Keberadaan lembaga bernama Pendidikan dan Pelatihan Ekspor Indonesia (PPEI) Kementerian Perdagangan RI tampaknya menjadi sebuah energi bagi pelaku Usaha Kecil dan Menengah (UKM) untuk merambah pasar ekspor (mancanegara). Melalui berbagai pelatihan ekspor yang rutin dilakukan, hingga kini tak terhitung sudah banyak UKM yang merasakan suksesnya berkiprah di pasar ekspor.
Kepala Bidang Promosi dan Kerjasama BBPPEI Santi Setiastuti mengatakan, selain melaksanakan kegiatan pendidikan dan pelatihan ekspor, Balai Besar Pendidikan dan Pelatihan Ekspor Indonesia (BBPPEI) juga melakukan kegiatan pendampingan (Coaching Program) bagi alumni dengan tujuan menciptakan exportpreneur baru. Oleh karena itu lanjutnya, PPEI selalu mengembangkan topik pelatihan yang siap disajikan bagi UKM potensial ekspor dan dunia usaha di bidang perdagangan Internasional.
Dalam peningkatan kapasitasnya, BBPPEI melakukan kerjasama dengan beberapa lembaga dari negara donor seperti JICA Jepang, TFO Canada, CBI Belanda, dan beberapa Dinasperindag di berbagai provinsi dan juga dengan lembaga pendidikan tinggi. Manfaat diklat dan pendampingan yang diberikan oleh BBPPEI dapat dirasakan oleh alumninya
Salah satu yang pernah mengikuti pelatihan dari BBPPEI) adalah Ayu Husodo, pemilik usaha Strawberry Patch sebuah perusahaan handycraft yang berlokasi di Cipete Jakarta Selatan. Memulai usahanya dengan membuat baju batik dengan nama Botanica, kini Ayu beralih membuat craft untuk anak-anak karena dilihat pangsa pasar batik yang semakin sempit. Produk yang dibuat adalah tas, abjad, rattle, coaster, dan busana dengan desain eksklusif, membuat produknya diminati di pasaran.
Mantan Customer Service Director di Auto 2000 ini kini sudah bisa menjual produknya hingga luar negeri. Ayu juga sering mengikuti bazaar atau event yang sering digelar oleh komunitas ekspatriat, sekolah internasional hingga kedutaan. Dan ternyata produk Strawberry Patch sangat digemari oleh kaum ekspatriat.
“Saya disarankan untuk masuk ke even yang diadakan oleh sekolah internasional yang ada di Jakarta. Ternyata hasilnya bagus, produk kami sangat digemari oleh mereka. Lihat saja, pameran mulai jam 09.00 Pagi sd jam 15.00, jam 12.00 produk yang saya bawa di pameran sudah ludes. Sejak saat itu hampir di setiap Acara Asosiasi Internasional di Indonesia baik itu Asean dan kedutaan, Strawberry Patch selalu diundang. Kami dianggap produk Indonesia modern, mewakili Indonesia dengan batik dengan sentuhan modern,” ucapnya bangga.
Lulusan Jurusan ekonomi di Universitas 11 Maret ini mengakui penggemar produknya rata-rata adalah kaum ekspatriat. Pada saat pulang ke negaranya mereka masih setia menjadi pembeli produknya. Rata-rata mereka banyak yang punya bisnis dan itu berlanjut sampai sekarang. Mereka pesan barang dari sini untuk dijual di toko mereka tapi tetap menggunakan brand saya. Ini misalnya terjadi di Belanda dan Australia. “Itu makanya konsensus saya dengan pembeli dari luar adalah nggak pernah memunculkan harga di website. Jangan sampai nantinya harga diperbandingkan. Pasalnya saat ini siapa saja mudah mengakses internet,” terangnya.
Saat ini, Ayu sudah membuat 10 model bantal berbentuk boneka, mulai dari burung hantu, boneka matroyshka (boneka khas Rusia), gajah, dan lainnya. Boneka itu berukuran 30cm x 15cm. Dengan ukuran sebesar itu, boneka ini bisa dipakai bantal. Untuk bahan, dia menggunakan katun bermotif dan mengisi boneka dengan serat dakron. Ayu dan perajinnya bisa memproduksi 150 boneka setiap bulan.
Kendati diproduksi di Indonesia, Ayu justru memfokuskan penjualan ke pasar luar negeri. Sekitar 80 persen boneka bantal Strawberry Patch dikirim ke berbagai negara antara lain Amerika Serikat, Australia, Singapura, Italia, Inggris, bahkan Afrika Selatan. “Rata-rata mereka adalah pembeli yang saya kenal sejak saya tinggal di Sydney. Mereka jadi konsumen loyal hingga saat ini,” paparnya.
Alumnus Sydney Institute untuk jurusan desain ini mengaku jumlah pelanggan di dalam negeri belum banyak karena permasalahan harga. Masih banyak konsumen yang menganggap harga boneka bantal cenderung mahal. Padahal, harga tersebut sebanding dengan kualitas boneka. Harga boneka berbentuk bantal tersebut dibandrol mulai dari Rp125.000 – Rp225.000 per buah. “Karena ini boneka untuk anak, saya menggunakan katun berkualitas dan menjahitnya dengan teknik khusus. Saya tak ingin menurunkan kualitas agar anak-anak bisa nyaman dan aman memainkan boneka ini.”ungkapnya.
Ketika ditanya tentang prospek pasar, Ayu mengungkapkan peluang bisnis bantal bentuk boneka makin prospektif. “Saya melihat saat ini yang suka bukan cuma anak-anak atau balita, tetapi remaja dan orang dewasa banyak yang membeli. Biasanya mereka menjadikan boneka tersebut sebagai pajangan.” tandasnya.
Mulai Bidik Pasar Lokal
Selain membidik pasar luar negeri, Ayu perlahan mulai mengenalkan produk buatannya kepada konsumen lokal. Ia pun lalu membuka toko di sebuah mall di bilangan Kemang, Jakarta Selatan. Selain di Kemang, produk Strawberry Patch juga bisa dilihat di Alun-alun Grand Indonesia Bali dan beberapa hotel dibawah bendera Accor Group yang ada di Bali dan Lombok. “Saat ini saya sedang mempertimbangkan untuk masuk ke gift shop nya mereka,” tuturnya.
Namun demikian Ayu sejatinya juga sedang merintis jualan berbasis marketplace. Pasalnya tren menunjukkan masyarakat kita mulai terbiasa berbelanja dengan cara online. Artinya mereka familiar dengan membeli sesuatu tanpa berkunjung ke toko. Karena itu secara pribadi dirinya juga sedang menimbang-nimbang untuk menutup toko sampai dengan akhir 2018. Kebetulan saat itu kontraknya habis.
“Marketplace di Indonesia baru tumbuh. Saya lihat ekspor akan berubah di Indonesia untuk produk kecil-kecil. Ini juga terjadi di seluruh dunia untuk produk artisan nggak ada yang jumlah besar, mereka maunya sedikit tapi semua beda dan bisa langsung kirim (custom),” pungkasnya. (lin)