PT Phapros resmi mencatatkan saham di Bursa Efek Indonesia (BEI) atau melakukan Initial Public Offering (IPO) atau listing ke-57 tahun ini. Aksi korporasi ini dilakukan untuk memperkenalkan lebih luas perusahaan ke pasar modal. Meski sudah tercatat, untuk sementara waktu perusahaan tersebut belum menerbitkan saham baru maupun obligasi.
Anak usaha PT Rajawali Nusantara Indonesia (RNI) ini melantai di BEI dengan kode saham PEHA ini merupakan perusahaan terakhir yang melalukan IPO pada 2018. Per akhir Desember, jumlah perusahaan yang tercatat di BEI mencapai 619.
Direktur Utama Phapros Barokah Sri Utami mengatakan, setelah melantai di bursa, aksi korporasi mereka berikutnya adalah pengembangan produk dan perusahaan. Baik organik maupun anorganik.
“Yang sifatnya organik itu bertumpu pada produk kita yang hanya terkait dengan produk dan alat kesehatan. Dalam industri farmasi, ada empat pilar yang akan dikembangkan yakni kimia vaksin, produk bioteknologi, dan herbal,” ujar Emmy, sapaan akrabnya di gedung BEI, kawasn Senayan, Jakarta Selatan, Rabu (26/12).
Sebelumnya perusahaan pelat merah di bidang farmasi dan alat kesehatan nasional tersebut merupakan perusahaan Tbk nonlisted. “Jadi saham Phapros belum tercatatkan di BEI. Sehingga mekanisme jual beli saham selama ini melalui pasar konvensional,” ujarnya.
Hal itu mengakibatkan harga saham tidak memiliki standar serta patokan yang jelas. “Maka dengan pencatatan saham di BEI, harga saham Phapros sekarang terstandarisasi. Keputusan ini diambil setelah melalui berbagai pertimbangan. Manajemen pun memutuskan melantai di bursa pada akhir 2018, seiring kinerja perusahaan yang tengah tumbuh.
Pencatatan Phapros di bursa, lanjut Emmy, dijalankan tanpa melakukan emisi saham maupun emisi obligasi. “Perusahaan seperti kami sangat jarang. Kami bisa gandeng seluas-luasnya kemitraan strategis. Maka kita tidak lakukan right issue,” jelasnya.
Itu yang membuat saham PEHA, nilai dia, terlihat stagnan pada awal pembukaan perdagangan. “Jadi kita ingin membawa karyawan serta pemegang saham untuk bertransformasi secara terukur dan nyaman. Pemegang saham kami ada 1.007 dan beberapa belum tahu bagaimana caranya nabung saham. Maka perlu kita sosialisikan terus,” tutur Emmy.
PEHA mencatatkan 840 juta saham di papan pengembang (listing board). Dengan harga perdana saham sebesar Rp 1.198 per lembar saham serta nilai nominal Rp 100 per saham. “Jadi sebagai upaya menjaga likuiditas, kami sudah lakukan stock split saham pada 840 juta saham yang beredar. Stock split yang dilakukan satu berbanding lima,” jelas Emmy.
Pada April 2019, harap Emmy, saham PEHA bisa masuk papan utama. “Karena sekarang di papan pengembang,” tambahnya.
Direktur Penilaian Perusahaan BEI I Gede Nyoman Yetna mengapresiasi transformasi yang dilakukan Phapros dari perusahaan publik menjadi perusahaan publik dan tercatat. “Kini Phapros sudah lengkapi statusnya. Kami yang keputusan ini merupakan keputusan strategis,” katanya.
Banyak manfaat yang bisa didapatkan perusahaan setelah lakukan IPO. Di antaranya membuka window opportunities yang luas bagi perseroan karena bisa diekspos pada investor. “Paling penting perusahaan bisa rising fund. Saya berharap, eksistensi Phapros ke depannya bisa semakin mendorong jumlah pemegang saham sekaligus berkontribusi terhadap perekonomian Indonesia,” tutupnya. (lin)