Keluarga jenazah yang meninggal akibat wabah virus corona jenis baru penyebab Covid-19 membutuhkan dukungan dari warga, bukan penolakan. Belakangan marak warga yang menolak jenazah pasien corona untuk dimakamkan di wilayahnya.
semarak.co -Psikolog Dompet Dhuafa Maya Sita Darlina mengatakan Pada tiap-tiap individu yang bisa dilakukan adalah fokus pada apa yang bisa dilakukan secara pribadi sesuai protokol kesehatan yang ditentukan.
“Masing-masing menurut saya perlu fokus pada acuan aturan atau protokol yang sudah disediakan pemerintah,” kata Maya Sita melalui pesan tertulis di Jakarta, Jumat (17/4/2020).
Kalau sejak penanganan perlu treatment khusus, lanjut Maya, maka sebaiknya masyarakat tidak ambil langkah sendiri yang gegabah sehingga tidak menjadi sumber masalah baru.
Ketika menolak jenazah yang akan dimakamkan, nilai Maya, cobalah bayangkan saja bagaimana rumitnya diri kita jika itu terjadi pada keluarga kita sendiri. “Sudah stres, lelah, pada saat akhir pun menemui masalah,” katanya.
Di tengah kesimpangsiuran informasi, warga disarankan untuk berkonsultasi dengan RT/RW setempat, kemudian berkoordinasi juga dengan aparat yang berwenang.
Warga, kata dia, perlu memberikan dukungan terbaiknya kepada keluarga yang ditinggalkan dengan tetap mengikuti protokol kesehatan sehingga tetap aman dan tidak membahayakan lingkungan.
“Misalnya jika diperlukan, warga bisa melakukan penyemprotan di rumah duka. Tentu perlu pendekatan yang wajar agar (keluarga tersebut) tidak tersinggung. Di tengah suasana duka dan banyak keterbatasan, warga dapat menyampaikan rasa empatinya melalui media teknologi yang tersedia,” terangnya.
Kalau mengunjungi rumah duka berbahaya, kata dia, maka warga bisa berkirim pesan melalui WhatsApp, video call ataupun cara lain yang bisa menjadi alternatif sebagai bentuk perhatian.
Warga membutuhkan edukasi secara ilmiah tentang penanganan jenazah yang meninggal akibat COVID-19 dan contoh penanganan yang benar sehingga tidak terjadi penolakan. “Jadi fenomena penolakan warga atas pemakaman jenazah Covid-19 ini perlu segera diatasi dengan edukasi secara ilmiah,” katanya.
Ia menyebutkan bahwa penolakan berawal dari banyaknya berita negatif di media tentang bahaya penularan COVID-19 yang semakin masif di kalangan masyarakat. Dengan edukasi dan contoh yang benar itulah, masyarakat diharapkan menjadi sadar sehingga mau menerima pemakaman jenazah korban COVID-19.
“Sayangnya sebagian masyarakat lebih dipengaruhi oleh berita negatif ini. Kalaupun ada berita positif, masyarakat telanjur terdistorsi. Jadi yang masuk ke kepala hanya kengerian,” katanya.
Di tengah serangan berita-berita negatif yang banyak dikonsumsi masyarakat itu muncul kebingungan dan kepanikan serta perasaan merasa tak berdaya dengan kondisi yang tengah dihadapi. “Ini bisa terjadi pada sebagian orang atau juga kelompok masyarakat,” katanya.
Di tengah kebingungan tersebut akhirnya masyarakat membuat analisis tentang virus berdasarkan pengetahuan mereka sendiri yang masih awam. Penolakan terhadap jenazah korban COVID-19 mereka ambil sebagai upaya perlindungan bagi kelompok masyarakat itu sendiri di tengah ketidaktahuan tentang cara penanganan jenazah secara benar agar tidak terjadi penularan.
“Ketika ketakutan, kengerian, kepanikan melanda banyak orang meski itu dilatarbelakangi informasi yang tidak seluruhnya akurat, maka dapat dipahami jika kemudian muncul ketakutan massal. Semua yang berhubungan COVID-19 ditolak, termasuk penolakan pemakaman jenazah,” katanya.
Oleh karena itu, edukasi tentang penanganan yang tepat terhadap pemakaman jenazah korban COVID-19 perlu diberikan kepada masyarakat. “Setelah ada edukasi dari para ahli, kemudian mereka perlu sekaligus memberikan contoh dengan mempraktikkan cara pemakaman yang benar dan aman sehingga tidak terjadi penularan,” katanya. (net/lin)