Oleh Jaya Suprana *)
semarak.co-TERUS terang harus saya akui bahwa sebenarnya saya tergolong rakyat yang antusias mendukung Orde Reformasi karena memang mengharapkan masa depan bangsa Indonesia yang lebih baik dalam arti lebih demokratis, lebih konstitusional, serta lebih memberantas KKN.
Reformasi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia bermakna “perubahan secara drastis untuk perbaikan (bidang sosial, politik, atau agama) dalam suatu masyarakat atau negara”.
Di dalam makna Reformasi terkandung kata “perubahan” dan “perbaikan”, maka wajar apabila saya bersama sesama rakyat jelata mengharapkan Orde Reformasi akan berhasil melakukan perubahan demi bukan perburukan, namun perbaikan masa depan bangsa, negara dan rakyat Indonesia.
Tak terasa sudah lebih dari seperempat abad berlalu, maka tidak ada salahnya dilakukan reinventarisasi serta revaluasi terhadap kinerja Orde Reformasi demi meninjau kenyataan pada masa kini. Ternyata kenyataan masa kini beda dari harapan masa lalu. Das Sein beda dari Das Sollen.
Alih-alih lebih konstitusional ternyata yang nyata terwujud malah lebih inkonstitusional karena penguasa sedemikian berkuasa sehingga mampu menyesuaikan konsitusi dengan kepentingan penguasa. Terbukti Trias Politica berhasil dikerdilkan menjadi Singularitas Politica semata.
Alih-alih demokrasi, yang merajalela malah democrazy di mana rakyat jelata hanya diutamakan terbatas pada masa kampanye pemilu belaka. Setelah terpilih, maka para penguasa terjangkit virus amnesia sehingga lupa segala janji yang diobral pada masa kampanye.
Janji-janji manis segera dilupakan setelah penguasa dipilih oleh rakyat untuk berkuasa akibat pada hakikatnya yang diwakili oleh para anggota parlemen memang bukan rakyat, tetapi parpol.
Alih-alih diberantas, korupsi yang semula dilakukan terbatas kelompok elite malah dipemeratakan sedemikian rata sehingga kini bisa dilakukan oleh siapapun mulai dari jenjang hirarki teratas sampai ke terbawah.
Alih-alih dibasmi, nepotisme malah dieufemisasikan demi berganti istilah menjadi lebih keren dan lebih samar, yaitu politik dinasti yang pengejawantahannya didukung oleh Mahkamah Konstitusi demi mengedepankan semangat kekeluargaan.
Memang benar Orde Reformasi telah berhasil melakukan perubahan, namun tampaknya bukan ke arah perbaikan. Maka sebenarnya sebutan Orde Reformasi sudah tidak layak lagi disandang oleh rezim masa kini.
Menurut pendapat saya yang belum tentu benar, namun juga belum tentu keliru, pada hakikatnya sebutan yang lebih sesuai kenyataan bukan Orde Reformasi, tetapi Orde Deformasi sebagai perubahan secara drastis untuk bukan perbaikan negara, bangsa dan rakyat Indonesia.
Mohon dimengerti maka dimaafkan bahwa kali ini saya merasa kurang layak mengakhiri naskah ini dengan seruan “Merdeka” karena sesungguhnya kita benar benar sedang terjajah tanpa sadar, oleh bangsa kita sendiri!
*) penulis budayawan/Kelirumolog
sumber: WAGroup KONTESTASI PILPRES 2024 (postKamis7/3/2024/firdausherman)/ada di kompas.com, 03/03/2024, 13:06 WIB