Oleh Nikmatul Sugiyarto
semarak.co-Dulu hobiku semasa kecil adalah mengaplikasikan make up milik ibuku. Mulai dari memakai foundation hingga bedak dan bereksperimen dengan varian warna eye shadow. Pun dengan blush on yang menonjol di tulang pipiku, maskara, hingga sentuhan terakhir di bibir.
Setiap kali ibuku membeli lipstick baru dengan shade yang berbeda-beda, aku tidak pernah absen untuk ikut mencobanya. Saat memperlihatkan hasil riasan di depan ibu atau bapakku, respon mereka hanya tertawa.
Komentar yang keluar bermacam-macam, menor lah, tidak bagus lah, tidak cocok lah, hingga tidak pantas. Setelah aku menanyakan alasannya, ternyata penilaiannya tidak jauh dari karakterku yang belum cocok dengan sapuan make up.
Mulai dari faktor usia, sampai tingkah laku yang jauh dari cerminan sosok yang dewasa. Ya jelas karena usiaku kala itu baru kisaran 7-10 tahun. Sekarang hal tersebut lah yang menimpa Prabowo Subianto, mencoba bersolek agar menjadi sosok Jokowi yang banyak dicintai rakyatnya.
Satu-persatu perubahan dia lakukan demi dipanggil “Penerus Jokowi”. Dimulai bagaimana caranya berbicara dengan anggunly. Saat pertemuan Apeksi di Medan kemarin, tak hanya satu orang yang menilai gaya bicara Prabowo ini sama dengan Jokowi.
Dulu setiap ada kesempatan untuk mengeluarkan kata-kata, ciri khasnya yang kental adalah menggebu-gebu. Sekarang lebih kalem dan tertata, sama persis dengan sang presiden. Tidak ada tuduhan menyalahkan orang, ataupun marah-marah dengan emosional tinggi yang meledak.
Walaupun begitu bukan berarti semua berubah. Nyatanya mau diubah sebaik apapun, Prabowo masih gegabah dalam tindakannya. Apalagi dalam mengambil keputusan, banyak kecolongan terhadap resiko yang fatal dan berpotensi besar mempermalukan Jokowi.
Seperti mengajukan proposal perdamaian Ukraina-Rusia. Karena tidak ada pembicaraan dengan presiden dan Menlu, proposal itu hanya berakhir jadi bahan kecaman dan mempermalukan Jokowi saja.
Bahkan nama negara juga diperhitungkan, karena Prabowo mengambil jalan tengah tanpa menghiraukan pelanggaran HAM yang dilakukan Rusia ke Ukraina. Atas kasus itu, kecaman datang dari organisasi warga sipil.
Solusi yang disodorkan Prabowo nyatanya bertentangan dengan kedaulatan dan UU yang berlaku di negara kita. Pun dengan keputusan gegabah membeli pesawat bekas menggunakan dana utang yang pastinya membuat biaya perawatan menjadi ekstra.
Pada akhirnya dia harus mendapat banyak kritikan, termasuk dari sang presiden yang mengingatkan pembengkakan dana anggaran di Kemhan. Begitu saja masih mencoba cari peruntungan lain di balik jabatan yang dimilikinya.
Ada beberapa kesaksian yang datang dari berbagai pihak. Jika kurunut, akan ada banyak kejanggalan di balik karirnya sebagai menteri Jokowi. Pertama dari Connie Rahakundini tentang perusahaan cangkang di balik yayasan yang menaungi pengadaan alutsista.
Belum lagi melihat food estate yang kini tinggal kenangan, karena kondisi mangkraknya. Belum puas membuat ulah, Prabowo kembali menjadi sorotan karena memberikan hiburan bernilai fantastis kepada warga Sulawesi Selatan yang sedang merayakan hari jadi provinsinya.
Posisinya hanya menjadi tamu undangan, tapi bukan hanya doorprize besar yang digelontorkan kepada warga di sana. Ada jejak penerbangan pesawat tempur Sukhoi di sana. Tujuannya dipaparkan jelas, untuk menghibur warga yang sedang jalan santai.
Memang ada tujuan semewah itu? Di provinsiku mentok-mentok pertunjukan besarnya ada pada konser musik saja. Memangnya mengeluarkan propertinya selain untuk kepentingan pokok bangsa dan negara itu, diperbolehkan?
Kalau begitu, bukankah Prabowo sudah terlalu berlebihan? Rasa bangga pun pasti menguar atas pujian yang diucapkan warga, yang menyaksikan atraksi pesawat tempur tadi.
Bahkan barisan pendukungnya juga mengklaim acara yang dihadiri puluhan ribu warga Sulsel itu, adalah bentuk dukungan untuk sang menhan sebagai capres Gerindra. Entah sudah berlebihan atau memang disetting seperti itu.
Uraianku tadi memang belum keseluruhan, dimana masih banyak hal-hal lain yang cukup membuat kita tercengang. Termasuk cerita di balik surat cinta dari BPK yang melayang untuk Kemhan, hingga argumen bersifat rahasia dan melebar ke ranah lain.
Ya begitulah memaksakan kehendak. Maunya seperti Jokowi, tapi tidak selaras dengan langkah kakinya. Jelas bubrah yang ada. Aku jadi bingung kenapa Prabowo tidak menjadi diri sendiri saja? Kenapa harus mencontoh Jokowi, hanya untuk mendapat simpati dari rakyat?
Apa ini salah satu bentuk kamuflase sementara demi menggalang suara untuk 2024 nanti? Karena yang kutangkap perubahannya hanya di muka saja, tidak pada hati dan cara berpikirnya. Kalau boleh saran nih, mending bapak perbaiki diri ke arah yang baik tanpa harus meniru orang lain.
Boleh menjadikan Jokowi sebagai seorang teladan, tapi bukan berarti meniru semua tindakannya. Karena itu no make sense. Kalau diteruskan tentu jatuhnya mempermalukan sendiri. Seperti aku tadi, jika diteruskan dan mengaplikasikan riasan dalam aktifitas sehari-hari justru timpang dengan kondisi yang ada.
Jatuhnya malah menjadi bahan banyolan, hingga dianggap norak dan dipandang sebelah mata oleh kebanyakan orang. Memang tidak seharusnya kita peduli pendapat orang, tentang penampilan hingga cara pandang.
Tapi apa salahnya berbuat normal untuk meminimalisir hal buruk? Ya seperti yang dilakukan Prabowo dan gerombolannya tadi, yang coba memberikan hiburan dengan peluncuran pesawat tempur dalam acara jalan santai. Jauh dari kata normal, bukan?
sumber: WAGroup Ajang Diskusi (postRabu9/8/2023/)