Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) sempat mengalami fluktuasi prevalensi stunting periode 2021-2023. Berdasarkan data SSGI 2021, angka stunting NTB berada pada angka 31.4%. Tahun 2022, mengalami kenaikan menjadi 32.7%.
semarak.co-Di 2023, berdasarkan SKI mengalami penurunan siginifikan turun 8.1% menjadi 24.6%. Hal ini disampaikan Sekretaris Utama BKKBN Tavip Agus Rayanto dalam Rapat Koordinasi Percepatan Penurunan Stunting di Hotel Jayakarta, Lombok, NTB, Kamis (26/9/2024).
Fluktuasi yang terjadi khususnya di tiap kabupaten di Provinsi NTB, papar Tavip Agis, kemungkinan karena representasi sampel tidak cukup mewadahi keterwakilan di level kabupaten. Khususnya di wilayah yang penduduknya tidak banyak.
“Ketika diambil sampel tidak mencerminkan situasi yang ada,” papar Tavid dalam sambutan seperti dirilis humas BKKBN Pusat usai acara melalui WAGroup Jurnalis BKKBN, Jumat (27/9/2024).
Terkait Survei Status Gizi Indonesia (SSGI), pengawalan dan pendampingan penetapan sampel memberikan hasil yang cukup signifikan terhadap penurunan angka stunting. Dalam capaian layanan intervensi spesifik di NTB, capaian remaja putri konsumsi tablet tambah darah masih rendah.
Hal ini menjadi penting dilakukan mitigasi untuk capaian-capaian lain yang masih rendah. Menurunkan prevalensi stunting harus berorientasi pencegahan bukan penanganan. Pencegahan dimulai dari data keluarga risiko stunting.
Pemantauan terhadap pertumbuhan balita memiliki korelasi terhadap penurunan angka stunting. Di NTB, dalam capaian layanan intervensi spesifik, persentase capaiannya berada pada angka 91.30% dari target 90.00%. “Ini memberikan dampak signifikan dan mohon untuk terus digerakkan,” ujarnya.
Selain itu, sambung Tavip Agus lagi, ketersediaan sanitasi yang layak, penyediaan air bersih serta rumah layak huni juga memiliki pengaruh dalam menurunkan angka stunting.
Hal ini didukung Penjabat (Pj.) Gubernur NTB yang diwakili Kepala Bappeda NTB H. Iswandi dalam sambutannya. Iswandi menyampaikan bahwa terdapat 10 desa yang mendapatkan bantuan setiap bulan.
“Fokus pada rumah layak huni berkaitan dengan sanitasi, air minum serta penanganan kemiskinan. Dan akan terintegrasi dengan implementasi posyandu sebagai lembaga ketahanan masyarakat desa,” papar Iswandi mengutip sambutan Pj Gubernur NTB dirilis yang sama.
Pelaksana tugas (Plt.) Kepala Perwakilan BKKBN Provinsi NTB Lalu Makripuddin menambahkan bahwa kualitas sumber daya manusia di NTB mengalami peningkatan. Hal ini tercermin dari keberhasilan NTB menurunkan angka stunting.
Yaitu pencapaian NTB dalam meraih lima penghargaan dalam Adujaknas yang terselenggara di Bali, beberapa waktu lalu. Di lain sisi, Makripuddin menyebut bahwa cakupan aplikasi Elsimil di NTB masih rendah.
Sehingga diperlukan dukungan seluruh pihak untuk mendorong agar cakupan Elsimil dapat ditingkatkan. Hal ini menjadi penting agar calon pengantin yang berisiko dapat didampingi Tim Pendamping Keluarga (TPK).
Harapannya, kegiatan rapat koordinasi ini dapat memberikan evaluasi terhadap capaian NTB dalam menurunkan angka stunting. Dan seluruh pihak dapat mengambil perannya masing-masing demi menyukseskan program percepatan penurunan stunting di NTB.
Kegiatan dirangkai dengan launching Population Clock Nusa Tenggara Barat. Population Clock menyajikan informasi update ‘realtime’ perkembangan penduduk seperti jumlah penduduk, jumlah kelahiran serta jumlah kematian.
Di bagian dirilis humas BKKBN Pusat terbaru, dalam rangka meningkatkan akses dan kualitas pelayanan Keluarga Berencana (KB) di rumah sakit, Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) kembali menggelar Focus Group Discussion (FGD) kedua di RS Bhayangkara, Banjarmasin, Kalimantan Selatan, Jumat (27/9/2024).
Adapun FGD sebelumnya dilaksanakan di RS Idaman, Kota Banjarbaru. Acara ini menghadirkan berbagai pemangku kepentingan utama, termasuk Direktur Bina Akses Pelayanan KB BKKBN, dr. H. Zamhir Setiawan dan Kepala Perwakilan BKKBN Kalimantan Selatan Farah Adibah.
Dalam sambutannya, Farah Adibah menyampaikan apresiasi atas dukungan dari berbagai pihak terhadap program Pembangunan Keluarga, Kependudukan, Keluarga Berencana (Bangga Kencana).
Ia menekankan pentingnya revitalisasi Pelayanan KB Rumah Sakit (PKBRS) untuk meningkatkan cakupan pelayanan KB yang dalam beberapa tahun terakhir cenderung menurun. “RS Bhayangkara ini nantinya akan dijadikan rumah sakit unggulan karena lokasinya strategis dan mudah diakses calon akseptor,” ujar Farah.
Ia menambahkan bahwa rumah sakit yang berada di bawah komando TNI atau Polri memiliki struktur komando yang jelas, sehingga pelayanan KB dapat lebih optimal. Farah juga menyoroti pentingnya metode kontrasepsi jangka panjang (MKJP).
“Seperti implan dan IUD, yang dinilai lebih efektif dibandingkan metode suntik. Dengan MKJP, kita dapat meminimalisir risiko kehamilan yang tidak diharapkan dan memberikan stabilitas dalam program KB,” jelas Farah dirilis humas BKKBN Pusat usai acara melalui WAGroup Jurnalis BKKBN, Jumat (27/9/2024).
FGD ini menjadi langkah yang signifikan dalam upaya memperkuat layanan KB di rumah sakit. Farah berharap, melalui kolaborasi antara BKKBN, tenaga medis, serta rekan-rekan di lapangan, cakupan pelayanan KB di Kalimantan Selatan dapat terus ditingkatkan. (smr)