Oleh Suroto *
semarak.co-Kementerian Koperasi (Kemenkop) dan UKM dalam tahun ini sebagaimana telah dirilis akan kembangkan 6 skala program prioritas untuk kebangkitan koperasi dan UMKM.
Di antaranya Pendataan lengkap koperasi dan UMKM, Major project pengelolaan terpadu UMKM, Implementasi Perpres Nomor 2 Tahun 2022 tentang Pengembangan Kewirausahaan Nasional, Redesain PLUT-KUMKM atau The New PLUT sebagai center of excellence, Koperasi modern melalui korporatisasi pangan bagi petani dan nelayan, Serta pengentasan kemiskinan ekstrem.
Pertama saya ingin koreksi dulu, Kemenkop dan UKM ini sebagai lembaga pemerintah sudah salah dalam meletakkan pemahaman mendasar dalam pengembangan ekonomi kerakyatan sehingga regulasi dan kebijakan programnya kehilangan visi besarnya dalam wujudkan apa yang diperintahkan oleh Konstitusi, UUD 1945 kita.
Perintahnya kan disuruh untuk menjalankan demokrasi ekonomi, artinya seharusnya perankan ekonomi rakyat itu sebagai yang mainstream bukan jadi pemain pinggiran. Program-program yang dikembangkan seperti yang kita lihat akhirnya selalu tempatnya posisi Koperasi dan UMKM itu dalam locus “pembinaan”.
Dan bukan bagaimana membentuk kebijakan program afirmatif agar koperasi dan UMKM itu menjadi basis yang kuat untuk capai kesejahteraan rakyat. Dari dulu kementerian Koperasi dan UKM itu program programnya akhirnya kan hanya tambal sulam dan diulang ulang. Masalahnya dari tahun ke tahun sama dan solusinya juga sama.
Ibarat penyakit itu sakitnya sama dan obatnya sama. Selain pemborosan anggaran ini justru mengafirmasi posisi ekonomi rakyat itu menjadi kerdil, fragile. Kalau memang Kemenkop dan UKM ini serius untuk kembangkan ekonomi rakyat itu benar benar kuat sebetulnya tidak perlu kembangkan banyak program aktifitas yang tidak jelas juntrunganya.
Cukup misalnya bagaimana dalam pendanaan misalnya kembangkan target capaian program alokasi kredit bagi usaha mikro yang jumlahnya saat ini hingga 99,6 persen atau 64 juta dari total pelaku usaha. Saat ini mereka itu tidak terlayani dengan baik, dan menurut data Bank Indonesia hanya dapat alokasi 3 persen per tahun 2021.
Sehingga selama ini usaha mikro ini sulit naik kelas dan bahkan jadi bulan bulanya rentenir. Kenapa Menteri Koperasi tidak fokus kesana dan bahkan kalau memang disepelekan oleh bank kenapa tidak perkuat kelembagaan keuangan koperasi yang memang benar benar milik rakyat sendiri.
Sebut saja misalnya fokus bentuk perkuatan kelembagaan koperasi dengan dirikan Lembaga Penjaminan Simpanan ( LPS) bagi koperasi simpan pinjam. Itu baru satu hal, hal hal besar lainya kalau memang Kemenkop dan UKM itu serius untuk kembangkan ekonomi rakyat itu.
Misalnya dengan meminta presiden agar usaha BUMN yang saat ini banyak yang tidak efektif dan merugi dilakukan revitalisasi kelembagaan dengan diminta untuk dikembangkan jadi koperasi seperti misalnya PLN atau perusahaan listrik.
Di banyak negara maju ekonomi rakyat itu menjadi kuat karena layanan layanan publik penting semacam listrik, rumah sakit dan lain lain itu dikembangkan dalam model kepemilikan koperasi. Sebu saja misalnya National Rural Ekextricity Cooperative Association ( NRECA) di Amerika Serikat yang sangat besar dan menggurita beroperasi di hampir seluruh negara bagian.
Program pedataan Koperasi dan UMKM itu setiap tahun selalu dialokasikan dana yang begitu besar hingga puluhan milyard dari dulu. Kenapa tidak jalankan dulu saja perintah UU yang sudah jelas dan tegas kewenanganya seperti misalnya bersihkan koperasi papan nama dan koperasi abal abal?
