Untuk pertama kali Komite Teater Dewan Kesenian Jakarta (DKJ) meluncurkan program Djakarta Teater Platform yang dirancangnya. Program ini mencoba menjawab anggapan bahwa kehidupan teater di Jakarta sebagai terpuruk sejak awal 2000-an, dan teater di Indonesia stagnan, karena tidak adanya platform untuk teater mendapatkan putaran balik antara gagasan, produk-produk intelektual masa kini, respon publik maupun pasar sebagai basis penciptaan dan didistribusi kembali ke dalam putaran balik ini.
Dalam siaran pers yang diterima www.semarak.co Komite Teater DKJ, Jumat (12/5) menyebut, Program Djakarta Teater Platform (dengan huruf D di depan, untuk merawat memori kolektif kita tentang Djakarta), dibuka dengan pertunjukan Teater Payung Hitam. Sebuah pertunjukan dari pergulatan 34 tahun dalam dunia teater. Teater Payung Hitam bagian dari gelombang ketiga pertumbuhan teater modern di Indonesia, berbasis kerja di kota Bandung, Jawa Barat, dalam lingkungan sub-kultur Sunda.
Didirikan oleh Rachman Sabur, Sistriadji, Nandi Rifandi dan Budi Sobar, tahun 1982, di Bandung. Rachman Sabur bekerja sebagai sutradara dan dosen teater di ISBI (Institut Seni dan Budaya Indonesia) di Bandung. Rachman sekarang sedang mengambil S3 untuk penciptaan teater di ISI Surakarta.
Teater Payung Hitam mulai diperhitungkan dalam ranah teater di Indonesia sejak mereka mementaskan “Kaspar” karya Peter Handke, tahun 1994. Kelompok ini banyak menggunakan tubuh dalam adegan-adegan yang berbahaya. Membuat kontekstualisasi tubuh sebagai konstruksi budaya dan instrumen biologis melalui media suara maupun objek. Tubuh menjadi fundamental ketika peradaban, apa yang disebut Manusia, lumpuh dan tidak berdaya dalam menghadapi bencana.
Konsep tubuh dalam bahaya ini kemudian banyak digunakan untuk tema-tema krisis lingkungan, maupun kondisi-kondisi sosial-politik di Indonesia. Dalam beberapa proyek pertunjukan, Teater Payung Hitam membuat kombinasi antara materi-materi yang khas Indonesia, seperti bambu maupun batu dengan teknologi media. Tahun ini, Teater Payung Hitam termasuk salah satu kelompok yang mendapatkan kurasi untuk Festival Indonesia dalam program Europalia Arts Festival untuk Indonesia, Brussel 2017.
PostHaste merupakan representasi dari kondisi alam, sosial politik maupun sejarah Indonesia. Membangun dan runtuh kembali. Berjalan, jatuh atau tertimpa yang jatuh. Kondisi penuh gelombang perubahan, bencana alam, keberagaman sosial-budaya. Ruang hidup dialami sebagai ruang emergensi, urgen. Disposisi dinding-dinding yang menampilkan kekuasaan; mayoritas di atas minoritas.
Kampanye hitam terhadap kelompok yang tidak disukai. Diskriminasi terhadap homoseksual. “PostHaste” menjadi inti waktu dan ruang untuk setiap orang memiliki “managemen emergensi” agar bisa keluar dari situasi yang secara tidak sadar mencederai kemanusiaan.
Sutradara: Rachman Sabur Graha Bhakti Budaya, Taman Ismail Marzuki, Jakarta
17 – 18 Mei 2017
20.00 WIB
Artis Talk:
Rahman Sabur
Sugianti Arini
M. Wail Irsyad
M. Blazier Nugroho
Moderator:
Asep Martin
Lobby Graha Bhakti Budaya
18 Mei 2017. 15.00 WIB
Djakarta Teater Platform sebuah laboratorium bersama. Melakukan kurasi didataran gagasan, bukan pada dataran karya. Menjaga jarak rasional antara batas dan kebebasan sebagai nilai tukar utama dalam medan produksi dan distribusi teater.
Ruang belajar di mana teater “dipertaruhkan” dalam medan politik budaya di sekitarnya. Membaca. Menulis. Mencatat. Bicara. Mendengar. Membantah. Menolak. Menerima. Membatalkan. Menghapus.
Marilah saling mendekat di sini — sedekatnya — ciptakan “ruang antara”: bercengkrama tanpa teritori makna yang memisahkan kita. Merayakan diri dengan tantangan, mempertanyakan diri sendiri dan lingkungan.
Sebuah platform untuk praktek-praktek teater mempertaruhkan nilai tukarnya antara riset, pertanyaan dan kebebasan. Tahun 2017, program Komite Teater Dewan Kesenian Jakarta ini bekerja sama dengan (Mei – Oktober 2017):
Teater Payung Hitam
Bandar Teater Jakarta
Teater Stasiun
Teater Alamat
Teater Poros