PT Phapros Buka Pasar Baru di Asean dengan Gandeng Perusahaan Farmasi Myanmar

Dirut Phapros Emmy (kiri) menyalami perwakilan perusahaan farmasi Myanmar usai tanda tangan kerja sama

PT Phapros melebarkan sayap bisnisnya hingga ke mancanegara. Anak Perusahaan PT Rajawali Nusantara Indonesia (RNI) yang bergerak dalam bidang industri farmasi dan alat kesehatan ini menggandeng raksasa farmasi asal Myanmar Medi Myanmar Group melalui pembentukan usaha bersama (Join Venture) pengembangan bisnis farmasi dan alat kesehatan.

Kerja sama tentu ditandai dengan penandatanganan nota kesepahaman oleh Direktur Utama Phapros Barokah Sri Utami dan Pendiri Medi Myanmar Group Win Si Thu, Kamis (21/12), di Yangon, Mayanmar. Ikut menyaksikan kerja sama ini Duta Besar RI untuk Myanmar Ito Sumardi, Direktur Keuangan PT RNI yang juga Komisari Utama PT Phapros M. Yana Aditya, serta Komisaris PT RNI Aditya Dhanwantara

Dirut Phapros Barokah Sri Utami yang akrab disapa Emmy mengatakan, joint Venture yang dibentuk akan fokus pada pendirian pabrik. Tahap awal, pabrik tersebut disiapkan untuk memproduksi tablet dan kapsul nonantibiotik, sebelum kemudian secara perlahan masuk ke arah pengembangan parenteral.

“Kerja sama ini semakin memperkuat eksistensi Phapros di panggung ASEAN setelah sebelumnya merambah pasar Kamboja, Filiphina, dan Vietnam. Kami tengah siapkan kajiannya. Sambil menunggu pabrik beroperasi akan diijajaki peluang ekspor OTC atau obat bebas yang dapat dijual tanpa resep dokter,” ungkap Emmy dalam rilisnya, petang ini.

Medi Myanmar Group merupakan salah satu perusahaan farmasi terkemuka di Myanmar yang telah berdiri sejak tahun 1991 dengan bisnis utamanya adalah importasi, marketing dan distribusi produk-produk farmasi dari berbagai perusahaan ternama. Medi Myanmar Group telah berhasil meregistrasi 530 produk baik etikal ataupun OTC yang keseluruhannya sudah sesuai dengan Myanmar FDA guideline dan ACTD.

Saat ini perusahaan yang memiliki 20 cabang yang tersebar di berbagai kota di Myanmar tersebut telah menyiapkan lahan di wilayah Yangon Industrial Estate seluas 2 Ha. “Kedua lahan tersebut diperiapkan sebagai lokasi pabrik yang akan dikerjasamakan,” ungkap Emmy.

Phapros, lanjut Emmy, tengah melakukan penjajakan kerja sama dengan beberapa partner bisnis dan perusahaan farmasi Myanmar lainnya. “Kami coba jajaki kerjasama ekspor di Myanmar guna memperluas cakupan area distribusi Phapros yang sebelumnya sudah merambah negara-negara Asia Tenggara, Asia Tengah, dan Afrika,” kata Emmy.

Sementara itu, Yana Aditya menambahkan, melalui kerja sama ini Phapros dan Medi Myanmar Group akan menggarap industri farmasi dan alat kesehatan di Myanmar yang kini tengah menggeliat. “Bagaimana tidak, saat ini 90 persen produk farmasi yang beredar di Myanmar masih mengandalkan impor, dimana sebanyak 45 persen diantaranya didatangkan dari India, 35 persen dari Thailand, dan 10 persen dari Bangladesh dan Pakistan,” ungkap Yana.

Melihat masih sangat terbukanya pangsa pasar farmasi di ASEAN terutama di Myanmar, Yana menilai banyak hal strategis yang dapat dikerjasamakan keduabelah pihak, mulai dari manufaktur, transfer teknologi, pengembangan SDM di bidang farmasi, hingga ekspor-impor.

Menurutnya, saat ini pangsa pasar farmasi di ASEAN masih terbuka lebar, berdasarkan data Kementerian Perindustrian total pasar farmasi ASEAN sebesar USD 17,4 miliar. Sebagai perbandingan, pada tahun 2017 nilai pasar produk farmasi di Indonesia sekitar USD 4,7 miliar atau setara 27 persen dari total pasar farmasi di ASEAN.

Kerja sama anak perusahaan BUMN dengan perusahaan Myanmar ini disambut baik oleh Duta Besar RI untuk Myanmar Ito Sumardi. Ia mengatakan, kerjasama yang dilakukan Phapros adalah langkah yang positif, mengingat sebagai negara dengan pertumbuhan ekonomi tertinggi di ASEAN pada tahun 2016 sebesar 6,5 persen, Myanmar memiliki potensi yang sangat besar untuk menjadi negara tujuan investasi.

Menurut laporan Bank Dunia yang bertajuk East Asia and Pacific Economic Update, ekonomi Myanmar sendiri diprediksi akan naik ke angka 6,9 persen di tahun 2017 dan 7,2 persen di tahun 2018, naik dari 6,5 persen di tahun 2016. Hal ini sejalan dengan kenaikan belanja infrastruktur dan reformasi struktural akan mampu mendatangkan banyak investasi asing.

Adapun capaian kinerja Phapros sampai dengan kwartal ketiga tahun 2017 mencatatkan laba bersih Rp 72 miliar atau tumbuh 38 persen dibanding periode yang sama tahun lalu. Pertumbuhan laba bersih tersebut sejalan dengan peningkatan penjualan selama periode Januari sampai Juni sebesar 16,6 persen.

Pertumbuhan penjualan tersebut terjadi di semua portofolio produk obat Phapros, baik obat jual bebas, obat generik, maupun etikal. Tahun ini, Phapros menargetkan pendapatan Rp 1 triliun dan laba bersih hingga Rp 100 miliar. (lin)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *