Rakyat Keluarkan Petisi Nasional ”We Don’t Trust” dan Akan Makzulkan Jokowi

Presiden Joko Widodo

Sebuah petisi nasional atas nama rakyat Indonesia dikeluarkan oleh para tokoh nasional melalui akun youtube yang tersebar di berbagai media social (Medsos) terutama whatsapp (WA) grup relawan Prabowo Sandi, di Jakarta, Senin sore tadi (6/5).

Petisi nasional itu sebagai reaksi dan sikap  dari masyarakatterhadap jalannya Pemilu 2019. Petisi ditandatangani ratusan tokoh, ulama, aktivis, milenial, purnawirawan dan perwakilan golongan masyarakat melalui jumpa pers di Roemah Rakyat, relawan Prabowo Sandi di Kelurahan Tebet Jakarta Selatan, Ahad (5/5).

Para tokoh itu Letjen TNI Purn Syarwan Hamid, Permadi, Habib Umar Alhamid, DR Egi Sudjana, Habib Muchsin Al Atas, Jend TNI Purn Sunarko, H.Daud (DMI ) H Amir Hamzah, H Komang, KH Fakhrul Rozi mantan Gubernur Rakyat DKI Jakarta, Prof DR insanial, Mayjen Syamsu Djalal,  dan Mayjen TNI Purn Kivlan Zein.

Petisi nasional itu dberi tajuk We Don’t Trust atau Kami Tidak Percaya atas penyelenggaraan Pemilu. Petisi itu juga menyebut telah terjadi  kejahatan terhadap kedaulatan rakyat yang dilakukan pemerintah melalui calon presiden petahana Joko Widodo.

Habib Umar Alhamid  dalam sambutannya mengatakan situasi dan kondisi bangsa kita kian hari carut marut. Yang diinginkan masyarakat adil dan jujur jauh dari harapan masyarakat.

“Saya atas nama anak bangsa akan memulai mengedepankan apa yang ada di masyarakat. Kita bacakan petisi nasional. Semoga menjadi fakta nyata ketidak percayaan masyarakat atas penyelenggaran pemilu,” katanya.

Petisi yang dibacakan Permadi SH itu berisi empat point. Pertama, sebagai perwujudan aspirasi rakyat yang menghendaki perubahan, kami mengucapkan selamat kepada Prabowo Subianto dan Sandiaga Salahuddin Uno serta mendukung penuh dan siap mengawal kemenangan sampai dengan pelantikan pasangan presiden dan wakil presiden 2019-2024.

Kedua, sesuai asas pemilu yang langsung umum, bebas, rahasia, jujur dan adil maka khusus berkaitan dengan penyelenggaraan Pemilu 2019, kami tidak mempercayai kenetralan aparat kepolisian, sebagai penegak hukum; Kami menolak hasil real count yang ditatapkan KPU karena itu bagian dari perwujudan keberpihakan KPU kepada petahana.

“Kami tidak akan melaporkan kecurangan Pemilu 2019 kepada Bawaslu karena secara meyakinkan para pimpinan Bawaslu saat ini terbukti menjadi bagian dari tindak kejahatan atas kedaulatan rakyat,” ujarnya.

Menuntut agar para pihak penyelenggara pemilu, KPU dan Bawaslu, secepatnya dicopot dari jabatannya. Atas segala kesalahannya, segera diajukan ke pengadilan atas kejahatannya terhadap kedaulatan rakyat.

Ketiga, baca Permadi, karena terbukti secara meyakinkan, baik sendiri-sendiri maupun bersama-sama telah melakukan kejahatan terhadap kedaulatan rakyat, kami menuntut kepad DPR, Mahkamah Konstitusi, MPR untuk segera memakzulkan Jokowi dari jabatannya sebagai presiden RI.

“Keempat, jika tuntutan ini diabaikan, maka sesuai UUD 45 pasal 1 ayat 2 kami sebagai rakyat Indonesia berdaulat akan mengambil tindakan tegas sesuai hak dan kewenangan yang kami miliki,” tegas Permadi.

Mantan Kepala Komando Cadangan Strategis Angkatan Darat (Kostrad) Mayor Jenderal Tentara Nasional Indonesia (purn) Kivlan Zen menambahkan, dirinya akan mendorong digelar unjuk rasa di Kantor Bawaslu dan KPU pada 9 Mei 2019.

Tujuan unjuk rasa itu menuntut penyelenggara pemilu mendiskualifikasi pasangan calon presiden nomor urut 01 Joko Widodo alias Jokowi – Ma’aruf. “Siapa pun yang menghalangi kita lawan,” kata Kivlan Zen.

Kivlan tidak membeberkan alasan kenapa menuntut diskualifikais itu terhadap KPU dan Bawaslu. Dia hanya mengatakan KPU harus bersikap jujur, benar, dan adil. Kivlan menyebut demosntrasi itu dilakukan sebuah aliansi yang ia bentuk dan bernama Gabungan Elemen Rakyat  untuk Keadilan dan Kebenaran, disingkat Gerak.

Demonstrasi akan dilakukan mulai pukul 13.00. “Tidak ada di bawah partai, tidak ada di bawah BPN (Badan Pemenangan Nasional) Prabowo-Sandiaga,” tandas Kivlan terpisah.

Calon anggota legislatif (caleg) Partai Amanat Nasional Eggi Sudjana mengatakan, agenda pertemuan itu dilindungi Undang-Undang Dasar 1945. Kata dia, setiap orang bebas berserikat, berkumpul dan menyatakan pendapat.  “Jangan dituduh ini makar. Ini dijamin UUD 1945,” ujar dia.

Menurut Eggi, unjuk rasa adalah langkah yang konstitusional. Sebelumnya, Ijtima Ulama dan Tokoh Nasional Ketiga yang digelar di Hotel Bogor, Jawa Barat, Rabu (1/5), menuduh bahwa pemilihan presiden 17 April lalu telah terjadi berbagai kecurangan dan kejahatan yang bersifat terstruktur, sistematis, dan masif.

Atas dasar itu, mereka merekomendasikan BPN Prabowo Subianto – Sandiaga Uno, untuk mulai  bergerak. Gerakan yang dimaksudkan adalah mengajukan keberatan, melalui mekanisme legal prosedural tentang terjadinya kecurangan dan kejahatan yang terstuktur sistematis dan massif.

Bawaslu merespon jika Ijtima Ulama ketiga mempunyai bukti dugaan kecurangan itu sudah ada mekanisme hukum pemberian sanksi-nya. “Kalau ada laporan dugaan administrasi pelanggaran yang terstruktur, sistematis, dan masif, ya, sampaikan kepada kami. (Klaau) bukti-buktinya kuat akan kami sidangkan, dan sidang terbuka semua,” ujar Ketua Bawaslu, Abhan,  Abhan, 02/5. (lin)

 

Sumber: gelora.co dan tilik.id/ WA Group KAHMI Cilosari 17, kiriman Agus Cholik (diteruskan)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *