Rektor Institut Ilmu Al-Qur’an (IIQ) Prof. Dr. Huzaemah T. Yanggo menyatakan kegembiraannya karena minat belajar Al-Qur’an terus meningkat. Calon mahasiswa baru membludak sampai kampus IIQ tidak bisa menampung semua mahasiswa yang mendaftar.
Pada Wisuda ke-18 yang diadakan bersamaan dengan peringatan ulang tahun ke-40 Yayasan IIQ di gedung Graha Widya Bhakti Puspitek Tangerang Selatan, Sabtu (26/8), ia mengungkapkan, pihak kampus terpaksa tidak bisa menerima semua pendaftar karena lokal yang ada sudah tidak muat menampung.
Jumlah pendaftar III untuk S1 tahun akademik 2017-2018 mencapai 500 calon mahasiswa. Sementara untuk Program Pascasarjana S2 dan S3 total penerimaan 60 mahasiswa dan pendaftaran masih berjalan sampai 11 September 2017.
“Peningkatan jumlah peminat IIQ ini patut kita syukuri bersama karena sebagaimana kita ketahui banyak lembaga pendidikan tinggi swasta yang masih berusaha mencari calon mahasiswa. Sementara IIQ kebanjiran peminat. Tentu faktor yang tidak kalah penting adalah berkah Al-Qur’an yang menjadi distingsi dan akselerasi IIQ Jakarta,” tambahnya.
Kampus IIQ untuk Strata 1 (S1) dikhususkan bagi mahasiswa putri. Sementara untuk S2 dan S3 terbuka untuk mahasiswa putra dan putri. Pada wisuda ke-18 itu IIQ mewisuda sebanyak 206 wisudawan yang merupakan lulusan Fakultas Syariah, Ushuluddin dan Dakwah dan Tarbiyah, serta serta pascasarjana Studi Ilmu Al-Qur’an.
Pada kesempatan itu Rektor IIQ Prof. Dr. Huzaemah T. Yanggo juga menyampaikan orasi ilmiah. Tema yang diangkat berkaitan dengan tuntunan Al-Qur’an dalam penggunaan media sosial digital yang saat ini sedang digandrungi masyarakat dunia.
“Dalam Al-Qur’an ditemukan beberapa kata kunci tentang komunikasi negatif. Kata kunci ini pada saat yang sama juga mengisyaratkan tentang pentingnya sikap hati- hati, mawas diri dan cerdas literasi tentang media sosial,” kata Prof Huzaemah.
Pertama, “qaul zur” yang berarti perkataan buruk atau kesaksian palsu. Termasuk dalam kategori ini adalah memperindah suatu kebohongan atau tazyin al-kizb. Dalam Al-Qur’an QS Al-Hajj ayat 30, perintah menjauhi qaul zur tersebut disampaikan bersamaan dengan larangan menyembah berhala. “Kesaksian palsu merupakan dosa besar, sama dengan dosa syirik,” kata Huzaemah.
Kedua, tajajjus dan ghibah. Tajassus berarti mencari-cari kesalahan orang lain. Sementara ghibah adalah membicarakan aib atau keburukan orang lain. Mengutip QS Al-Hujurat ayat 12, menurut Huzaemah, para ulama sepakat bahwa mencari kesalahan orang lain dan menggunjing itu termasuk dosa besar dan para pelakunya harus segera bertaubat dan meminta maaf kepada orang yang bersangkutan.
Ketiga, namimah atau mengadu domba. Maksudnya adalah membawa satu berita kepada pihak lain dengan maksud untuk mengadu domba dengan pihak lain. Kata kunci ini berkaitan dengan kata kunci pertama karena basanya berita yang dibawa adalah berita bohong. Namimah juga bisa berarti provokasi untuk tujuan tertentu.
“Sebaiknya kita berhati-hati ketika mendapatkan berita melalui media sosial. Jangan buru-buru men-share berita-berita yang belum diketahui kebenarannya. Jika diketahui kebenarannya perlu ditimbang apakah apakah berita tersebut mendapatkan manfaat atau justru mendatangkan madarat,” demikian Prof Huzaemah.
Keempat, sukhriyah yang berarti merendahkan atau mengolok-ngolok orang lain. QS Al-Hujurat ayat 11 melarang orang beriman laki-laki atau perempuan mengolok-olok satu dengan yang lainnya. “Boleh jadi yang diolok-olok lebih mulia di sisi Allah,” kata Prof Huzaemah. (wiy)