Rentan Miskin, Kementerian PPN/Bappenas: Pemerintah Pakai Asumsi RAPBN Turunkan Kemiskinan

Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Bambang Brodjonegoro

Pemerintah melalui Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN) Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) telah memasang kerangka ekonomi makro tahun anggaran 2019. Dalam asumsi tersebut pemerintah menetapkan pertumbuhan ekonomi dalam RAPBN 2019 mencapai 5,8%.

Menteri PPN/Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro mengatakan, pemerintah harus bisa menurunkan tingkat kemiskinan dengan asumsi itu. Sasaran pembangunan 2019, tingkat pengangguran dari 4,8-5,2% dan indeks pembangunan manusia (IPM) 71,98.

“Target pembangunan di kemiskinan kalau kita lihat secara jumlah kemiskinan berhasil ditekan. Namun status rentan miskin masih jadi tantangan,” kata Bambang di acara rapat kerja dengan DPR, di kawasan Senayan, Jakarta Selatan, Senin (4/6).

September 2017, rinci Bambang, sebesar 10,12% atau setara 26,58 juta warga Indonesia hidup di bawah garis kemiskinan. Di dalam kelompok tersebut ada 9,78 juta jiwa yang dikategorikan sangat miskin karena hidup di 80% di bawah garis kemiskinan. “Jadi inilah kelompok yang pertama harus mendapat suport atau intervensi, karena 9,78 juta jiwa inilah yang kita harus angkat, paling tidak keluar dari sangat miskin,” katanya.

Saat ini masih ada juga 69 juta jiwa yang tidak tergolong miskin. Golongan tersebut masuk dalam kategori relatif rentan miskin, yang hidup pada kisaran garis kemiskinan 1,5 kali “Artinya kita harus berjaga-jaga jangan sampai 69 juta jiwa ini kembali ke kelompok miskin atau di bawah garis kemiskinan. Jadi untuk kemiskinan kita harapkan 2018 ini bisa di bawah 10% sesuai dengan kesepakatan dengan DPR tahun lalu. Dan untuk 2019 bisa pada kisaran 8,5-9%” katanya.

Sedangkan dilihat dari jumlah penduduk miskin tersebut, sebagian bahwa sebagian besar konsentrasinya ada di kawasan barat Indonesia, meskipun secara presentasi lebih tinggi di wilayah timur.

Kawasan barat ini termasuk wilayah Sumatera, Kalimantan, Jawa, dan Bali. “Itu 79%, sedangkan kawasan timur ada 21%. Dan tentunya eeluruh wilayah Indonesia berhak di-support untuk pengentasan kemiskinan,” ucapnya.

Bila dilihat dari sisi masyarakat miskin di perkotaan dan pedesaan, sambung Bambang, untuk konsumsi penduduk miskin nomor satu adalah beras, untuk di kota 18,8% dan 24,25% di pedesaan.

“Kemudian di nomor dua adalah rokok kretek filter. Di kota itu menyumbang hampir 10%, di pedesaan 10,7%. Jadi kita harus memastikan komoditas tersebut harganya tidak bergejolak tinggi hingga sebabkan inflasi,” katanya.

Kemudian, kutip Bambang, daging sapi masuk dalam lima komoditas terbesar baik di pedesaan dan perkotaan. Selain itu, telur ayam hingga gula pasir juga menjadi konsumsi utama masyarakat miskin di perkotaan dan pedesaan.

“Yang lainnya di perkotaan telur ayam dan daging ayam. Kalau pedesaan gula pasir dan telur ayam. Jadi kita lihat upaya jaga inflasi harus fokus terutama di pedesaan yang dampaknya langsung ke kemiskinan. Jadi menjaga harga beras, daging sapi, gula pasir dan telur ayam,” tuturnya

Belakangan ini konsumsi penduduk miskin juga disumbang oleh pulsa telepon seluler atau handphone (HP). “Untuk nonpangan khususnya pulsa. Karena ternyata kalau kita lihat kelompok 40 persen ke bawah konsumsi mereka terhadap HP cukup besar bahkan kalau mengikuti data Maret 2016, kontribusi konsumsi pulsa perkapita per bulan mencapai 25 persen,” ujarnya.

Penggunaan pulsa HP di satu sisi memang cukup baik, nilai Bambang, artinya hal tersebut mendukung upaya pemerintah untuk menyalurkan bantuan melalui elektronik banking. Namun di sisi lain, penggunaan berlebihan menjadi pemicu kemiskinan karena umumnya masyarakat mengalokasikan dananya membeli pulsa.

“Di satu sisi ada unsur produktif karena sekarang pemerintah lebih banyak menyalurkan bantuan melalui elektronik banking salah satunya melalui bantuan HP. Tetapi di sisi lain banyak konsumsi yang bisa lebih dijaga sehingga tidak menghabiskan daya beli mereka. Satu hal lagi yang menarik, semakin rendah incomenya justru proporsi membeli hp semakin besar,” jelasnya.

“Ini lebih karena pengeluaran dasar seperti perumahan, listrik, BBM dan pendidikan sudah disupport oleh pemerintah sehingga mereka menggunakan income yang masih ada untuk membeli pulsa dalam jumlah signifikan,” tambahnya.

Untuk menekan jumlah kemiskinan pemerintah akan mendorong beberapa faktor. Pertama, melakukan pengendalian inflasi melalui harga-harga yang diatur oleh pemerintah. Kedua, mendorong peningkatan upah buruh tani dan ketiga integrasi program penanggulangan kemiskinan. (lin)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *