Pupuk Bersubsidi Sulit, KTNA: Negara Tak Bisa Berbuat Apa-apa Untuk Peningkatan Pertanian!

Presiden Joko Widodo meninjau lokasi pengembangan food estate atau lumbung pangan nasional dalam kunjungan kerja ke Provinsi Kalimantan Tengah, Kamis (9/7/2020). Lokasi yang pertama ditinjau untuk menjadi lumbung pangan baru di luar Pulau Jawa tersebut terletak di Desa Bentuk Jaya, Kecamatan Dadahup, Kabupaten Kapuas. Foto: Biro Pers Sekretariat Presiden di kompas.com/google.co.id

Keberadaan pupuk bersubsidi masih menuai banyak keluhan di kalangan petani di Sragen. Rumitnya penebusan lewat kartu tani dan mesin ESC di kios yang banyak rusak serta kekosongan stok di penyalur mendominasi jeritan hati petani di banyak wilayah di Sragen.

semarak.co-Hal itu terungkap saat digelar rapat koordinasi (rakor) soal pupuk di ruang Aula Sukowati Sragen, Selasa (10/11/2020). Mayoritas petani dan kelompok pelaku pertanian memandang program kartu Tani sama sekali tidak memudahkan para petani mendapatkan kuota pupuk bersubsidi namun justru memperumit keadaan.

“Gimana petani mau sejahtera. Pupuk dikurangi, barangnya sulit sudah butuh yang ditebus nggak ada. Percuma mau pakai kartu-kartunan segala wong pupuknya saja sulit dan kosong ujar Pardi, salah satu petani di Tanon.

Ditambahkan Pardi, “Yang dibutuhkan petani itu hanya pupuknya gampang dan mudah dibeli. Mahal pun nggak apa-apa asal mudah. Lha ini sudah jatahnya sedikit, nebusnya rumit, barangnya belum ada.”

Ketua Kelompok Tani Nelayan Andalan (KTNA) Sragen, Suratno juga menyampaikan program kartu tani merupakan program yang terkesan dipaksakan. Menurutnya terlalu mempersulit jika kartu tani harus diberlakukan 2021 padahal sejak digulirkan tahun 2015 selalu menuai permasalahan yang tak kunjung selesai.

Selain itu, setiap musim pasti ada perubahan yang tidak diantisipasi oleh sistem. Dan masih banyak persoalan lainnya yang harus dihadapi akibat terus berkurangnya kuota pupuk.

“Misal antrian ke BRI atau ke KPL yang biasanya satu kecamatan antrian panjang butuh seharian. Itu sistem ribetnya kartu tani. Termasuk jika EDC belum siap dan sebagainya,” paparnya kepada wartawan.

Suratno menilai pemerintah kurang berpihak pada petani. Selain kuota pupuk bersubsidi yang terus dikurangi, program kartu tani juga makin memperparah keadaan.

Bahkan ia menyebut negara tidak bisa berbuat apa-apa untuk peningkatan hasil produksi pertanian. “Misalnya harus menggunakan pupuk non subsidi dengan harga yang tinggi, harusnya harga gabah juga tinggi,” urainya.

Melihat problem di sektor pertanian, Suratno meminta pemerintah Kabupaten Sragen agar memastikan semua petani di Sragen sudah pegang kartu Tani. Tidak hanya itu, Pemkab juga bisa memenuhi kekurangan pupuk untuk petani.

“Undang-undang nomor 9 tahun 2013 mengatur kewajiban pemerintah daerah untuk mencukupi kebutuhan petani, kewenangan daerah untuk menganggarkan melalui APBD,” tandasnya.

Suratno menegaskan jika sistem kartu tani tak kunjung optimal lebih baik program kartu tani dibatalkan saja. “Petani kasih duit saja biar buat beli pupuk sendiri-sendiri. Kalau tidak, kartu tani batalkan saja,” geramnya.

Sementara, Plt Bupati Sragen Dedy Endriyatno usai rapat kordinasi penyaluran pupuk bersubsidi 2020 menegaskan pupuk tidak langka, dia menegaskan pupuk tersedia. Permasalahan banyak dalam pengelolaan pupuk bersubsidi. Mulai dari teknis, sistem sampai kordinasi.

Dedy memaparkan fakta di lapangan, saat ini petani di Sragen yang menggunakan kartu tani baru 8 persen dari 128.000 petani yang terdata. Permasalahan yang muncul di lapangan banyak mulai dari petani lupa PIN kartu tani, hilang, kadaluarsa dan sebagainya.

Selain itu kendala jaringan internet di Kios Penyalur Lengkap (KPL) atau penyalur juga berbeda. Bahkan beberapa KPL juga belum tersedia mesin EDC. “Pada Oktober kemarin dari 366 KPL ada 90 yang belum ada EDC. Sudah ditindaklanjuti BRI, tapi ada laporan beberapa yang rusak,” ujarnya.

Permasalah sistem seperti ada yang sudah ada di e-RDKK, ada uangnya tapi tidak ada kuotanya. Permasalahan semacam ini sudah berjalan lebih dari 3 tahun. “Saya tidak terima dengan alasan masa transisi. Mau berapa lama lagi, pupuknya berkurang dan itu itu aja yang jadi masalah,” ucapnya. Wardoyo (net/smr)

 

sumber: joglosemarnews.com di WA Group KGN REBOAN RUTIN (post Rabu, 18/11/2020)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *