016, dengan capaian produksi sebesar 103,40 ton. Untuk panen kedua ini diprediksi terjadi peningkatan produksi menjadi 118.66 ton.

“MelaluiPuslit Agro, kami akanevaluasiterus agar kandungan rendemen dan produktivitasnya semakin baik pada panen ketiga,” kata Agung.

Pioritas kerjasama ini, nilai Agung, adalah sinergi potensi masing-masing pihak. PT RNI memiliki lahan perkebunan dan pengalaman dalam budidaya tanaman yang didukung oleh Pusat Penelitian Agro (Agung,Puslitagro), di Majalengka. Sementara, Pertamina sebagai BUMN produsendan distributor bahan bakar terbesar se-Indonesia, memiliki kompetensi dan jaringan distribusi yang sangat luas. Begitu juga dengan Toyota Motor Corporation yang memiliki fasilitas teknologi tinggi.

Agungberharap, dengan didukung potensi masing-masing perusahaan, upaya membantu program kemandirian energi yang tengah dicanangkan Pemerintah dapat berjalan optimal. Target yang ingin dicapai melalui kerjasama ini adalah memproduksi second generation biofuel yang betul-betul bersumber dari bahan baku nonpangan atau limbah. “Untuk first generation biofuel sendiri telah banyak dikembangkan, sayangnya sering kali menemui hambatan bahan baku karena bersumberdari bahan-bahan nabati yang masih bisa dimanfaatkan untuk kebutuhan pangan lainnya. Second generation biofuel dapat menghindari pertentangan antara food dan fuel,” ujarnya.

Agung menilai, rumput gajah merupakan salah satu komoditas yang tepat untuk mendukung pengembangan proyek second generation biofuel ini. Dipilihnya rumput gajah sebagai komoditas dalam kerjasama ini tidak terlepas dari rendemenetanol yang tinggi sehingga cocok digunakan sebagai salah satu bahan pembuat biofuel.

Selain itu, produktivitasnya yang tinggi membuat rumput gajah dapat dipanen sampai tiga kali dalam satu tahun. Sangat disayangkan, tambahnya, saat ini rumput gajah belum banyak dimanfaatkan sebagai sumber energi. Padahal, iklim di Indonesia sangat mendukung pengembangan tanaman ini. Selama ini, rumput gajah lebih banyak dimanfaatkan sebagai makanan ternak, bahkan terkadang dibiarkan tumbuh secara liar.

Kunjungan Dewan Energi Nasional Panen ke kedua ini juga bertepatan dengan kunjungan Dewan Energi Nasional (DEN) kelokasi budidaya rumput gajah di Jatitujuh, Majalengka. Agung berharap, kehadiran DEN pada panen ini dapat menegaskan kembali komitmen akan pentingnya pengembangan energi terbarukan.

Pasalnya, dalam pengelolaan energi nasional posisi DEN sangat strategis di antaranya bertugas merancang dan merumuskan Kebijakan Energi Nasional untuk ditetapkan oleh pemerintah dengan persetujuan DPR, menetapkan Rencana Umum Energi Nasional, langkah-langkah penanggulangan kondisi Krisis dan Darurat Energi, serta mengawasi pelaksanaan kebijakan bidang energi yang bersifat lintas sektor.

Anggota DEN Sonny Kerafmengatakan, diperlukankomitmen yang kuat antar stakeholder dalam melakukan pengembangan energi terbarukan. Konsistensi menjadi salah satu faktor penentu, karena dalam pelaksanaannya tidak jarang ditemui berbagai hambatan, terutama dari sisi bisnis. Untuk itu, pihaknya menghimbau agar dalam pengembangan rumput gajah ini tidak hanya baik dari sisi kandungan tetapi juga masuk dari sisi hitung-hitungan bisnis sehingga dapat bersifat keberlanjutan.

Pemerintah sendiri saat ini terus menggenjot kebijakan peningkatan subtitusi biofuel ke dalam BBM untuk menekan tingginya angka impor BBM yang pada 2016 mencapai 8 juta barel per bulan. Dengan subtitusi penggunaan bahan bakar terbarukan diharapkan terjadi penghematan devisa serta mendukung clean energy.

Sasaran kebijakan energi terbarukan khususnya biomassa, seperti yang dicanangkan dalam Peraturan Menteri ESDM Nomor: 12 Tahun 2015, tentang Kebijakan Energi Nasional adalah mewujudkan bauran energi untuk energi baru dan terbarukan terhadap konsumsi energi nasional Iebih dari 23% (dua puluh tiga persen) pada 2025. (lin)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *