Resensi Buku: Bahasa Arab dan Semai Toleransi

cover buku Metodologi Penelitian Bahasa Arab

Oleh: Muhammad Itsbatun Najih

Sebagaimana kita tahu, bahasa Arab merupakan bahasa utama yang digunakan dalam teks sumber klasik keislaman. Pada periode lampau, saat dinasti Abbasiyah, telah menumbuhkan gairah besar berkait pengembangan ilmu. Banyak karya-karya ulama/cendekiawan muslim mendokumentasikan pemikirannya dalam buku/kitab dengan bahasa Arab. Pada saat itu, perkembangan bahasa Arab sendiri boleh dikatakan mengalami kemajuan pesat.

Tak terkecuali Alquran yang berbahasa Arab. Oleh kalangan pengkaji bahasa, senyatanya memiliki keunggulan tertinggi sastrawi. Karena itu, perhatian kepada bahasa Arab mestinya bisa menjadi pemantik agar lebih-lebih kaum muslim, bisa memafumi untuk lekas mengkajinya.

Tidak cuma Alquran, hadist Nabi Muhammad SAW, juga menibakan peran sentral bahasa Arab untuk bisa kita gali lebih dalam. Tidak saja selalu berkait substansi konten hadis yang, berisi petuah agama, seperti selama ini kita lakukan. Melainkan juga perlunya melihat gaya bahasa/stilistika pada hadis tersebut.

Sebagai semacam pengantar, melalui saripati buku ini, kita rupanya menjadi tahu bahwa pada hadis-hadis Nabi Muhammad SAW, ada fakta-fakta menarik dari sudut pandang linguistik. Yakni, ketika gaya bertutur Nabi Muhammad SAW mengandung banyak konten keindahan berbahasa.

Dengan kata lain, di banyak kesempatan, Nabi Muhammad SAW kala mensabdakan sebuah hadist, tidak lantas menggunakan ungkapan jelas atau narasi sarih, yang bisa dipahami oleh setiap orang. Melainkan, ada banyak hadis Nabi Muhammad SAW yang diungkapkan bercorak metafor dan kedalaman makna.

Rampung membaca buku ini, pembaca sekalian bakal menemukan jawaban, mengapa corak pemahaman umat muslim (baca: ulama) berbeda-beda ketika dihadapkan pada satu permasalahan yang sama.

Padahal, sumber yang digunakan juga sama: Alquran dan hadist. Hal itu, bisa kita lihat pada frasa tsalatsata quruin dalam sebuah ayat Alquran berkait urusan kewanitaan. Mazhab satu, mengartikan tiga kali “suci”.

Sementara mazhab lain, memaknai tiga kali “haidl/kotor”. Buku ini menggugah pembaca untuk mengenal lebih mendalam pernak-pernik bahasa Arab Alquran. Sebagaimana dalam kelaziman sifat bahasa pada umumnya, bahasa Arab juga memiliki istilah isytirak, yakni: satu kata memiliki sejumlah arti.

Namun, berbeda dengan sifat bahasa asing lain, dengan mengetahui sedikit-banyak kosakata isytirak di dalam Alquran –sebagai sumber hukum dalam beragama, maka ada pelajaran penting yang bisa diambil. Pesan implisit buku ini seperti hendak mengatakan bahwa, sifat bahasa yang seperti itu, justru merunutkan nalar perihal tidak adanya kebenaran tunggal.

Masing-masing pihak pemberi makna (penafsir) dapat memiliki kebenaran. Isystirak dalam Alquran maupun hadis juga menyimpulkan bahwa agama hendaknya bukan digunakan sebagai wahana untuk saling menyalahkan bagi yang tidak sepaham.

Parameter kearifan itulah yang telah ditamsilkan  para imam mazhab fikih dalam sejarah keislaman. Imam Syafi’i tidak pernah menyalahkan ijtihad seorang Imam Malik. Di antara mereka, meski sama-sama mumpuni berbahasa Arab, justru saling menghormati. Pun tidak merasa menjadi paling benar hasil ijtihadnya. Padahal, mereka sama-sama mengambil pendasaran beragama dari sumber yang sama: Alquran dan hadis.

Selain memaparkan urusan teknis penelitian bahasa Arab, buku ini pada sisi lain, seakan mendalilkan perihal pemafhuman bahasa Arab yang berkelindan dengan literasi keislaman. Sehingga dengan pemakluman seperti itu, pada ujungnya, bisa membentuk kesepahaman untuk bertoleransi.

Hal ini kiranya bisa dirujuk dalam menghadapi “kemusykilan” penetapan awal Ramadan yang kerap menghadirkan perbedaan dan perdebatan yang tak perlu. Baik yang menetapkan bersandar hisab maupun melalui rukyat, toh sama-sama berangkat dari hadis Nabi Saw yang sama.

Walhasil, pemahaman yang baik tentang bahasa Arab ketika dikaitkan urusan teks agama, mestinya bisa dijadikan anasir penghormatan kepada saudara seagama sendiri untuk tidak membidahkan dan menyesatkan gegara berbeda dalam memberikan arti pemaknaan suatu teks. Sebaliknya, justru hal itu bisa dibaca sebagai bentuk bahwa Allah telah menyediakan banyak jalan menuju surga-Nya.  ***

Penulis Alumnus UIN Yogyakarta

Bahasa Arab dan Semai Toleransi

Data buku:

Judul       : Metode Penelitian Bahasa Arab

Penulis    : Izzuddin Musthafa & Acep Heryawan

Penerbit  : Rosdakarya, Bandung

Tebal      : 344 halaman

ISBN      : 978-602-446-194-2

Peresensi: Muhammad Itsbatun Najih

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *