Pascapilpres 2019, situasi politik masih memanas. Mungkinkah rekonsiliasi trah Jokowi-Titiek Soeharto akan jadi solusi mencegah perpecahan anak bangsa? Hal itu jadi topik diskusi terbatas awak media dengan analis politik kebangsaan, Robertho Manurung, di Pemkot Jakarta Timur, Selasa (16/7/2019).
Menurutnya, ada tiga rekonsiliasi untuk mempersatukan anak bangsa pascapilpres 2019. Pertama rekonsiliasi partai politik. Kedua rekonsiliasi nasional. Dan, ketiga rekonsiliasi trah. Nah, menurut Bertho, yang paling memungkinkan dan cara paling win-win solution adalah rekonsiliasi trah.
“Yaitu Jokowi-Titiek Soeharto atau Presiden dan Wakil Presiden,” papar Bertho, pria yang pernah melontarkan ide lokasi pengadilan penguasa orde baru, Soeharto di Gedung Departemen Pertanian.
Rekonsiliasi trah yang dimaksud adalah antara Jokowi dan trahnya Prabowo, yaitu Siti Hediati Hariyadi atau dikenal dengan Mbak Titiek Soeharto (putri mantan Presiden Soeharto). “Jadi, Prabowo diwakili istrinya, yaitu Mbak Titiek,” tukasnya.
Memang sekilas hal ini seperti pemikiran yang out of the box atau di luar kelaziman yang ada, sambung dia, tapi rekonsiliasi trah ini yang paling jitu dan win-win solution.” Dan tentu punya posisi tawar yang tinggi pihak oposisi,” paparnya.
Karena pihak 02, nilai dia, merasa yang menang harusnya. Di mana mereka merasa dicurangi dengan segala bentuk, terlebih ratusan petugas KPPS meninggal ditambah lagi banyak korban jiwa dalam aksi di Mahmakah Konstitusi (MK). “Itu semua jadi bahan posisi tawar yang sangat tinggi,” tandasnya.
Kalau pihak 02 hanya dapat posisi di kabinet, nilai Bertho, itu terlalu kecil dan tidak seimbang. Tegasnya, yang paling win-win solution adalah Jokowi-Prabowo, dalam hal ini Prabowo akan diwakili Titiek tetap jadi pemimpin negeri ini untuk mencegah disintegrasi dan perpecahan anak bangsa.
“Pak Prabowo tidak mungkin jadi wakil. Beliau lebih pas menunjuk trahnya, yaitu Mbak Titiek untuk mendampingi Jokowi. Mengapa? Supaya beliau ikut mengontrol jalannya pemerintahan karena akan selalu mendampingi Wapres Mbak Titiek,” ramalnya.
Jadi, kata dia, Prabowo akan memberi masukan atau mengingatkan kepada pemerintah dalam hal ini Presiden jika kebijakan-kebijakannya tidak pro rakyat. “Awas impor-impor sudah berlebihan ini, misalnya,” tukas Robertho.
Mengenai posisi tawar berikutnya adalah soal masa jabatan. “Masa jabatannya mungkin bisa fifty-fifty. Artinya, Jokowi jadi Presiden 2,5 tahun. Lalu yang 2,5 tahun gantian Titiek naik jadi RI-1. Ini mungkin akan lebih bisa menyatukan dua masyarakat pendukung keduanya,” paparnya.
Ini nilai dia, bisa mencegah disintegrasi bangsa, mencegah konflik di masyarakat dan pemerintahan Jokowi juga tidak kehilangan muka. “Mengingat, legitimasi Prabowo sangat kuat dan amat dibutuhkan,” urainya.
Nah, terkait pertemuan antara Prabowo dan Jokowi di Stasiun MRT, Lebak Bulus, Jakarta Selatan, Sabtu (13/7/2019), Robertho menjelaskan, hal itu bisa mengubah kebijakan politik secara umum.
“Pertemuan tanpa didampingi yang lain dan di lokasi umum tentu mengandung kerahasiaan politik yang hasilnya bisa mengubah kebijakan politik secara umum pada pemilihan umum,” tandas pria yang pernah aktif di pemuda HKTI.
Lalu, sebut Robertho, konstalasi politik yang dihasilkan pasti mendapatkan kesesuaian bersama. “Dan, duduk bersama dalam melaksanakan pemerintahan. Berkaitan dengan hal itu, maka porsi yang diperdebatkan adalah Pemilu Presiden dan Wakil Presiden,” ucapnya.
Sehingga, ujar dia, jabatan tersebut menjadikan keseimbangan untuk diselaraskan bersama dengan pengaturan porsi bagi kedua pihak yang bersekutu untuk dijadikan kebersamaan dalam memimpin bangsa dan negara yanf berdaulat.
“Tentu sesuai asas musyawarah konstitusi yaitu musyawarah mufakat yg dilandasi oleh kesepakatan bersama. Makanya, saya ungkapkan, rekonsiliasi trah yang menghasilkan duet Jokowi-Titiek sebagai RI-1 dan RI-2 adalah solusi jitu yang win-win solution guna mencegah disintegrasi dan perpecahan sesama anak bangsa,” ia berkata.
Dirinya pun jauh-jauh hari mengaku telah membuat lukisan Jokowi-Titiek sebelum Pilpres 2019. Kata dia, lukisan itu simbol harmonisasi membangun bangsa. (ags/lin)