Reforma Agraria Hidupkan Potensi Desa Bandung Pandeglang, dari Semak Belukar Jadi Sumber Ekonomi

Desa Bandung Pandeglang, menjadi salah satu Kampung Reforma Agraria terbaik 2025.

Desa Bandung Pandeglang, menjadi salah satu Kampung Reforma Agraria terbaik 2025. Predikat yang diberikan Kemendagri itu bukan tanpa alasan. Reforma agraria di desa ini tak hanya menghadirkan sertipikat tanah, tapi juga membuka jalan menuju kebangkitan ekonomi dan sosial.

Semarak.co – Kepala Desa Bandung, Wahyu Kusnadiharja menyatakan, dari tanah yang tadinya semak belukar, tanah yang biasa-biasa saja, dengan adanya tanah yang bersertipikat dapat dikerjasamakan.

Bacaan Lainnya

“Sehingga, tanah milik perorangan, dikerjasamakan dengan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) untuk dapat dijadikan satu objek, yaitu Objek Desa Wisata Bukit Sinyonya,” terangnya, dirilis humas usai acara melalui WAGroup Forum Mitra ATR/BPN, Selasa malam (23/9/2025).

Melalui kerja sama, potensi desa menjelma menjadi kekuatan. Kerja sama diperkuat dengan dukungan lintas sektor, termasuk program pendampingan dan pemberdayaan Objek Desa Wisata Bukit Sinyonya dari Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) melalui Kampung Reforma Agraria.

“Dengan adanya Kampung Reforma Agraria itu semua potensi langsung dikelompokkan dalam bentuk ada kelompok ikan, ada kelompok sadar wisata, ada kelompok kopi, dan kelompok anyaman pandan. Setelah dikelompokkan, ditingkatkan kapasitasnya,” ungkap Wahyu.

Direktur BUMDes Desa Bandung Syaifullah menyatakan, program reforma agraria, telah membawa perubahan signifikan bagi desa Bandung. Salah satu perkembangan positif yang terlihat adalah peningkatan kondisi ekonomi masyarakat.

“Masyarakat yang dari ekonominya masih sangat sederhana, lalu kita ada program ini, jadi lebih meningkat untuk ekonominya. Artinya sedikit banyak sangat membantu, bisa menopang ekonomi masyarakat,” terang Syaifullah.

Sejak dibuka 2023, Objek Desa Wisata Bukit Sinyonya sudah menerima banyak pengunjung. Wisatawan tidak hanya menikmati keindahan alam, tetapi juga belajar cara mengolah kopi puhu yang merupakan kopi robusta khas Desa Bandung, membuat anyaman pandan bersama kelompok penganyam perempuan, hingga cara membudidaya ikan mas Sinyonya.

“Semua kelompok tersebut merupakan masyarakat Desa Bandung. Semua masyarakat, walau dengan potensi yang berbeda-beda jadi berdaya. Masyarakat juga semakin kreatif karena makin banyak permintaan dan macem-macem,” pungkas Syaifullah.

Desa Bandung membuktikan bahwa reforma agraria bukan sekadar urusan sertipikat. Lebih dari itu, sertipikat jadi instrumen yang menghidupkan potensi, menggerakkan roda ekonomi, dan menumbuhkan rasa bangga warga desa. (GE/MW/SMR)

Pos terkait