Dari sekitar 152 ribu jumlah koperasi yang ada itu sebetulnya dalam perkiraan saya kalau benar benar dibersihkan terlebih dahulu dari semak belukarnya itu hanya kurang lebih 30 – 40 an ribu. Kementerian koperasi sudah punya datanya di Online Data System ( ODS) nya memang segitu.
Jadi tidak perlu lagi keluarkan anggaran untuk pendataan tapi mustinya anggaran untuk pembubaran koperasi papan nama dan termasuk koperasi abal abal yang selama ini telah banyak menipu rakyat.
Perintahnya sangat jelas dan terang menurut UU yang sudah ada PP nya dan bahkan Kementerian Koperasi dan UKM ini sudah punya Peraturan Menteri ( Permen) untuk jalankan mekanisme teknis pembubaranya sampai tindakan rinci mengeluarkan berita acara pembubaran oleh menteri untuk dimuat di lembar berita acara negara.
Saya melihat regulasi tersebut hanya dijadikan macan kertas saja dari dulu, dan Menteri Koperasi dan UKM saat ini seperti tak memiliki kesanggupan. Saya mengerti karena kalau tindakan ini dilakukan akan banyak membongkar skandal kebobobrokan program Kementerian Koperasi dan UKM sendiri selama ini.
Ada begitu banyak penyaluran dana dana pemerintah yang mungkin akan terkuak dan kemungkinan akan banyak pejabat pejabat yang terseret karena kasus penyelewengan dana. Tadinya saya berharap Menteri Koperasi dan UKM yang backgroundnya adalah sebagai aktivis anti korupsi justru mampu membongkar masalah ini, tapi sampai saat ini ternyata tidak mampu jalankan hal ini.
Sementara itu, untuk pendataan UMKM masalahnya dari dulu juga sama. Data yang disampaikan oleh Kementerian Koperasi dan UKM itu tidak valid. Disebut sebut angkanya untuk usaha mikro itu hingga 64 juta tapi nama dan alamatnya tidak pernah dapat diakses.
Semestinya dengan sistem teknologi yang sudah canggih saat ini dan juga fungsi negara sebagai alat paksa kan untuk mendapatkan data ini bisa digunakan sistem pendataan retroaktif, dipaksa untuk registrasi ulang dengan keluarkan saksi bagi yang tidak melakukan registrasi.
Kementerian koperasi dan UKM ini dari dulu selalu suka mengembangkan istilah istilah baru kebijakan program, tapi isinya tidak dapat diakses atau berikan insentif bagi masyarakat dan terutama pelaku usaha kecil. Program semacam pengelolaan UMKM terpadu, PLUT dan lain lain itu hanya akan menguntungkan para makelar programnya bukan untuk pelaku usaha. Ini adalah lagu lama.
Fungsi pemerintah itu harusnya fokus kembangkan insentif program seperti misalnya kebijakan trade off yang jelas manfaatnya langsung dapat dirasakan, tidak boros dan menguap sebelum jatuh ke tangan benefisiaris.
Pemerintah yang baik dalam kembangkan ekonomi rakyat itu bekerjanya semakin efisien dengan kembangkan banyak insetif kebijakan makro dan bukan justru sibuk dengan aktifitas sendiri.
Demikian juga yang saya lihat dalam bentuk program pengembangan koperasi itu, pemerintah itu kesalahanya sangat fatal karena mereka tidak paham jika koperasi itu adalah organisasi otonom. Harusnya yang dilakukan pemerintah itu bongkar bongkar kebijakan yang kerdilkan koperasi bukan lagi lagi sibuk jalankan aktiftas sendiri.
Koperasi di banyak regulasi dan kebijakan itu begitu banyak didiskriminasi, bahkan dieliminasi, ini yang harusnya dibongkar dan dibuang. Koperasi kita itu tidak maju, tidak modern bukan karena apa apa, namun karena pemerintah sendiri yang ciptakan entry barrier, penyekat untuk koperasi masuk ke lintas bisnis modern.
Sementara itu, untuk pengentasan kemiskinan ekstrim yang itu tergambar dari struktur pelaku usaha kita yang dominan usaha mikro alias usaha kelas gurem ini juga tidak bisa diselesaikan dengan model model kebijakan program paket imput semata seperti misalnya bantuan atau subsisidi, tapi harus dikembangkan dalam imajinasi baru perkuat kelembagaan kelembagaan pendukungnya.
Jakarta, 25 Juni 2022
*) Ketua Asosiasi Kader Sosio-Ekonomi Strategis ( AKSES)