Bergudang-gudang masalah dialami perusahaan Asuransi AJB Bumiputera 1912 menjadi Pekerjaan Rumah (PR) yang sangat kompleks dan rumit. Putusan amar Mahkmah Konstitusi (MK) Nomor 32/PUU-XVIII/2020 yang memerintahkan DPR dan Presiden untuk menyelesaikan Undang-Undang tentang Asuransi Usaha Bersama juga belum direalisasikan sejak dibacakan.
semarak.co-Pengamat Asuransi dan Jasa Keuangan Diding S Anwar menyatakan, secara garis besar masalah AJB Bumiputera 1912 terbagi menjadi tiga dimensi waktu. PR yang harus diselesaikan pemangku kebijakan, yakni tiga prioritas utama yang harus segera diselesaikan dan bagaimana pertanggung jawaban serta solusinya.
“Itu terdiri dari PR masa lalu, PR saat ini, dan PR masa depan,” ungkap Diding yang mantan Direktur utama (Dirut) Perum Jamkrindo yang sekarang menjadi PT Jamkrindo melalui pesan tertulisnya melalui pesan elektronik, diterima redaksi semarak.co, Minggu (20/2/2022).
Pertama, ulas Diding, belum adanya payung hukum asuransi usaha bersama (mutual Insurence) yang pada akhirnya menjadi masalah hukum baik dasar hukum, bentuk badan hukum usaha bersama, serta undang-undang yang mempayunginya. Sumber hukum dan dasar hukum perusahaan saat ini hanya Anggaran Dasar AJBB 1912.
Sekarang korporasi AJBB 1912 memetik hasil kekacau-balauan. Baik pengaturan GCG yang suka suka, berakibat babak belurnya pengelolaan keuangan, penguasaan asset maupun terabaikannya kewajiban utama pembayaran klaim kepada pempol, dan kesemrawutan lainnya).
Tak hanya itu AD AJB Bumiputera 1912 juga keluar rel Mutual, Vacuum of Power (Komisaris, Direksi dan BPA) dan banyak sengketa hukum lainnya. Menurutnya, AD AJBB 1912 yang sekarang keluar rel mutual, jadinya Perusahaan bukan usaha bersama (Mutual), bukan PT juga dan juga bukan Kopersi. “Jadi Perusahaan Bukan-Bukan”, tuturnya.
Anggaran Dasar (AD) AJBB 1912 saat ini yang menjadi sumber dan dasar hukum AJBB 1912, ternyata banyak yang tidak sesuai dengan prinsip mutual yang universal. Harus segera diadakan perubahan.
“Jadi AD yang sekarangpun harus segera diperbaharui karena ada diskriminasi yang merugikan sebagian masyarakat pempol. Sebagai contoh seharusnya semua Pempol (tanpa terkecuali) otomatis semuanya menjadi Anggota Pemilik Perusahaan,” jelas Diding dipenutup rilis. (smr)