PT Sarana Multi Infrastruktur (SMI), perusahaan BUMN di bawah Kementerian Keuangan, menargetkan pendanaan sejumlah proyek infrastruktur sekitar Rp1 triliun. Ini dari unit usaha syariah (UUS). Saat ini SMI telah menyusun pipeline ini sejumlah proyek infrastruktur yang akan dibiayai UUS. Adanya UUS ini diharapkan dapat mendorong kinerja perseroan dari aspek permodalan.
Direktur Utama SMI Emma Sri Martini mengatakan, target pendanaan dari UUS Syariah ini sekitar Rp 500 miliar hingga Rp1 triliun. Sementara itu SMI menargetkan penyaluran pembiayaan sekitar Rp 67 triliun di akhir 2017, sedangkan realisasinya sekitar Rp 52 triliun sepanjang Januari-Mei ini.
“Apalagi sebagai negara dengan penduduk mayoritas muslim terbesar, potensi Indonesia sangat besar dalam keuangan syariah. Di sisi lain, kebutuhan anggaran infrastruktur sangat besar, sehingga diperlukan dana-dana syariah bertenor jangka panjang untuk pembangunan infrastruktur,” ujar Emma dalam acara bukber bersama media di kantor SMI, Soedirman, Jakarta Selatan, Rabu malam (7/6).
Untuk itu, lanjut Emma, SMI berusaha membidik dana-dana syariah jangka panjang seperti dana haji, asuransi syariah dan pasar modal syariah untuk masuk ke pembiayaan infrastruktur. Pada tahun ini, terdapat tiga sektor yang telah disusun SMI untuk pembiayaan UUS. Proyek pertama, pembiayaan untuk pembangunan jalan tol senilai Rp 500 miliar melalui skema murabahah atau jual beli. “Pembiayaan ke tol Rp 500 miliar, untuk Trans-Jawa. Tahun ini bisa disburse,” katanya.
Proyek kedua, UUS SMI berencana melakukan pembiayaan ke sektor kilang BBM senilai 75 juta dolar AS atau sekitar Rp 1 triliun (kurs Rp 13.000). Proyek dengan skema sewa beli atau ijarah muntahia bittamlik (IMBT) ini menyerap dana dari luar negeri.
Kendati begitu, kata Emma, tidak semua proyek di Indonesia membutuhkan dolar AS. Sebab, apabila memperoleh dolar AS, lalu dirupiahkan, maka terjadi currency miss match, sedangkan biaya hedging termasuk mahal. Isu-isu seperti menurutnya harus diperhatikan.
Proyek selanjutnya yakni pembiayaan ke sektor ketenagalistrikan melalui skema musyarakah atau sindikasi senilai Rp 500 miliar. “Kami masih proses, tapi yang paling jelas dan sudah koordinasi di antaranya tiga proyek ini, nilainya sudah lebih dari Rp 1 triliun dan 75 juta dolar AS, berapa yang di-disburse kami sesuaikan progres proyek di lapangan seperti apa,” tutur Emma.
Untuk tahap awal, tiga proyek infrastruktur yakni pembangunan jalan tol, kilang (refinery), dan ketenagalistrikan akan menggunakan skema pembiayaan yang berbasis syariah. “Perseroan tertarik untuk terjun dalam skema tersebut karena melihat potensi pasarnya di Indonesia yang masih belum terlalu besar. Terlebih, Indonesia merupakan negara dengan populasi muslim terbesar di dunia. Karena SMI melihat Indonesia sebagai populasi terbesar muslim. Artinya preferensi untuk funding syariah jadi terbuka. Dan potensi marketnya belum happening,” katanya.
Untuk proyek pembangunan kilang, kata wanita berhijab ini, total komitmen pembiayaannya sekitar USD75 juta. Proyek ini, tambah dia, masih mungkin untuk menyerap dana luar yang menggunakan mata uang dolar Amerika Serikat (USD). Namun kendalanya adalah tidak semua proyek yang ada di Tanah Air membutuhkan dana dengan mata uang USD. Sebab jika yang diperoleh adalah dana USD dan dikonversi ke rupiah, tenor dan currency-nya tidak akan sesuai (missed-match).
“Kalaupun di-hedging dengan jangka panjang terlalu mahal. Ini tantangan yang harus di-address bagaimana memitigasi dari sisi risk. Kita akan coba closing di sekitar USD75 juta. Sedangkan untuk sektor ketenagalistrikan, komitmen pembiayaan sekitar Rp500 miliar. Jadi kalau sisi jumlah barangkali itu sudah Rp1 triliun plus USD75 juta. Itu bicara komitmen. Berapa yang di-disburse nanti, kita sesuaikan di lapangan,” tutupnya. (lin)